Bab 6

3287 Kata
Malam ini begitu dingin, tapi bagi seorang lelaki yang kali ini tengah mengendarai motornya dengan kecepatan yang begitu kencang itu membuang rasa dinginnya jauh-jauh demi seseorang yang sangat membutuhkan dirinya untuk saat ini. Dia tidak memperdulikan dirinya yang terpenting dia harus bisa segera sampai di lokasi di mana gadis tersebut berada. Keano menatap tajam jalanan dari balik kaca helmnya, sambil tangannya terus menaikkan kecepatan laju motornya. Jalanan yang lumayan sepi membuat cowok itu bisa bernafas lega. Artinya dia bisa ngebut agar segera sampai. Di tempat lain, Alea tengah terduduk disalah satu halte yang kosong, dia mengeratkan jaketnya, hawa dingin menusuk tubuh dan kulitnya. Dia sekarang butuh pertolongan seseorang. Tapi dihatinya hanya ada satu nama yaitu, Keano. Gue takut. Ucapnya dalam hati. Dia menatap ke sekelilingnya yang begitu sepi mencekam. Entah kenapa dia hanya mengingat nama Keano untuk datang saja, padahal masih banyak yang lain atau hatinya sudah percaya sepenuhnya untuk Keano? Suara petir menggelegar pertanda hujan akan segera turun membuat Alea menatap was-was ke arah langit yang akan segera menurunkan butiran demi butiran airnya, entah kenapa malam ini suasanannya tampak menyeramkan, tidak ada satu orang pun yang lewat di sana. Apalagi angin yang berhembus sekarang sedikit kencang. Dingin. "Berasa kayak main film horor," guman Alea ketakutan. "Alea?!" panggil seseorang dengan berteriak, ada nada khawatir di sana. Sontak saja gadis itu langsung berdiri dan melihat kemana arah sumber suara tersebut. Di sana ada Keano yang menatapnya penuh dengan kekhawatiran untuk Alea. Tatapan yang semula tenang itu kini berubah menjadi khawatir saat melihat keadaan perempuan yang dia sayangi. Ya walaupun hubungan mereka masih HTS. "Keano," lirih Alea dengan memeluk cowok itu begitu erat. Seolah-olah dia menyalurkan rasa takudnya pada cowok itu. Alea yang memeluk Keano secara tiba-tiba membuat cowok itu seperti terhipnotis sesaat, kemudian saat cowok itu tersadar dia mulai membalas pelukan dari Alea. Sebenarnya dia sangat enggan untuk melepaskannya lalu apa yang ditakutkan Keano kini terjadi, Alea melepaskan pelukannya. Keano menatap manik mata gadis itu, "Kenapa bisa ada di sini malem-malem? Sendirian lagi," tanya Keano lembut. Air mata Alea menetes, dia bingung saat ingin menjawab apa, tapi dia merasakan rasa bersalah saat Keano bukan siapa-siapanya tapi dia mau menolongnya. "Lo kenapa nangis?" tanya Keano khawatir. Tanpa aba-aba Alea langsung memeluk Keano, "Ke gue---" ucapan Alea terpotong saat dia ingin berbicara. "Gue anterin lo pulang, ini terlalu berbahaya buat lo." Tegas Keano. Ada rasa sesak saat Keano memotong ucapannya, "Iya." Hanya itulah jawaban yang dia berikan. Bahkan saat Keano bertanya kenapa dia bisa ada di sana saja belum dia jawab padahal semuanya itu ada sangkut pautnya dengan dia.  * * * Ke esokan paginya, suasana sekolah SMA Nusa Bangsa atau yang biasa dikenal dengan nama SMA NB itu tampak ramai, karena bertepatan dengan waktunya hari kedisiplinan. Siapa yang kurang lengkap atau bahkan melanggar peraturan murid tersebut tidak segan-segan akan dihukum. Alea tidak mau merasakan hukuman tersebut. Sekarang gadis itu sedang berdiri didekat pintu gerbang dengan menggigit bibirnya takut, jari-jarinya meramas roknya hingga kusut. Pasalnya dia lupa tidak memakai dasi lebih parahnya lagi dia lupa kalau hari ini ada razia ketertiban! "Kenapa dasi gue pakek hilang segala sih?!" gerutu Alea. Keringat dingin perlahan-lahan keluar dari tubuhnya. Dia takut akan namanya hukuman. "Al kenapa nggak masuk?" tanya salah satu suara yang berhasil membuat Alea menoleh. Alea menggeleng, laki-laki itu justru mengkerutkan dahinya bingung, "Kenapa nggak masuk?" tanyanya lagi. "Anu--" Alea menggigit bibirnya takut. "Anu apa Alea?" Tanya Keano sekali lagi dengan nada yang lumayan keras sehingga membuat Alea berjingkat kaget. "Dasi gue hilang," jawab Alea spontan. Hal itu membuat Keano yang kini berdiri sambil bersandar di motornya itu pun terkekeh geli. "Oalah, gitu aja takutnya setengah mampus." ledek Keano. Cowok itu kemudian sibuk dengan dasinya sendiri, seperti berusaha melepaskan benda itu dari lehernya yang telah tertata dengan rapi. Sontak Alea mengrucutkan bibirnya kini dia berjalan di mana cowok tersebut berada dan tak segan-segan memukul kepalanya. "Aduh Al lo mah kecil-kecil galak ya," celoteh Keano. "Sukurin. Salah sendiri ngatain!" sewot Alea. "Ohh oke, maafin gue. Emang kenapa sih? Toh paling cuma dihukum doang," jawab Keano enteng. Kalau soal seperti itu sih Keano sudah kebal, lah ini Alea? Dia anti dengan yang namanya hukuman. "Gue nggak mau dihukum!" jawab Alea. "Makanya jangan ngelanggar peraturan," ucap Keano. "Siapa yang ngelanggar coba?" tanya Alea. "Elo lah!" "Lah? Kenapa gue?" tanya Alea bingung. "Kan dasi lo hilang cantik. Jadikan lo itu udah melanggar." jawab Keano sabar. Kini dasi miliknya telah terlepas dari lehernya. "Hilang tuh bukannya gue lupa, tapi emang gaada di kamar gue!" jawabnya tak mau kalah. Keano menghela nafasnya, "Yaudah nih pakai." Laki-laki itu kemudian menyerahkan dasi miliknya yang sempat bertengger manis dilehernya tadi lalu dia lepaskan saat melihat Alea—-perempuan yang dia sukai tidak memakai dasi. Karena melihat diamnya Alea yang menatapnya bingung akhirnya Keano memiliki inisiatif sendiri untuk memasangkan dasi itu kepada gadis yang ada di depannya saat ini. "Eh apaan? Nggak usah!" tolak Alea sembari mendorong d**a Keano. "Udah nggak usah sok nolak. Gue tahu lo takut sama yang namanya hukuman jadi, lo harus pakai dasi gue, atau gue nggak mau bantu lo lagi!" ancam Keano. "Dih mainnya ngancem," jawab Alea dengan terkekeh. Dia hanya bisa diam dan terus menatap Keano dari jarak sedekat ini bahkan nafas Keano sampai terasa di sekitar wajahnya. "Tambah cantik lo kalau grogi kayak gitu," Keano menoel pipi Alea kemudian dia melesat pergi dengan menggunakan motornya. Tidak disangka apa yang dilakukan oleh cowok itu mengakibatkan kedua pipi Alea bersemu merah, dia tersenyum malu saat mengingat perlakuan yang diberikan oleh Keano barusan, sangat romantic dan manis. "Kayaknya Keano beneran baik deh," gumam Alea yang masih tersenyum menatap kepergian Keano barusan. Alea kemudian berjalan memasuki halaman sekolah dengan memperlihatkan senyumnya, sesekali diliriknya dasi yang bertengger manis dilehernya itu. "Ehem!" dehem seseorang. "Anjir! Kaget gue Ter!" Alea mengelus dadanya karena deheman seseorang yang membuatnya kaget. "Ye lo mah. Salah sendiri lo ngapain senyam-senyum sendiri coba?" tanya Tere penasaran. Alea tersenyum malu, "Ada deh, jangan KEPO!" setelah mengucapkan itu Alea berlari dengan kencang meninggalkan Tere yang tengah terdiam bingung di sana. "Gila kali si Alea?" pikirnya. "Mampus kenapa gue nggak pakai sepatu hitam? Alamat dihukum!" Tere menepuk keningnya pelan. Ia berdoa dalam hati agar kali ini dirinya bisa lolos melewati segerombolan anak OSIS yang sedang berjaga serta ada Bu Ismi yang tengah mengawasi beberapa murid yang sedang di hukum.    * * *   Keano memarkirkan motornya di tempat parkiran yang terletak di samping lapangan, karena tempat biasanya sudah banyak yang menempati, mengingat juga bahwa Keano datang terlalu siang. Lelaki itu melepaskan helm yang dia pakai lalu sedikit membenarkan letak tatanan rambutnya. Laki-laki itu turun dari atas motornya dan berniat untuk segera menju ke halaman sekolah. "Keano," panggil seseorang dengan menepuk pundak laki-laki itu kencang. Alhasil cowok itu pun menolehkan kepalanya, "Eh? Siapa sih? Sok kenal." Keano berjalan melewatinya begitu saja. Tasya ternganga lebar, "Anjirr gue udah dilupain. Hikss sakit hati hayati mas," ucapnya dibuat semelas-melasnya. "Lebay najis!" "Jahad ya lo!" pekik Tasya. "Bodo," "Ishh! Oh, iya inikan hari ketertiban, kenapa lo nggak pakai dasi?!" tanyanya sambil meneliti pakaian Keano. Karena gemas Keano menyentil jidat kakak kelasnya itu pelan. "Apaan sih? Jangan lihat-lihat!" Sergah Keano. "Awww!" ringis Tasya. "Ya terserah gue dong. Lo nggak tahu gue siapa emang?!" tanya Tasya membuat Keano jengkel seketika. "Siapa elo?!" "Gue anak OSIS seksi ketertiban! Mau apa lo?!" tanya Tasya dengan nyolot. "Ya bodo amat, trus gue harus apa?" tanya Keano santai. "Ikut gue sini!" Tasya menarik tangan Keano begitu saja, sontak laki-laki itu mengikuti langkah kaki cewek tersebut. Diujung lapangan ada yang melihat dengan perasaan yang campur aduk. "Tasya, sampai kapan lo mau bersikap kayak gini ke gue," gumamnya dengan gurat penyesalan. **** "Sekarang kenapa lagi Keano Alkenzo Aditama?!" tanya Bu Ismi dengan mondar-mandir layaknya setrikaan dihadapan cowok itu. "Lupa nggak pakai dasi," jawaban yang diberikan oleh cowok itu begitu terdengar santai tanpa beban yang melekat sedikit pun. "Kenapa nggak pakai dasi?" tanya Bu Ismi menajam, dia sudah sangat bosan ketika harus berhadapan lagi dengan anak satu itu. "Ya Allah Ibu, saya lupa kalau nggak lupa udah saya pakek tuh dasi," gumam Keano yang didengar oleh guru tersebut. "Udah salah nyolot lagi. Mau jadi apa kamu Keano?!" bentak guru kesiswaan tersebut dengan memukul-mukulkan tongkat kebesarannya yaitu penggaris kayu panjang yang ketebalannya 3 centi menter. Keano hanya diam, malah dia menatap tajam Tasya yang cengengesan di sampingnya. Ingin sekali rasanya Keano menggaplok gadis itu menggunakan penggaris yang tengah di bawa oleh Bu Ismi tersebut. "Yaudah, maunya saya dihukum apa enggak nih?" tanya Keano jengah. Guru itu menatap Keano dari atas sampai bawah, sesekali dia memikirkan apa hukuman yang cocok untuk cowok itu. Kini tatapan Bu Ismi beralih kesekeliling lapangan dan mendadak muncullah senyum sinisnya untuk Keano. "Sekarang kamu pilih hukuman yang Ibu ucapkan. Kamu lebih memilih menghitung batu kerikil yang ada di taman atau mengambil setiap tempat s****h yang ada disetiap kelas dan membuangnya ke tempat s****h yang ada di belakang sekolah?!" Ujar Bu Ismi dengan senyum puasnya. Sengaja banget nih Bu Ismi sama gue, batin Keano. "Jadi kamu pilih ya mana Keano?" tanyanya dengan penuh nada kemenangan. "Ayo Keano kamu pilih yang mana? Ngitung kerikil atau buang s****h?" Tasya berucap seperti menyanyikan lagu dangdut. "Lo tahu ini apa nggak?!" ucap Keano dengan melepas sebelah sepatunya dan memperlihatkan ke arah Tasya. Dengan tampang polosnya Tasya mengangguk, "Taulah Ke, itukan sepatu," jawab Tasya. "Ini sepatu kalau kena kepala lo sakit!" ketus Keano. "Ya makanya jangan dikenain kepala gue dong Dek." Jawab Tasya dengan cekikikan. Keano menjatuhkan sepatunya dan segera memakainya, dia kemudian mengacungkan jari tengahnya ke depan, lebih tepatnya di depan wajah Tasya. Lalu setelah itu Keano berjalan meninggalkan tempat tersebut dengan kekesalan yang mencapai tingkat ubun-ubun.   "HEI KEANO KAMU MILIH HUKUMAN YANG MANA?!" teriak Bu Ismi emosi. Tanpa mendengarkan teriakan dari guru itu Keano terus berjalan. * * * Panas terik matahari sangat menyengat kulit siapa saja yang berada di bawahnya, tidak dipungkiri kali ini Keano yang tengah berjongkok sambil menghitung banyaknya batu kerikil tersebut sesekali harus mengusap keringatnya yang perlahan-lahan turun melewati dahi, pelipis, hidung, dan lehernya. Justru hal itu membuat kadar ketampanan Keano bertambah. Menurut perempuan yang melihatnya. "200," ucap Keano sambil meletakkan kerikil diwadah baskom yang berada di sampingnya. Memang Keano lebih baik menghitung kerikikil daripada bolak balik membuang s****h. Karena dia malas untuk hal seperti itu, bukannya dia jijik tapi dia memang tidak suka hal yang terlalu menguras tenaga. "Kurang 100 lagi, yatuhan pengorbanan banget gue buat dapetin hatinya Alea," curhat Keano. "Hai?" sapa dua suara perempuan yang membuat Keano membalikkan badanya. Tatapan kaget dan rasa tidak percaya akan apa yang dilihat Keano membuatnya menatap bingung kedua objek tersebut. "Eh Alea? Kenapa?" tanya Keano dengan langsung beridir dari jongkoknya. "Gue nggak disapa nih?!" tanya Tasya dengan manyun-manyun. Keano memutar bola matanya malas, "Lo mending pergi aja deh, heran gue di mana-mana lo selalu muncul!" ketus Keano. "Ish adek kelas kurang ajar!" "Bodo," "Nih buat lo, maafin gue ya Ke." Alea memberikan sebotol air mineral kepada Keano sambil melepaskan dasi yang dia pakai tadi. Keano menerima air mineral itu, tapi dia menahan dasi yang dilepas oleh Alea, "Nggak usah, lo pakai aja sampai pulang." Suruh Keano. Tasya yang melihat langsung membuka tutup botol air mineral miliknya dan meminum hingga setengah. Hal itu tidak luput dari pandangan Keano dan juga Alea, "Lo kenapa? Haus? Perasaan yang dihukum gue deh." Ucap Keano. "Enggak, tiba-tiba gatel aja nih tenggorokan. Udah ya gue pergi dulu, bye!" Tasya berjalan meninggalkan kedua orang yang menatapnya bingung. "Gebetan lo cantik juga ya Ke," celetuk Alea. Keano sukses menolehkan kepalanya dengan mengerutkan dahinya bingung, "Siapa?" "Kak Tasyalah." jawab Alea. "Dih apaan? Dia bukan siapa-siapa gue, gebetan gue itu lo." jawab Keano lirih waktu kalimat terakhirnya. "Ha?" "Apa?" jawab Keano sok tidak tahu. "Apa yang lo ucapin barusan?" tanya Alea. "Yang mana sih?" "Yang barusan Ke," gemas Alea. "Serius mau dengerin? Nanti baper," goda Keano. "Ihh gue kepo tahu! Cepetan!" bentak Alea. "Galak amat sih?" Keano tertawa saat melihat ekspresi Alea. "Keano," ucap Alea dengan tajam. "Oke-oke." "Jadi, gini gue tuh nggak punya pacar atau gebetan, karena gue masih sibuk," ucap Keano sambil menatap lurus ke depan. Ucapan yang diucapkan Keano itu menggantung, membuat Alea penasaran gadis itu menoleh ke arah Keano, "Sok sibuk lo." Cibir Alea. "Gue emang sibuk Al, gue sibuk nyari tahu gimana gue supaya bisa masuk dikehidupan lo. Gimana gue bisa milikin hati lo supaya lo mau nerima gue jadi cowok lo." Jujur Keano. Kini badan Alea menegang setelah apa yang dia dengar, apakah Keano barusan menembak dirinya? Atau hanya sekedar hayalan semu? "Mak--maksud lo??" tanya Alea gugup. "Will you be mine Alea Vredica?" tanya Keano sambil mengalihkan pandanganya menjadi menatap Alea dalam. Sedangkan Alea, gadis itu diam dan menatap bimbang ke arah laki-laki yang tengah menanti jawabannya dengan penuh harap. Bimbang? Sudah tentu pasti. Ragu? Jangan ditanya lagi, hati Alea masih belum yakin dengan perasaanya. Sebenarnya siapakah yang ia inginkan untuk masuk ke dalam kehidupannya.     * * *   "Will you be mine Alea Vredica?" tanya Keano sambil mengalihkan pandanganya menjadi menatap Alea dalam dan berharap tentunya. Sedangkan Alea, gadis itu diam dan menatap bimbang pada Keano. Alea menghembuskan nafasnya gusar, apa yang harus dia jawab? Sedangkan dia masih ragu terhadap laki-laki itu. Tapi mau tidak mau dia harus menjawabnya, "Sori Ke, gue masih belum bisa buat nerima lo.” Jantung Keano rasanya mencelos ingin keluar, tapi dengan berat hati dia harus memahami keputusan Alea bahwa gadis itu belum bisa menerimanya. Jadi Keano harus masih terus berjuang untuk mendapatkan hati gadis itu. Berarti gue harus masih terus berjuang, perjuangan gue kemarin dan tadi masih belum dilihat. Batin Keano berusaha untuk menyemangati dirinya sendiri.   "Yaudah nggak pa-pa Al, gue ngerti kok. Kalau gitu lo ke kelas aja nanti lo dihukum kayak gue lagi." Keano menyuruh cewek itu untuk kembali ke kelasnya, menunggu Keano di sana hanyalah buang-buang waktu saja. Oh, iya memangnya siapa yang mau menemani Keano? Ada-ada saja. Ada perasaan aneh saat Alea mengucapkan kalimat tadi, rasanya seperti ada sesuatu yang hilang dari dirinya. "Tapi Ke?" ucap Alea terpotong karena tiba-tiba Keano tersenyum dan mengacak rambut Alea pelan. "Nanti dihukum kayak gue loh," ucap Keano. Hal itu tambah membuat hati Alea bimbang, tapi mau bagaimana lagi? Toh dia juga masih ragu dengan Keano jadi dia tetap pada pendiriannya, tetap menolak Keano. "Yaudah gue balik dulu ya," pamit Alea dan dibalas Keano dengan anggukan kepala.   * * *   "Anjirrr!!! Yatuhan Alea. Lo orang terbego deh!" geram Tere sambil menjambak rambutnya sendiri. Sedangkan Alea menatap sahabatnya itu bingung. "Kenapa sih Ter? Emang salah kalau gue nolak Kea---" ucapan Alea terpotong begitu saja oleh gebrekan meja yang ditimbulkan oleh Tere. "Ya jelas lo salah lah Alea sayang! Lo serius nolak Keano?? Hellow dia tuh cowok idaman fix!" keluh Tere gemas sendiri. "Ya terus kenapa kalau idaman? Apa gue harus nerima dia kalau gue tetep nggak punya rasa sama dia?" jawab Alea yakin. "Lo bohong!" tegas Tere. "Bohong apalagi sih Ter? Gue tuh nggak suka sama Keano!" jawab Alea ketus. "Terserah lo deh Al, awas aja kalau sampai lo suka sama Keano, gue suruh lo nggak boleh nangisin Keano kalau dia sama cewek lain." Ucap Tere ketus. "Itu nggak bakal Ter, udah ah gue mau ngerjain tugas dulu." Alea kembali menfokuskan dirinya mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh gurunya tadi. Ah nih anak terlalu polos atau gimana sih?! heran Tere dengan sikap Alea. Sudah jelas-jelas Keano itu tipe cowok idaman.   * * * Keano memejamkan matanya di atara lipatan tangannya, sulit sekali mendapatkan hati seorang Alea. Kini dia pusing sendiri mau melakukan apa, kepalanya pening dan sepertinya minim sekali untuk Alea mau menerimanya. Cowok itu langsung terbangun dan menatap ke arah Anta yang tengah sibuk bermain mobile legend dihapenya. "Nta, putus cinta tuh rasanya gimana?" tanya Keano dengan lesu. Anta meletakkan ponselnya di atas meja dan menoleh ke arah Keano. Anta berpikir sejenak, pasalnya dia belum merasakan namanya putus cinta, boro-boro putus cinta. Gebetan aja tidak punya. Padahal Anta itu termasuk golongan cogan. "Kalau katanya temen gue sih, rasanya nyesek kayak ditusuk pakek panah. Tapi itu terlalu lebay bagi gue," ucap Anta dengan menghendikkan bahunya acuh. Kini cowok itu memandang Keano dengan pandangan meneliti, "Jangan bilang lo ditolak sama Alea?!" tebak Anta dan nyatanya itu memang benar adanya. Keano menghela nafasnya, dia mengangguk pasrah, "Iya, gue ditolak. Padahal gue tuh beneran cinta sama dia." Jawab Keano dengan gregetan sendiri. "Kalau emang beneran cinta tuh buktiin, jangan cuma obral omongan doang." Jelas Anta yang membuat Keano berpikir. Perasaan gue udah buktin deh, kurang apalagi sih? pikir Keano. Apa yang hari ini Keano alami membuatnya benar-benar pusing dan malas untuk melakukan apa pun. Dimulai dari dihukum, dan sampai ditolak Alea, membuatnya secara tidak langsung merasakan sesak dihatinya. Bagaimana tidak? Orang yang disuka ketika sudah menyatakan rasa malah ditolak? Tapi kalau tidak diungkapkan pasti dikatai cowok tidak peka? Keano pusing sendiri ketika mengingatnya.   * * *   Waktu sekarang tengah menunjukkan jam istirahat, keberadaan Keanolah yang paling dinanti dan dicari siswi yang ada dikantin. "Masih kelas 10 lo udah banyak fansnya. Gimana kalau udah kelas 12?" celetuk Anta yang berjalan di samping Keano dengan memasang wajah datar ala dirinya. "Mana gue tahu," jawab Keano santai, dia tidak tahu berapa lama dia akan disekolah ini dan di kota ini. Pasti ada waktunya dia kembali. Kedua laki-laki itu pun menuju tempat duduk yang berada diujung pojok kantin, Keano itu tidak suka yang namanya keramaian, dan tidak suka yang namanya cari perhatian. Tapi banyak siswi yang cari perhatian kepadanya. "Gue denger-denger Gara itu musuh lo ya?" tanya Anta. Keano yang baru saja mendudukkan pantantnya itu seketika langsung menoleh kearah Anta. "Musuh apaan?" "Ya nggak tahu, tapi katanya dia musuh lo." Kata Anta. Keano tertawa, "Sok tahu banget lo," "Nggak usah sok ketawa, gue tahu lo lagi sakit hati." Peringat Anta miris. "b*****t emang," Tiba-tiba ada yang duduk di sebalah Keano, hal itu membuat Anta dan Keano refleks menoleh ke arah sumber objek. "Gue kira dedemit," dengus Keano dan kini dia kembali pada aktivitas asalnya. "Jahat lo Ke, ada kakak kelas lo cuekin gitu." Tegur Anta. "Apa? Lo mau nyomblangin gue sama dia?!" tanya Keano tajam kepada Anta. "Enggaklah." "Bagus, soalnya hati gue udah buat Alea." Jawaban Keano membuat Tasya mengrucutkan bibirnya kesal. "Coba aja lo nembak gue, pasti langsung gue terima deh." Celetuk Tasya. "Ngimpi lo ketinggian. Masa gue jadian sama mak-nya cabe-cabean? Ntar uang jajan gue habis cuma buat beliin lo gincu doang!" jawab Keano sarkastik kepada Tasya. Sedangkan gadis itu hanya memutar kedua bola matanya malas. Mendengar apa yang dikatakan oleh Keano, membuat Tasya geram. “Ya nggak gitu juga oneng! Yakali gue minta ini itu sama orang lain,” ujar Tasya. Keano menghendikkan bahunya,” bisa ajakan? Soalnya matan gue dulu gitu.” “Itukan mantan lo bukan gue! Jangan samain gue sama dia dong.” Tasya cemberut, ia bersedekap d**a menghadap ke arah lain. “Gitu aja marah, soalnya modelnya kayak lo gini tuh pasti orang pada nilai lo minus,” Tasya secara perlahan menatap Keano lalu dia memperhatikan penampilannya sendiri. Anta juga ikut-ikutan mengamati Tasya. Dapat dilihat dengan jelas, rambut Tasya diombre, lipstick yang tidak terlalu merah namun sangat begitu terlihat jelas dibibirnya. Rok span yang pas di atas lutut. Padahal dia anggota OSIS namun ia tidak pernah sekali pun mendaptkan poin. Karena, kepala sekolah di SMA Nusa Bangsa adalah Paman dari Tasya. Kekuasaan bisa menaklukkan semuanya. “Tapi gue apa terlihat jahat dimata lo?” pertanyaan Tasya terlontar begitu saja dan terdengar sangat murung. Anta menaap Keano seolah-olah bertanya, “Kalau menurut gue so far lo baik ya cuma penampilan lo aja sih.” Komen Keano. “Emang kenapa sih kak?” tanya Anta penasaran. “Jangan panggil gue kak, panggil aja Tasya.” Peringat Tasya. “Kok gitu? Kitakan mau menghormati kakak kelas,” jawabnya. “Kalau sama gue nggak usah, gue nggak suka. Berasa tua amat gue.” Tasya terkekeh pelan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN