Sienna sudah bangun lebih awal untuk berolahraga seperti biasanya dan membangunkan sahabatnya melalui telpon. Tapi sepertinya, setelah dirinya selesai berolahragapun, Aleta masih belum menjawab panggilan telponnya. Begitu pukul tujuh pagi, Sienna menelpon Arik untuk gantian membangunkannya juga. Tapi sepertinya lelaki itu juga masih terlelap dengan mimpinya.
Tok-tok-tok
Tiba-tiba seorang dari luar kamarnya mengetuk pintu untuk meminta izin pada Sienna untuk masuk ke dalam. Sienna yang sedang menempelkan ponselnya pada telinganya langsung berjalan dan membukakan pintu untuk seorang yang mengetuk pintu kamarnya. Tapi ia tak lepas untuk mencoba terus membangunkan Arik pada panggilan telponnya. Berharap lelaki itu segera bangun dan sedikit berolahraga seperti biasanya.
“Ya,” kata Sienna begitu membuka pintu untuk seseorang yang tadi mengetuknya.
Ternyata bi Isah yang mengetuk pintunya.
“Pagi Non,” sapa bi Isah begitu melihat sang majikan membukakan pintu untuknya.
Keringat masih mengucur dari tubuh Sienna karna baru saja selesai dengan olahraganya. Bahkan gadis itu belum mengganti bajunya karna masih harus mencoba membangunkan Arik, kekasihnya dan bergantian dengan Aleta, sahabatnya.
“Pagi, Bi.” Sienna tersenyum.
“Non, di bawah sudah disiapkan sarapan. Sarapannya mau dibawa ke atas apa Non mau turun ke bawah?” tanya bi Isah dengan ramah.
“Yang lainnya sudah di bawah atau gimana?” tanya Sienna balik masih sambil menempelkan ponselnya pada telinganya.
“Belum Non, hanya mas Belva yang sudah di bawah. Mas Belva baru selesai jogging keliling komplek soalnya.” Ujar bi Isah menjelaskan keadaan di lantai bawah.
“Nanti saya ke bawah aja Bi kalau sudah selesai mandi. Saya baru selesai olahraga soalnya.” Sienna tersenyum dan memegang ponselnya.
Mendial lagi nomor 3 sebagai nomor speed dial untuk kekasihnya. Kebetulan Arik memang lahir di tanggal 3, jadi nomor 3 adalah nomor yang pas untuk mengatur nomor speed dial untuk kekasihnya. Sedangkan nomor 1 Sienna menganturnya untuk Marini – mamahnya dan nomor 2 untuk papahnya – Abram.
“Baik Non, nanti saya siapkan kalau Non sudah di bawah.” Bi Isah langsung balik badan setelah mendengar jawaban Sienna dan juga berterimakasih karna sudah diberitahukan.
“Arik ke mana sih kamu, Yang?” gerutu Sienna sambil sedikit menggigit bibirnya.
Tak biasanya Arik mengabaikan panggilan telponnya jika sedang dibangunkan sepagi ini. Apa jangan-jangan tadi malam ia pergi ke club dan tak memberitahukannya. Batinnya malah jadi berfikir yang tidak-tidak, karna Arik tak kunjung menjawab sambungan telponnya.
“Ya Sayang,” ucap Arik pada sambungan telponnya yang baru saja terhubung.
“Switch ke video call,” titah Sienna dengan sedikit geram.
Arik langsung menurut.
“Maaf Sayang, tadi aku masih tidur, ngantuk banget. Ga denger kalo ada telpon dari kamu,” Arik mengucek matanya sambil memberikan alasan pada kekasihnya.
Ia berusaha tetap terjaga ketika melakukan sambungan video call dengan kekasihnya itu.
“Kamu ga habis pergi ke clubkan tadi malam?” tuduh Sienna langsung pada kekasihnya itu.
Arik tak langsung menjawab, Arik bahkan terlihat kebingungan menjawab pertanyaan kekasihnya.
“Ck ….” Sienna berdecak kesal pada jawaban yang Arik berikan.
Bahkan hanya dengan tatapan saja Sienna tau apa yang diperbuat kekasihnya itu tadi malam. Padahal Arik sudah berjanji langsung pulang ke rumah untuk beristirahat.
“Maaf Sayang. Aku ditelpon Zona pas aku mau balik ke apart. Ya karna aku ga enak aku langsung aja samperin dia ke sana.” Ucap Arik mengemukakan alasannya.
“Jangan banyak alasan. Aku ga suka alasan kamu yang itu,” Sienna memutar bola matanya jengah dan langsung mematikan sambungan video callnya dengan kekasihnya.
/ / / / / /
Setelah mematikan sambungan video callnya dengan Arik, Sienna langsung menelpon sahabatnya – Aleta. Tapi gadis itu juga tak kunjung menjawab telponnya. Entah ke mana si Ratu tidur yang satu itu. Padahal semalam Aleta sudah berjanji untuk bangun pagi-pagi dan akan ikut berangkat ke butik. Tapi sampai jam 8 pagi ini, Aleta masih belom menjawab telponnya.
Aleta adalah gadis yang terkenal sebagai orang yang suka terlambat jika bukan urusan tentang kuliahnya. Sejak dua hari yang lalu, Sienna memberitahukan tentang rencana keluarganya mengajaknya untuk ke butik memilih baju yang tepat untuk pesta pertunangan kaka sulungnya. Jika sudah menyangkut keluarga Sienna, Aleta akan berusaha keras mengorbankan apapun termasuk keluarganya sendiri. Mengingat hubungannya dengan papahnya sendiri saja sangatlah tidak baik. Maka ia menemukan keluarga lain yang tak lain adalah keluarga sahabatnya sendiri.
“Halo,” jawab Aleta dengan nada lemasnya.
“Lo baru bangun ya?” tanya Sienna begitu mendengar suara sahabatnya.
“Iya, sorry Na. Gw dari subuh mulai munt*h-munt*h lagi. Padahal tadinya udah tenang-tenang abis minum obat. Taunya malah begini lagi,” jelas Aleta.
“Tapi lo udah ga apa-apa kan?” tanya Sienna dengan nada cemasnya.
“Engga kok. Sekarang udah mendingan si. Jam berapa sih sekarang?” tanya Aleta.
“Jam 8. Lo yakin bisa ikut ke butik?” tanya Sienna dengan kepala yang sedang dipegangnya karna pusing memikirkan sahabatnya yang masih saja bilang jika dirinya tidak kenapa-kenapa.
“Iya, Sayang. Gw bisa kok. Abis ini gw langsung minum obat kok. Jadi lo tenang aja, gw ga bakalan kenapa-kenapa. Nanti Kakak Arik jadi jemput Aleta ga?” ujar gadis itu yang sengaja memanggil Arik dengan sebutan Kakak seperti anak kecil yang baru saja belajar membaca.
“Jadi, tapi jangan genit-genit ya lo!” ancam Sienna dengan nada dibuat ketus.
“Hahahah … takut amat Neng, kaya ga tau aja Aleta siapa aja.” Ujar Aleta sambil terkekeh dengan ucapannya.
“Iya ok-ok, gw percaya sama lo. Kalo lo berani macem-macem gw bilang bokap sama nyokap gw suruh pecat lo jadi anak angkatnya.” Ancam Sienna lagi kali ini membawa orang tuanya dalam kalimat ancamannya.
“Aduh-aduh, jangan begitu dong, Neng. Kok ancemannya ke papah Abram sama mamah Marini sih? Aleta nanti jadi sebatang kara, Na. Ga kasian emang?” katanya dengan nada suara yang sengaja dibuat sedih.
Sienna malah jadi tertawa mendengar ucapan sahabatnya itu.
“Ok, gw suruh Arik jemput lo jam 9 ya.” Sienna kini melihat jam tangan bertali rubber berwarna putih keluaran salah satu brand asal Amerika.
“Ok baik Kakak Sienna, terima kasih. Muuuuaacchhhh ….” Ujarnya seolah sedang mencium sahabatnya itu.
“Udah ah, see you ….” Sienna tertawa kecil dan mematikan sambungan telponnya dengan Aleta.
/ / / / / /
Dante dan Daanya sedang bermain di taman bermain yang ada di salah satu lantai di apartemennya. Dante juga rencananya ingin mengajak Daanya untuk berenang jika anak itu menginginkannya. Lelaki itu ingin menghabiskan waktu bersama dengan putri tunggalnya dan mengajaknya untuk menginap di apartemennya. Sudah lama Dante tak memiliki waktu berdua saja dengan putrinya. Dante meminta izin pada Deliza, kakanya untuk mengajak gadis kecil itu untuk bersamanya akhir pekan ini. Karna hanya dengan Daanyalah ia akan hidup nantinya. Tidak akan ada yang lain, walaupun selama ini Daanya tau jika dirinya adalah papinya. Tapi tetap saja ia juga memanggil Chris yaitu kaka iparnya dengan sebutan ayah.
“Daanya, sini Sayang.” Panggil Dante yang kini sedang mengaduk-aduk jus buah yang ia taruh tumbler.
Ia ingin memberikan pada Daanya di sebuah gelas berbahan plastik yang sudah ia siapkan untuk anaknya itu. Daanya lalu menghampirinya dan duduk di kursi sebelah Dante.
“Papi, enyak ….” Seru Daanya ketika Dante memberikan segelas jus buah itu kepadanya dan mengacungkan jempol padanya.
“Enak? Iya dong, siapa dulu yang buat. Papi ….” Ucapnya dengan rasa bangga di depan anaknya sambil tersenyum.
“Papi, Daanya mau lenang. Hayuk, lenang ….” Daanya kini turun dari kursinya dan menarik tangannya untuk mengajaknya turun ke kolam renang yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.
“Renang? Nanti ya Sayang, Daanya harus ganti baju dulu. Sebentar papi ambilkan baju renang. Trus kita ganti baju ya.” Kata Dante dengan penuh kesabaran sambil mencari-cari baju renang yang sudah ia taruh di dalam tas olahraganya.
“Sekalang Papi, sekalang ….” Ujar anak itu tidak sabaran lalu menarik-narik tangan lelaki tampan namun bertato itu.
“Nah, ini dia. Yuk, Daanya ganti baju dulu ya.” Katanya dengan penuh sayang setelah ia menemukan baju renang two pieces dengan perpaduan warna pink dan kuning yang membuatnya semakin terlihat gemas nantinya.
Dante langsung membawa Daanya ke kamar ganti yang letaknya tak jauh dari kolam renang yang berada tak jauh dari mereka duduk. Kolam renang itu memang berada satu lantai dengan taman bermain. Setelah puas bermain ayunan, Daanya kemudian mengajaknya untuk berpindah ke kolam renang. Setiap kali melihat kolam renang, Daanya pasti akan langsung mengajaknya untuk turun ke dalam. Gadis kecil itu sangat menyukai olahraga air terutama berenang. Untung Dante sudah mempersiapkan rekreasinya dadakannya itu. Kalau tidak ia pasti akan kebingungan sendiri.
/ / / / / /
[Tolong jemput Aleta di apartnya jam 9 ya, aku tunggu kalian di rumah.]
Pesan singkat itu langsung Sienna kirimkan pada Arik. Walaupun sedang marah pada lelaki itu, tapi Sienna harus selalu terlihat professional di depan orang lain. Biasanya mereka akan terlihat baik-baik saja di depan orang lain dan akan menyembunyikannya. Setelahnya mereka akan bicara berdua tentang apa yang sedang terjadi. Mereka betul-betul pintar untuk membuat hubungan mereka terlihat baik-baik saja agar tak akan ada orang ketiga yang dapat membuat mereka semakin salah faham dan ikut campur dengan urusan mereka.
Setelah mengirimkan pesan singkat itu, Sienna kemudian meletakkan ponselnya dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya. Bibi sudah menyiapkan aneka masakan di sana. Untuk menu sarapan keluarga Shailendra biasanya akan menginginkan yang berbeda-beda. Sienna, Sierra dan juga mamah Marini tidak terbiasa dengan langsung makan-makanan berat. Mungkin karna mereka takut merubah bentuk badan mereka jadilah mereka akhirnya menjaga asupan makanan yang mereka makan setiap harinya.
Sierra malah lebih memperhatikan penampilannya, setiap pagi ia hanya bisa meminum smooties buah dengan campuran oatmeal sebagai sarapannya. Sedangkan Sienna dan Marini lebih suka dengan roti gandum dengan madu terkadang pancake dengan topping buah yang mereka suka. Kalau para pria, mereka akan makan apapun yang disediakan bibi di meja makan mereka dan akan memakannya dengan lahap. Tapi mereka berdua harus makan nasi merah yang porsinya juga sudah diatur untuk kesehatan mereka.
Dering suara telpon langsung terdengar begitu Sienna meletakkan ponselnya di sebelahnya. Sienna langsung mengambil gelas yang sudah diisikan air putih untuk ia minum sebelum menjawab telpon yang sedang berdering. Ia tau, pasti Arik akan langsung menelponnya ketika ia punya celah untuk bisa mendengar suara kekasihnya itu.
“Ya,” jawabnya singkat.
“Sayang masih marah ya? aku minta maaf ya.” Arik masih berusaha untuk meminta maaf pada kekasihnya.
“Aku ga kenapa-napa. Kamu tenang aja,” Sienna berusaha untuk setenang mungkin menjawab pertanyaan dari kekasihnya.
Bukan apa-apa, sedang ada Belva, adiknya yang duduk tak jauh dari tempatnya sedang bersandar sambil mengunyah makanannya lagi.
“Jangan lupa jemput Aleta ya. Aku sudah membangunkannya tadi. Mungkin sekarang ia sedang bersiap untuk kamu jemput.” Sienna langsung mengalihkan pembicaraannya.
“Iya Sayang, aku sudah siap mau berangkat. Kamu lagi sama orang lain ya di sana mangkanya kamu ga mau jawab aku?” Arik langsung menarik kesimpulan di akhir kalimatnya.
“Iya.” Sienna menjawab hanya dengan 3 huruf itu.
“Ok deh, nanti kita ngomong lagi. Kamu makan dulu aja, nanti kita ketemu ya. Love you, Sayang.” Arik mengutarakan perasaannya di akhir kalimat yang dia ucapkan.
Lelaki itu juga terdengar seperti sedang merasa bersalah. Ya jelas saja, jika Sienna sudah sampai marah, mau tak mau lelaki itu harus meminta maaf padanya.
“Love you too,” Sienna langsung mematikan sambungan telponnya.
Walaupun sedang marah, jika salah satu dari mereka mengucapkan kalimat sayang, mereka pasti akan tetap menjawabnya.
/ / / / / /