Aludra berjalan tergesa-gesa saat jam di tangannya menunjukkan pukul 08.45. Gadis berambut ikal yang di kuncir kuda tersebut berdiri di halte bus dengan gelisah. Gadis itu bangun kesiangan, terlalu lelah karena harus menunggu mamanya yang koma di rumah sakit. Apalagi sebelum ke rumah sakit, ia harus menjemput kekasihnya, Jivar yang dalam keadaan mabuk dari klub malam . Ia menghela napas pelan. Sudah enam tahun, namun mamanya masih tak mau membuka mata.
Sejak kecelakaan yang menimpa mama dan menewaskan papanya, Aludra harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya, juga biaya rumah sakit yang semakin mahal. Apalagi, papanya memiliki hutang pada bank yang mengharuskannya untuk melunasinya. Hutangnya juga menumpuk. Gaji sebagai dokter hewan memang lumayan besar, namun hutangnya lebih besar lagi.
Tin … tin …
Suara klakson menyadarkan Aludra dari lamunannya. Terkejut melihat Danendra membuka jendela mobil yang berhenti di pinggiran jalan. Aludra tak mampu menahan kekagumannya, menatap Audi R8 hitam yang mengkilat itu berhenti tepat di depannya.
"Masuklah." Suara berat Danen membuat Aludra takut dengan pria tampan itu. Ya, siapa sih yang terlalu buta untuk menolak mengakui kesempurnaan tampang pria itu.
Danen tersenyum miring dengan kekaguman yang tampak jelas di wajah mungil itu. Pesonanya jelas melakukan tugasnya dengan sangat baik. Memikat siapa pun yang ia inginkan.
“Tidak apa-apa, Tuan.”
“Kita searah.”
Aludra terdiam. Teringat pertemuan yang dikatakan oleh dokter Faris dua hari yang lalu.
“Ada yang harus kubicarakan denganmu,” kata Danen lagi. Kali ini bernada perintah.
Aludra pun tak punya pilihan selain menurut mendengar nada bicara Danen yang menajam. Tidak ingin dibantah.
Keheningan terjadi dalam mobil tersebut. Danen fokus dengan kemudinya sedangkan Aludra tertunduk dengan gugup. Menunggu dengan was-was pembicaraan apa yang akan dibahas oleh Danen bersamanya. Aura Danen benar benar membuat setiap orang di sekelilingnya menjadi ciut. Aludra tak pernah mengetahui tentang Danen. Namun, desas desus yang beredar di klinik, bahwa pria pecinta hewan buas itu memang tak tersentuh. Tak pernah ada kabar yang melihatnya dengan perempuan. Banyak yang mengatakan bahwa pria tampan nan gagah itu seorang gay. Kenapa pula pria itu menyia-nyiakan ketampanannya.
Saat Audi R8 Danen berhenti di depan cafe, Aludra menatap dengan bingung. Ia sudah terlambat, juga belum minta izin pada Dokter Faris.
"Tu… " .
Ucapan Aludra berhenti saat Danen keluar dari mobil tanpa menoleh padanya. Sebenarnya ada apa ini? Apa Aludra ada salah? Aludra tak ingin membuat masalah dengan orang-orang kaya seperti Danen, ia tahu akibat jika berurusan dengan orang kaya seperti Danen. Kecuali Jivar, kekasihnya itu benar-benar berbeda dengan orang kaya lainnya. Jivar orang yang sangat ramah dan perhatian padanya. Ketukan pintu menyadarkan Aludra dari lamunannya.
" Keluar! "
Dengan segera Aludra keluar dari mobil. Sampai membuatnya terbentur bagian atas mobil tersebut. Danen hanya melihatnya dengan datar. Dengan malu Aludra mengusap kepalanya yang sakit itu. ‘Benar-benar ceroboh,’ batin Danen.
Aludra duduk dengan kegelisahan yang tampak di wajahnya. Gadis itu tak sadar jika ia seperti buku yang terbuka di depan Danen. Sangat muda dibaca semua gerak geriknya karena tertulis sangat jelas di wajah cantiknya. Deheman Danen membuat Aludra menatap wajah tampan pria itu dengan dahi yang berkerut.
“Aku sudah memberitahu Faris tentang pertemuan ini. Jadi kau tak usah gusar.” Ucapan Danen segera melenyapkan kegusaran Aludr, walaupun tetap masih begitu was-was. Gadis dengan hidung mancung namun kecil itu menghela nafas penuh kelegaan. Ia memperhatikan Danen yang meminum kopinya dengan tenang.
“Kau tahu tentang rencana kepindahan Faris ke Singapore awal bulan depan, kan?”
Aludra mengangguk.
“Faris bercerita banyak tentangmu. Sedikit menarik perhatianku.”
Aludra terdiam. Tubuhnya menegang, tak yakin dengan pembicaraan macam apa yang dibicarakan dokter Faris dengan pria di depannya.
“Dan aku punya beberapa tawaran untukmu. Faris mengatakan kalau kau orang yang paling cocok untuk menggantikannya sebagai dokter pribadi hewan-hewanku."
Aludra membeku. Matanya berkedip, satu kali, dua kali dan mengulang tawaran Danen baru saja. “Kenapa saya?”
Danen terdiam, tampak berpikir sejenak sebelum mengedikkan bahunya. “Karena kau kepercayaan Faris?”
Aludra tak mengharapkan jawaban sesingkat itu. Ya, menjadi pengganti dokter Faris untuk mengurus ‘kebun binatang’ seorang Danendra Gunadhya sudah tentu adalah hal luar biasa.
Tapi tentu saja ia tak suka jika harus menjadi bayang-bayang dokter Faris. Bakat dan kualitas dirinya sebagai dokter hewan hingga menjadi asisten seorang Faris Mahendra tak butuh sedikit perjuangan. Ia bahkan pernah bermandikan kotoran gajah untuk membantu gajah yang tengah mengalami sembelit. Tak hanya itu, ia pun rela jatuh ke kolam lumpur penuh kotoran babi demi menyelamatkan kura-kura yang tersesat. Oh, jangan lupakan burung unta yang mematuk kepalanya. Yang membuatnya harus dirawat di rumah selama seminggu. Membuatnya nyaris mengalami gegar otak. Dan dengan mudahnya pria tampan nan tak tersentuh ini menawarinya sebuah pekerjaan, karena atasannya.
“Anda bahkan belum pernah melihat kinerja saya dengan lebih baik.”
“Faris merekomendasikanmu. Tentu ada alasannya, kan?”
Ujung bibir Aludra berkedut tak nyaman. Tentu saja. “Lalu bagaimana dengan Anda? Apakah Anda memercayai saya?”
Danen terdiam sejenak. Menatap lurus kedua mata Aludra dengen remeh. Hanya karena menjadi asisten Faris, apakah perempuan itu pikir bisa mendapatkan kepercayaanku semudah itu, huh? Sungguh perempuan yang arogan. “Apa aku membutuhkan itu?”
“Sepertinya tidak.” Aludra menggeleng pelan. “Karena saya menolak tawaran Anda.” Aludra menarik melengkung kedua sudut bibirnya ke atas dengan enggan. Kemudian berdiri dan hendak berjalan pergi.
“Berapa yang kau inginkan?” dengus Danen.
Aludra berhenti. Menoleh ke arah Danen yang menatapnya angkuh. Kenapa dokter sebaik dokter Faris memiliki klien VVIP pria seperti ini. Kekaguman dan keterpesonaannya ketika ia memasuki hutan buatan seorang Danendra Gunadhya dalam sekejam lenyap seketika. Pria ini jelas-jelas menghargai peliharaannya lebih tinggi ketimbang manusia. Tanpa menjawab, Aludra melanjutkan langkahnya.
Danen menyeringai. ‘Siapa dia berani menolak tawaranku?’