Bagian 3

1228 Kata
"sayang, ayo kita pulang," ajak Sesil ke Fahri. Fahri tersadar dari lamunan dan segera pergi. Alya maafin aku telah meninggalkanmu, walau aku sudah berjanji tidak akan meninggalkan, tetapi ada tanggung jawab yang lebih besar yang harus ku pikul. Semoga kamu bisa memahaminya, monolog hati Fahri. Sampai sekarang Fahri belum menjelaskan alasan yang sebenarnya , hingga pada pertemuan tadi Fahri menyadari ada yang berbeda dengan Alya. Alya seperti ketakutan saat melihatnya. Mungkin terlalu cape, begitu pikirnya. "Sayang, kita mampir beli hadiah dulu ya buat mama, hari ini ulang tahun mama," ajak Sesil dengan senyum menawannya. "Hmm,, " jawab Fahri dengan senyum terpaksa. Fahri memang terpaksa menjalani perjodohan ini tapi ia tidak akan menjadi pengecut, ia tetap akan memperlakukan Sesil dengan baik sebagai calon istrinya. *** Sesil merasa sangat bahagia bisa jalan berdua dengan orang yang ia sayangi. Iajatuh cinta sejak pertemuan pertama, saat Fahri datang ke rumah meminta bantuan ke papah untuk membantu perusahaannya yang mau bangkrut. Papah Sesil menyetujui permintaannya dengan syarat Fahri mau menikahi putrinya. Kaget itu yang dirasa, dia meminta waktu satu minggu untuk memikirkannya. Belum sampai satu Minggu kondisi perusahaan yang Fahri pimpin semakin buruk. Ibu dan ayahnya memohon untuk menerima persyaratan dari pak Brata. Dengan berat hati Fahri menerima persyaratan dari pak Brata demi keluarga dan para karyawan yang bergantung kepadanya. Walaupun hubungannya dengan Alya harus ia korbankan. Keputusan Fahri menerima perjodohan itu membuat hati Sesil berbunga-bunga. Bisa menghabiskan sisa hidup bersama dengan pujaan hati, tanpa ia tau akan ada banyak hati yang terluka. Katakan saja ia egois, hanya memikirkan tentang kebahagiaannya. *** "Al, kamu sudah sadar? Mana yang sakit sayang," tanya, Bu Nina. Alya mengerjapkan mata, semua serba putih ditambah dengan bau obat yang sangat menyengat. Ah... Aku pasti ada di rumah sakit. Desah Alya. "Al, mau minum," tanya Bu Nina lagi "Iya Bu, kepala Alya pusing sekali." Flashback on "Makasih ya, Mit, udah anterin aku sampai rumah. Mampir dulu." "Sama-sama ,Al. lain kali aja deh aku mampirnya udah mau malam nih" "Oke deh, hati-hati di jalan ya cantik." "Siap komandan, istirahat gih muka kamu pucet banget." Alya hanya mengangguk dan bergegas keluar dari mobil. Mita melajukan mobilnya yang diiringi lambaian tangan Alya. Setelah mobil agak menjauh, Alya langsung masuk ke rumah. "Keluar mas, aku mohon, aku sudah tidak ingin berurusan denganmu lagi," ucap Bu Nina dengan diiringi tangisnya. "Nin, tolong beri aku waktu sebentar saja untuk menemui Alya." Alya masih mematung di depan pintu, tubuhnya kaku, rasa sesak nafas yang sudah hilang kembali datang. Keringat dingin mulai bercucuran. Alya mendengar semua obrolan ibu dan ayahnya. Ayah yang sudah hampir 8 tahun tidak pernah menemuinya kini ada di rumahnya. Brukkkk... Tiba-tiba saja Alya kehilangan kesadarannya. "Alyaa...." Teriak Bu Nina dan pak Reza bersamaan. "Al, bangun Al," Isak Bu Nina "Ayo, bawa ke rumah sakit segera, Alya seperti sesak nafas" Flashback off "Mau minum lagi, Al?" tanya Bu Nina "Sudah cukup Bu, terima kasi," ucapnya sambil tersenyum ke arah ibunya "Sebentar ya, ibu panggil dokter dulu." Alya hanya menganggukkan kepalanya. Alya menatap kesekitar ruangannya "tidak ada orang," gumam Alya. Tidak menunggu lama Bu Nina dan seorang dokter datang keruangan Alya. "Ada keluhan, Bu Alya?" Tanya dokter "Cuma sedikit pusing, Dok." "Coba saya periksa dulu ya." dokter pun mulai memeriksa. "Semuanya bagus bu, tadi saya melihat resume medisnya, Bu Alya. Tentang riwayatnya bu Alya tujuh tahun yang lalu, saya sarankan Bu Alya untuk konsultasi kembali dengan seorang psikolog." "Baik dok, tapi bolehkah saya sekarang pulang saja dok." "Boleh istirahat di rumah, nanti saya aturkan jadwal buat konsultasi dengan dokter psikolognya." "Baik dok" "Kalau begitu saya permisi dulu. Silahkan ibu sudah bisa mengurus administrasinya." lanjut dokter kepada Bu nina, "baik, terima kasih dok." "Al, Ibu urus administrasi dulu ya." "Iya Bu, maaf jadi merepotkan." "Tidak sayang, kamu tidak pernah merepotkan Ibu," ucap Bu Nina sambil mengusap kepala Alya. "Ya udah Ibu pergi dulu, kamu istirahat gih." Alya hanya mengangguk lemah. Psikolog oh psikolog, kenapa aku harus ketemu lagi. Aku baik-baik saja. Kata-kata itu selalu ia tanamkan dipikirannya untuk menghilangkan rasa sakit. Tapi nyatanya belum sepenuhnya bisa lepas dari luka masa lalu ditambah luka baru. Alya hanya takut kejadian masa lalunya terulang lagi. *** Hari yang sudah ditentukan untuk konsultasi dengan dokter psikolog telah tiba. Alya sudah mengantri untuk dipanggil. Banyak orang menilai orang yang datang ke psikolog adalah orang gila,itu keliru. Terkadang seseorang memiliki perasaan terpendam yang sulit diungkapkan, kebanyakan perasaan menyakitkan. Kalau terlalu lama dipendam bisa menjadikan bom waktu yang bisa membahayakan kondisi orang tersebut maupun orang disekelilingnya jika tidak diatasi dengan baik. Disinilah peran psikolog dibutuhkan untuk membantu para pasien mengontrol emosinya. "Bu Alya Anindya," panggil seorang suster menandakan sekarang giliran Alya yang berkonsultasi "Iya saya." "Silahkan masuk, Bu, duduk disebelah sini," kata suster Rina ramah kepada pasiennya yang dijawab anggukan. "Selamat siang Bu," sapa sang dokter tak kalah ramah dari perawatnya. Alya langsung mendongakkan wajahnya dan hendak menjawab ketika mendengar sapaan dari dokternya. kedua tatapan dua insan saling bertemu, beberapa detik keduanya saling terdiam memutar memori masing-masing tentang pikiran yang sama dikepala mereka. "Siang, Dok," jawab Alya dengan wajah menegang, dia seperti laki-laki itu. "Ibu Alya Anindya, sebelumnya perkenalkan saya dokter Fikar yang akan membantu ibu disini. Jangan sungkan, buatlah kondisi ibu senyaman mungkin, kemudian ceritakan semua yang memang ingin diceritakan. Perlahan saja ya Bu," kata Dokter Fikar diiringi dengan senyum hangatnya. "I..iya dok," jawab Alya dengan tergagap sambil melihat papan nama di meja kerja sang dokternya ZULFIKAR ABDILLAH. "Baiklah, bisa dimulai dari sekarang jika ibu sudah siap untuk bercerita" "Saya... Saya.. " kata Alya tersendat dengan tatapan kosong yang tertuju kepada Fikar. "Iyaa ibu,, silahkan dilanjutkan." "Maaf dok mungkin konsultasinya lain waktu saja, saya belum siap dok," kata Alya sambil beranjak pergi. Alya pergi dengan tergesa-gesa meninggalkan ruangan dokter Fikar. Alya memilih mendaratkan bokongnya di taman rumah sakit untuk berfikir sejenak. Fikar, Zulfikar Abdillah nama dokternya. Ya Alya memang tadi lupa mengecek siapa nama dokter psikolognya. Ya Alloh ada apa dengan kebetulan ini. Kenapa aku harus lari, belum tentu itu Fikar yang sama. Tapi wajahnya mirip. Aku tidak bisa kalau harus berkonsultasi dengannya. Alya terus mengusap kedua wajahnya menandakan ia cukup frustasi. "Mba Alya, assalamu'alaikum." "Wa'alaikumussalam wr.wb, eh Ayu" jawab Alya sambil cipika-cipiki. "Jadi beneran mba Alya, maa syaa Alloh tambah cantik. Lama ga ketemu, gimana kabarnya mba Alya?" "Alhamdulillah ayu, mba sehat. Kamu kemana aja yu? Ko jarang kelihatan?" Tanya Alya. Ayu salah satu teman Alya di kajian mingguan di daerah mereka. Mereka memang sudah lama tidak bertemu karena ayu melanjutkan studinya di luar kota. "Ah iya mba, aku melanjutkan studiku di kota XX. Mba Alya lagi ngapain disini?" "Cek kesehatan biasa," jawab Alya sambil senyum terpaksa. "kalau kamu ngapain di sini?" "Ini aku mau menemui kakakku mba, disuruh nganter makan siang sama ibu. Padahal udah gede tapi masih aja dikirim bekal," gerutu ayu. Alya terkekeh mendengarnya, "ga boleh gitu sama orang tua dan kakakmu,ngomong-ngomong kakakmu kerja di sini?" "Iya kak, jadi dokter..." Drrrrtdrrrtt suara hp ayu "Eh bentar ya kak, ibu. Assalamu'alaikum Bu" "......" "yaa ini udah sampai rumah sakit" "....." "Ya ya ibu,sayangku. Kalau gitu Ayu tutup dulu assalamu'alaikum" "Huh,, ga sabaran banget si ini emak aku" "Ya sudah sana kamu anter dulu tuh makanan ke kakakmu, kajian besok kamu bisa datang lagi kan?" "Insyaa Alloh mba, ya sudah kalau begitu aku pamit dulu ya mba, oh ya nomorku belum ganti ya mba, assalamu'alaikum" "Sippp, mba juga mau pulang nih, wa'alaikumussalam wr.wb." mereka cipika cipiki lagi sebagai salam perpisahan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN