Marini melenggang masuk ke dalam butik milik adiknya. Semua pegawai Malika sudah mengenal Marini dan wanita dengan pakaian glamour dan juga masih terlihat cantik di usianya yang sudah menginjak kepala 4. Marini kemudian mengucapkan salam pada mereka yang menyabutnya. Bahkan staff dari adiknya itu senang sekali jika Marini berkunjung. Karna biasanya, di akhir kunjungannya ia akan memberikan bonus pada mereka semua secara rata. Tapi jika ada yang membantunya, bonusnya malah akan diberikan lebih.
Malika, adik dari Marini sepertinya belum datang karna baru saja mengantar suaminya ke bandara. Kabarnya, suaminya akan dinas di luar kota selama beberapa hari dan Malika akan ditinggal selama itu sendirian. Karna mereka berdua masih belum memiliki anak, Malika akan menginap di rumah Marini sampai suaminya itu pulang. Suaminya adalah seorang IT yang terkadang sibuk keluar kota. Malika yang baru dinikahinya selama 3 bulan itu mengaku jika ia terkadang merasa kesepian jika suaminya sedang tidak ada di rumah. Jadi ia lebih sering menginap di rumah Marini agar tidak merasa kesepian lagi.
“Malika belum datang ya?” ucap Marini pada Lina, salah satu pegawai adiknya yang selalu membantunya.
“Belum Bu, soalnya harus anter pa Marshal untuk ke bandara.” Ucap Lina sambil tersenyum menyambut kedatangan kaka dari bossnya itu.
“Ya sudah kita tunggu aja, saya tunggu di mana nih Lin?” tanya Marini pada gadis berusia 20 tahun itu.
“Oh, di ruang VVIP aja Bu. Sudah saya siapkan semuanya,” Lina langsung menunjukkan jalannya walaupun sebenarnya Marini juga sudah tau jalannya.
Tapi wanita itu tetap mengekorinya. Begitu juga Belva dan Sienna yang sedari tadi tak bicara apapun. Ia hanya mengikuti mamahnya yang sedang berbincang dengan Lina. Sedangkan papahnya masih berada di mobil karna tiba-tiba saja, salah satu clientnya telpon sebelum dirinya melangkah masuk ke dalam butik sang adik ipar.
/ / / / / /
“Ka Marini sudah di dalam ya?” tanya Malika pada Ila, salah satu receptionnya.
“Iya Bu, baru saja datang bersama dengan keluarganya.” Ila menjawab dengan ramah.
Tak lama bunyi bell tanda pintu masuk sedang dibuka itu berbunyi. Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berparas tampan langsung menyapa. Malika masih berdiri di depan meja reception. Ia masih bergeming di tempatnya dan hanya fokus untuk melihat surat yang baru saja Ila berikan padanya. Satu per satu ia keluarkan dari amplopnya.
“Selamat siang,” ujar lelaki tampan itu.
“Siang, Mas ada yang bisa dibantu?” tanya Ina pada lelaki tampan itu.
“Saya sudah ada janji bertemu dengan Sienna. Saya pacarnya,” ujar lelaki tampan itu.
Malika yang tadinya hanya terfokus dengan sehelai surat yang berada di depannya langsung menoleh begitu nama keponakannya disebutkan oleh sosok lelaki yang baru saja masuk ke dalam butiknya.
“Arik?” Malika langsung menyapa lelaki tampan itu dengan ramah.
“Iya, Tante. Saya fikir siapa, ternyata Tante Malika toh.” Arik langsung tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mencium punggung tangan Malika sebagai tanda kesopanan yang selalu dilakukan pada orang yang lebih tua.
“Tante fikir kamu sudah di dalam. Apa kabar kamu?” tanya Malika kini juga ikut tersenyum ramah menyambut kedatangan pacar dari Sienna, keponakannya.
“Engga Tan, biasa aku kesiangan. Baik Tante, Tante gimana dan om Marshal?” tanya lelaki itu lagi dengan sangat ramah dan sedikit melangkah mendekat.
“Seperti yang kamu lihat. Tante dan om kabar baik, terima kasih karna kamu sudah bertanya. Kalau om Marshal lagi dines keluar kota. Ini aja tante baru balik abis anter dia ke Bandara. Tante juga telat dateng,” ujarnya sembil terkekeh kecil.
Arik juga jadi ikut tertawa mendengar celotehan Malika karna melakukan pengakuan dosa, jika dirinya juga telat datang untuk menemui keluarga Sienna yang sudah menunggunya.
“Ayuk, masuk ke dalam.” Ucap Malika sambil tersenyum.
Arik hanya mengangguk untuk merespon apa yang di sampaikan Malika barusan. Sedangkan Malika mengambil beberapa kertas yang ditaruh di meja reception untuk ia bawa ke ruangannya.
/ / / / / /
“Ok jadi sepakat ya kamu ambil warna maroon? Yakin nih ga mau diganti lagi?” tanya Malika pada Sierra yang sedang menggunakan gaun berwarna merah maroon untuk pesta pertunangannya yang akan digelar minggu depan.
“Engga, Tan, aku mau ini aja. Soalnya yang aku suka banget sama model gaun yang ini,” Sierra tersenyum pada Malika.
“Cuma kayanya biar lebih ngebentuk body kamu kayanya mendingan pinggangnya agak dikecilin dikit ya. Gimana Ka menurut Kaka?” saran Malika pada keponakannya.
Ia kemudian bertanya pada Marini yang juga terfokus pada Sierra yang masih berdiri sambil menggunakan gaunnya.
“Boleh tuh.” Marini menjawab dengan tersenyum.
“Iya, tapi jangan sampe aku ga bisa nafas ya cuma karna kekecilan kaya kebaya aku yang waktu itu.” Sierra kini mengerucutkan bibirnya mengingat kebaya wisudanya yang ternyata malah jadi kekecilan sedikit pada bagian pinggangnya karna mengikuti saran sang tante.
“Kamunya aja yang gemukan lagi setelah fitting terakhir. Jangan salahin tante, kali.” Malika tersenyum jahil untuk meledek keponakannya itu.
Yang lainnya malah tertawa mendengar percakapan mereka berdua.
“Sierra ga usah khawatir, nanti dibikin yang cantik pokoknya.” Janji Malika pada keponakannya itu.
“Nah gitu dong.” Sierra kini tersenyum,
“Ya udah sekarang tinggal Mamah dan Sienna. Lina, tolong dibantu ya.” Titah Malika pada salah satu staffnya itu.
“Baik Bu,” ucap Lina dengan senyuman ramahnya dan membungkuk hormat.
/ / / / / /
Selesai dengan fitting baju untuk Sierra, Sienna dan Arik segera berpamitan. Arik sudah menceritakan sedikit apa yang didengarnya tadi pada Sienna. Kebetulan Marini dan Abram mendengar apa yang sedang mereka bicarakan. Karna ini menyangkut Aleta, mereka langsung mengizinkan Sienna dan Arik untuk pergi menemui Aleta di apartemennya setelah semua urusan memilih gaun selesai. Abram dan Marini, jika sudah menyangkut Aleta mereka berdua pasti akan mengizinkan Sienna dan Arik untuk segera pergi. Mereka tau, Aleta hanya sebatang kara di Jakarta, ia juga tak punya sodara untuk diajaknya bertukar fikiran. Itu merupakan salah satu alasan Marini dan Abram mengangkat mereka sebagai anak.
Walau dari segi materi Abram dan Marini tak pernah memberikan macam-macam. Aleta memang tidak memerlukan materi lagi. Ayahnya adalah seorang pengusaha real estate yang cukup maju, sedangkan ibu tirinya adalah seorang konsultan pajak yang memiliki kantor konsultannya sendiri. Aleta juga mengaku jika papahnya selalu memberikan lebih untuk uang jajan perbulannya dan memberikan fasilitas lengkap. Jadi sudah dipastikan jika dirinya tidak memerlukan apapun selain kasih sayang tak pernah diberikan oleh papahnya.
Aleta bahkan selalu menganggap papahnya selalu menomor duakan dirinya dan lebih mementingkan Eva, istri barunya dibanding dirinya yang merupakan darah dagingnya sendiri. Aleta juga beranggapan jika ayahnya itu selalu lebih mementingkan dirinya sendiri.
“Aku harap Aleta tak melakukan hal bodoh ya,” ucap Sienna pada kekasihnya yang duduk di sebelahnya sambil mengemudikan mobilnya.
“Iya, Sayang aku juga berharap begitu. Bagaimana kalau malam ini kita menginap di apart Aleta?” usul Arik sambil sesekali melihat Sienna yang sedang melihat ke arah luar jendela.
“Menginap? Kamu yakin? Apa yang harus aku katakan pada papah dan mamah?” tanya gadis itu.
“Ya kamu tinggal bilang saja kalau kamu ingin menemani Aleta. Aku rasa Aleta kasihan jika harus ditinggal. Malam ini saja, nanti aku yang akan telpon papahmu untuk meminta izin jika kamu ragu untuk mengatakannya.” Ujar Arik sambil memutar kemudi mobilnya ke kanan dan fokus untuk melakukan putaran.
“Aku akan telpon papah sekarang.” Ucap Sienna.
Gadis itu kemudian mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan pada nomor telpon papahnya. Dan tak berapa lama dering sambungan telpon terdengar, papahnya langsung menjawab telpon Sienna. Sienna langsung mengutarakan maksudnya menelpon papahnya dan ternyata papahnya langsung bisa menebak jika Sienna ingin meminta izin untuk menginap di apart Aleta. Sienna langsung mengiyakan dan langsung disetujui oleh papahnya. Papahnya langsung mengingatkan agar menjaga Aleta dengan baik dan Arik harus tidur secara terpisah dengannya.
“Ok Pah, nanti aku bilang Arik untuk ga dekat-dekat sama aku tidurnya.” Katanya tersenyum dan melirik kekasihnya yang sedang mengemudi.
Arik jadi ikut tersenyum karna Sienna begitu lucu jika sudah bicara dengan papahnya. Sifat manjanya langsung keluar begitu saja tanpa banyak kode yang harus diucapkan. Bahkan entah kenapa Sierra dan Sienna lebih manja ke papahnya dibanding ke mamahnya. Kata orang sih anak perempuan itu selalu dekat dengan ayahnya, jadi mungkin inilah yang melatarbelakangi Sienna dan Sierra dekat dan manja kepada papahnya.
Setelah menutup sambungan telponnya, Sienna memasukkan lagi ponselnya ke tas. Arik yang masih teringat bagaimana gadisnya itu berceloteh manja dengan papahnya langsung tersenyum dan mengacak sedikit rambut Sienna. Sienna yang masih agak sedikit sebal karna Arik pergi ke club tadi malam langsung mengerucutkan bibirnya.
“Kenapa Sayang?” tanya Arik yang bingung tiba-tiba gadis itu seperti itu.
“Urusan kamu sama aku belom selesai ya! kita bicarakan nanti setelah aku melihat keadaan Aleta!” ucap gadis itu dengan nada kesalnya.
“Siap Boss!” Arik langsung memberikan hormat dan tersenyum menatap kekasihnya yang sekarang sedang melipat tangannya di depan dadaa.
/ / / / / /
“Halo ya Ka,” ucap Dante begitu dering ponselnya memecahkan lamunannya.
Ia baru saja mengantarkan Daanya tidur. Gadis kecil itu sepertinya kelelahan karna seharian bermain dan berenang. Bahkan Daanya tidak mau diajak naik untuk beristirahat ketika gadis itu sedang asik berenang.
“Apa Daanya sudah tidur?” tanya Deliza begitu mendengar suara adiknya.
“Sudah Ka. Ada apa?” tanya Dante balik sambil menyamankan posisi duduknya.
“Dan, kaka mau bicara sama kamu sebenarnya.” Ucap Deliza memulai pembicaraan.
“Hemm … ya, katakan saja.” Lelaki itu seperti menangkap sesuatu yang serius dengan arah pembicaraan kakanya itu.
“Tadi, salah satu teman kampus kamu ada yang datang ke sini.” Ucap Deliza memberitahukan.
“Siapa Ka?” tanya lelaki itu.
“Namanya Freada,”
Dante langsung membeliakkan matanya begitu mendengar nama itu disebut. Ia bahkan mengusap wajahnya kasar dan menjadi tidak tenang.
“Aku tau ini mungkin akan membuatmu tidak nyaman. Tapi wanita itu mengatakan jika ia tidak bisa melupakanmu sejak kalian bertemu lagi beberapa waktu yang lalu. Dia ingin sekali bertemu denganmu,” cerita singkat Deliza.
“Ka, tapi Kaka tau kan aku sedang tidak ingin berurusan dengan makhluk bernama wanita? Lagipula Kaka kan tau siapa yang aku cintai hingga saat ini,” Dante menyela cerita singkat Deliza.
Dante kemudian melangkah keluar kamarnya dan meninggalkan Daanya sebentar. Tiba-tiba saja tenggorokannya terasa kering karna wanita bernama Freada yang akrab disapa dengan Frea kini datang lagi ke dalam kehidupannya. Dulu, Frea pernah menjadi sahabatnya ketika di bangku kuliah. Frea bahkan sempat mengungkapkan cinta padanya sebelum tau jika Dante dan Viola ternyata berpacaran.
“Kaka tau apa yang kamu rasakan Dante. Tapi seperti yang kaka tanyakan waktu itu, mau sampai kapan kamu menyendiri seperti ini? kamu bahkan tau sendiri, Viola pernah berpesan untuk kamu bisa menikah lagi jika kamu ingin. Viola sudah tenang, Dante. Sudah tidak kesakitan lagi. Mau sampai kapan seperti ini? apa kamu tidak kasihan pada Daanya? Dia juga butuh sosok seorang ibu yang bisa menjaga dan mendampinginya.” Celoteh Deliza.
/ / / / / /