“Aku tidak akan membebaskan Ibu dan Mbaknya,” kata Mas Naren dengan helaan napas kasar, dia menggebu-gebu marah pada Mas Fikram. Aku jadi bingung bagaimana menenangkannya. Lalu keluar lah Ummi dari arah dapur. “Ummi kaget juga. Kamu minum dulu,” kata Ummi memberikan air putih untuk Mas Naren. “Kamu tidak perlu emosi begitu, dia sedang mabuk. Dia memang lagi gila.” “Andai keluarga istrinya tidak datang untuk menahanku. Kemungkinan aku sudah membuat tangannya patah.” Mas Naren menghela napas kasar. “Nak, yang sabar. Kamu tidak boleh seperti ini.” Ummi melanjutkan. “Benar kata Ummi, yang kamu ladeni itu orang mabuk dan tidak waras, Mas.” Aku melanjutkan. “Kamu masih cinta padanya?” tanya Mas Naren. Kenapa pertanyaan itu tiba-tiba muncul? “Kenapa kamu bertanya? Tidak mungkin aku mencinta

