Friendship

1614 Kata
“Ma, aku pengen ke kebun binatang” Leon yang sedang berada di meja makan bersama mama membuka suara mengenai keinginannya. Sang mama yang diajak bicara hanya bisa memasang wajah keheranan mengenai keinginan anaknya yang sangat tiba-tiba. “Kebun binatang? Kok tiba-tiba?” “Kayaknya seru ma, ayo dong hari Minggu ini kita ke kebun binatang ya ma?” “Mama ada arisan, Nak. Kamu ajak Bryan aja gimana?” “Oh iya ya, Ma. Seru juga tuh sekalian ngenalin hewan-hewan ke Bryan” Bryan dan Leon sudah berteman sejak kecil. Keduanya sering bermain dan belajar bersama. Bryan seusia dengan Leon, namun Ia memiliki perbedaan dengan Leon. Keadaan intelektual Bryan agak sedikit lebih lambat dibanding Leon. Maka dari itu, Leon senang mengajak Bryan untuk belajar bersama. Setelah mendapat izin dari sang mama, Leon langsung mengajak Bryan untuk pergi bersamanya. Masih ada waktu sehari lagi untuk Leon dapat mewujudkan keinginannya, namun keduanya sama tidak sabar untuk segera menuju kebun binatang. Akhirnya hari yang ditunggu pun datang. Syukurnya cuaca amat sangat bersahabat di akhir pekan yang berisi janji ke kebun binatang bersama sahabatnya, Bryan. Keduanya bangun lebih pagi padahal hari ini adalah hari libur dan tidak ada jadwal ke sekolah ataupun tugas-tugas yang menunggu untuk dikerjakan. Tentu saja bangun lebih pagi dikarenakan sudah tidak sabar untuk melakukan perjalanan ke kebun binatang seperti yang dijanjikan. Leon mengingatkan Bryan beberapa peraturan yang harus diikuti Bryan selama perjalanan. “Ntar kamu disana jangan jauh-jauh dari aku, oke?” Bryan hanya mengangguk dan memerhatikan Leon yang sedang memasangkan helm karena keduanya akan pergi menggunakan motor. “Ntar disana kamu gak boleh sentuh hewannya sembarangan, oke?” Bryan lagi-lagi hanya mengangguk. “Kalau lapar kamu bilang langsung dan jangan ganggu orang-orang di sekitar, oke?” “Kalau mau ke kamar mandi langsung bilang ke aku” Beberapa peraturan yang disebutkan Leon hanya mendapat respon anggukan Bryan. “Aku boleh kasih makan harimau gak?” tanya Bryan dengan polosnya tanpa memerhatikan peraturan-peraturan Leon tadi. Yang diberi pertanyaan menghentikan aktivitasnya dan hanya berdiri mematung melihat lurus ke arah Bryan. Tanpa jawaban Leon mulai meminta Bryan untuk naik ke motor. “Hati-hati ya kalian. Leon jagain Bryan disana ya” Mama Bryan mengantarkan keduanya pergi keluar dari halaman rumah. Waktu menunjukkan pukul 10.00 dan keduanya sudah menuju kebun binatang yang kabarnya buka pada pukul 09.00. Perjalanan dari rumah menuju kebun binatang memakan waktu satu jam. Perkiraan untuk tiba disana ialah pukul 11.00 dan mendekati waktu makan siang. Sebelum pergi, baik Leon maupun Bryan sudah dibekali makanan untuk makan siang disana. Di perjalanan Bryan banyak sekali memberi pertanyaan kepada Leon. Hari ini sepertinya Bryan dipenuhi rasa penasaran, tidak seperti biasanya yang cukup cuek akan sekitarnya. “Leon, kalau kita naik ke situ bisa nyentuh langit ya?” tanyanya sambil menunjuk sebuah tower tinggi di pinggir jalan. “Engga” jawab Leon singkat. “Kamu pernah lihat harimau langsung gak?” tanya Bryan lagi yang sebenarnya pertanyaannya tidak dapat didengar dengan jelas oleh Leon karena keduanya mengenakan helmet yang tentunya menghalangi suara antara keduanya. “Ya” jawab Leon asal karena sebenarnya Ia tidak terlalu dengar pertanyaan dari Bryan. “Benar ya kalau harimau itu mau peluk kita kalau kita baik?” tanyanya lagi yang membuat Leon agak kesal. “Ya” “Leon aku nanti peluk harimau boleh gak?” “Ya” Alasan kenapa hanya “ya” yang keluar dari mulut Leon bukan hanya karena kekesalannya ditanyai hal-hal aneh, namun juga karena sejujurnya Leon tidak mendengar jelas perkataan Bryan. “Leon, aku laper. Kita kapan sampainya? Pahaku udah sakit” Lagi, Bryan bersuara melawan angin jalanan. “Leon dengar aku tidak?” tanyanya dengan sedikit menyentuh pinggang Leon. Leon yang disentuh pinggangnya pun menghentikan motornya di pinggir jalan. “Kamu kenapa dari tadi berisik? Mau ke kamar mandi?” “Aku lapar, kapan sampai kebun binatangnya? Aku mau lihat harimau” jawab Bryan menuntut kepada Leon. “Sebentar lagi sampai, kamu diem dulu jangan banyak bicara biar gak makin lapar” perintah Leon kepada Bryan. Padahal tidak ada hubungannya rasa lapar dengan diam di atas motor. Setelah banyak pertanyaan dilontarkan oleh Bryan, keduanya tiba di kebun binatang yang terlihat begitu luas. Kemudian Leon memilih untuk duduk di salah satu tempat yang biasa disebut pondokan tempat untuk pengunjung makan atau beristirahat. Keduanya duduk disana dan mulai membuka bekal makanan yang telah mereka bawa. “Kamu cuci tangan dulu disitu” perintah Leon sambil menunjukkan wastafel di dekat pintu masuk. “Sudah” Bryan memercikkan tangannya yang masih terdapat air dari kegiatan mencuci tangannya tadi. “Kalau udah, kamu duduk disini dan jangan kemana-mana” Leon meminta Bryan untuk menjaga tempat mereka sementara Leon mencuci tangan. Leon kembali dari kegiatan mencuci tangan dan mendapati Bryan duduk bersila dengan senyuman manis yang tertangkap netra Leon. “Good boy” Yang dipuji memberi senyuman semakin merekah karena mendapat pujian dari sahabatnya dan juga mendapat usakan singkat di rambutnya. Bryan memang amat menyukai pujian terlebih jika ditambahi dengan usakan lembut di rambutnya. Bryan merupakan tipe orang yang suka physical touch, Ia agak clingy terhadap orang di sekitarnya. Meski tidak kepada semua orang, tapi Bryan sangat menyukai skinship dengan orang yang disukainya atau orang yang dekat dengannya seperti halnya Leon. Bryan menganggap Leon sebagai orang yang disayanginya karena Leon hanya satu-satunya teman yang dimiliki. Di sekolah, Bryan tidak memiliki banyak teman. Lagipula Bryan yang tidak menginginkan berteman dengan murid-murid di sekolahnya. Keduanya makan dengan tenang hingga tiba-tiba Bryan menggeliat ketakutan. “Leon, ada kupu-kupu” teriaknya tiba-tiba sehingga membuat sang empunya nama terkejut dan keheranan. “Bryan, please. Itu cuma kupu-kupu” Bryan yang diberi respon seperti itu pun merasa kesal dan mulai mencampakkan sendok yang dari tadi membantunya makan. Bryan memiliki sikap yang tenang , namun sewaktu bisa menjadi berisik tidak karuan hanya karena hal kecil yang tidak sesuai keinginannya. “Oke stop, Bryan. Aku udah usir kupu-kupunya oke stop now!” Leon sedikit meninggikan nada suaranya yang membuat orang-orang di sekitar mereka mengira keduanya sedang bertengkar. Bryan yang mendapati perintah dari Leon pun akhirnya terdiam dan mulai melanjutkan makannya dengan tenang. Leon hanya bisa meminta maaf kepada pengunjung lain karena sudah menimbulkan keributan, akhirnya Leon makan dengan sedikit tidak tenang. Khawatir kalau kupu-kupu akan datang dan mengganggu Bryan. “Mas, itu adeknya?” tanya seorang ibu di sebelah tempat mereka makan. Leon lebih dulu menyelesaikan makanannya dan tersisa Bryan yang masih sibuk mengunyah. “Sahabat saya, bu” jawab Leon sekenanya. “Maaf, mas. Ada kurang-kurangnya? Atau memang manja? Syukurlah kalian sahabatan, sebelumnya saya kira kalian pacaran karena kan tidak ....” Belum sempat si ibu menyelesaikan bicaranya, Leon menjawab dengan nada datar namun dalam hatinya kesal yang tidak main-main. “Apapun keadaan teman saya dan apapun hubungan antara kami bukan urusan anda.” Si ibu yang diberikan jawaban dengan nada ketus pun hanya bisa diam dan menjauh dari Leon. Meskipun begitu, dari kejauhan ibu itu masih tetap memerhatikan keduanya. Tidak jarang keduanya dikira memiliki hubungan kakak adik atau bahkan hubungan yang dianggap tidak pantas. Keduanya terlihat sangat akrab dan Leon pun terlihat amat sangat sabar menghadapi Bryan. Leon merupakan anak tunggal yang kesepian dan menginginkan adik di usianya yang menginjak dewasa seperti ini. Sedangkan Bryan merupakan anak bungsu dari keluarganya. Bryan memiliki seorang kakak yang juga amat menyayanginya namun jarang memiliki waktu untuk bisa bermain dengan Bryan. Jadi, Bryan sering menghabiskan waktu bersama Leon dan berbagi sayang dengan sahabatnya yang jika dilihat lebih seperti kakak baginya. Perbedaan Bryan menjadikan Bryan terlihat manja dan tidak tahu apa-apa, kurang peduli sekitar dan juga menuntut terlalu banyak dengan orang-orang yang dipercayainya. Merasa tidak nyaman dengan pandangan seorang wanita yang diyakini seumuran dengan ibunya, Leon meminta Bryan segera menyelesaikan makanannya dan beranjak dari tempat mereka. Leon khawatir jika Bryan menyadari tatapan aneh wanita itu dan keluarga dari wanita paruh baya itu terhadap mereka, akan seperti apa nantinya. Keduanya berjalan mengelilingi kebun binatang. Leon memutuskan untuk tetap menggandeng tangan sahabatnya, khawatir dia akan bersikap kegirangan dan mulai teriak tidak jelas melihat hewan-hewan di kandang. Bryan yang digandeng tangannya tidak sadar dan berjalan sesuka hatinya. Sepanjang waktu Bryan menunjukkan wajah ceria dan menganga melihat tingkah hewan-hewan disana. Sesekali Ia berhenti karena Leon mengajaknya untuk menyebutkan nama latin dari masing-masing hewan yang dilihatnya. “Itu ... itu harimau” teriak Bryan tiba-tiba dan hendak berlari ke arah kandang yang dimaksudnya. “Rrrawr....” Bryan mencoba menirukan harimau yang biasa Ia lihat di televisi atau layar ponselnya. Leon yang melihat pemandangan itu hanya tersenyum gemas melihat tingkah sahabatnya yang seperti anak kecil. Nyatanya Bryan memang seringkali bertingkah seolah anak kecil di usianya yang sudah memasuki usia dewasa awal ini. Sindrom yang dialaminya sejak kecil menjadikan Ia bersikap dan bertingkah kekanakan. “Leon, aku mau peluk harimau” Bryan menarik-narik lengan Leon yang sedang berfikir bagaimana cara untuk menolak keinginan Bryan. Sekitar lima menit Leon diam di tempat sambil tangannya ditarik-tarik Bryan. Otaknya saat ini menimbang-nimbang akan ada kejadian apa setelah ini jika keinginan Bryan ditolak tanpa alasan jelas maupun tanpa iming-iming yang sesuai. “No, Bryan. Harimaunya mau bobok” jawabnya penuh kelembutan dan kesabaran. Syukurnya, Bryan menurut dan langsung mengucapkan selamat tidur kepada harimau. Padahal jelas saja harimau itu tidak sedang ingjn tertidur atau istirahat. Bryan pun menarik lengan Leon dan mengajaknya berjalan ke arah kanan dari keberadaan mereka. Arah yang mereka yang tuju ialah tempat dimana unggas-unggas berada. Bryan tercengang melihat seekor burung yang mengembangkan ekornya, tampak cantik di matanya. “Uwaaah. Itu apa, Leon?” “Itu merak. Bahasa Inggrisnya Peacock” “Peacock?” “Ya, nama latinnya Pavo Muticus. Itu merak hijau” jelas Leon yang diikuti oleh gumaman Bryan mencoba menyebutkan bahasa baru. “Beautiful” respon yang diberikan Bryan begitu singkat. Leon yang mendengarnya hanya bisa tersenyum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN