Bagian 4

1450 Kata
*Zulfikar POV Zulfikar Abdillah diberkahi banyak keberuntungan sejak kecil. Lahir dari keluarga berada, utuh dan saling menyayangi. Memiliki seorang adik yang cantik juga sangat menyayanginya bernama Ayu Abdillah. Dimudahkan dalam segala urusannya berkat segala fasilitas yang dimilikinya. Diusianya yang 27 tahun Zulfikar atau biasa dipanggil Fikar sudah menjadi seorang dokter psikolog ternama. Pembawaannya yang ramah, berwibawa, dan tatapan yang selalu meneduhkan membuat para pasien nyaman berkonsultasi dengannya. Tidak heran jika hampir setiap hari banyak pasien yang mengantri di poli kejiwaan. Fikar bekerja di rumah sakit milik keluarganya, walau begitu segala perlakuan dan fasilitas yang didapatkan sama seperti dokter-dokter lainnya. Hingga suatu hari ada seorang pasien yang mengingatkan tentang seseorang dari masa lalunya. "Masih berapa pasien lagi, sus?" Tanya Fikar kepada suster Rina selaku asistennya "Ini yang terakhir, dok." "Alhamdulillah, ya sudah langsung kamu panggilkan pasiennya ya" "Baik, dok." dipanggilkannya pasien terakhir oleh suster Rina "Silahkan masuk Bu, duduk dulu di sebelah sini," kata suster Rina ramah kepada pasiennya yang dijawab anggukan kepala oleh pasiennya. Menjadi seorang psikolog memang dituntut memiliki kesabaran yang ekstra untuk bisa membantu para pasiennya mengatasi masalahnya. Tidak sedikit pasien yang datang bingung dalam menceritakan masalah yang dihadapinya, mungkin karena terlalu lama memendamnya dan berakhir seperti bom waktu yang lebih membahayakan kondisi psikis pasien. Disinilah peran para psikolog ataupun psikiater dibutuhkan. "Dok, pasiennya sudah berada ditempat konsultasinya." "Oke, terima kasih," yang dijawabi anggukan oleh suster Rina undur diri. "Selamat siang, Bu,"sapa dokter Fikar ramah kepada pasiennya. Alya langsung mendongakkan wajahnya dan hendak menjawab ketika mendengar sapaan dari dokternya. kedua tatapan dua insan saling bertemu, beberapa detik keduanya saling terdiam memutar memori masing-masing tentang pikiran yang sama dikepala mereka. "Dia seperti wanita itu," batin Fikar "Siang,dok" jawab Alya memudarkan lamunan dokter fikar yang dibalas senyuman hangat dari dokternya. "Ibu Alya Anindya, sebelumnya perkenalkan saya dokter Fikar yang akan membantu ibu disini, jangan sungkan, buatlah kondisi ibu senyaman mungkin, kemudian ceritakan semua yang memang ibu ingin ceritakan. Perlahan saja ya, Bu," kata dokter Fikar diiringi dengan senyum hangatnya "I..iya dok" "Baiklah, bisa dimulai dari sekarang jika ibu sudah siap untuk bercerita." "Saya... Saya.. " kata Alya tersendat dengan tatapan kosong yang tertuju kepada Fikar. "Iya ibu, silahkan dilanjutkan." "Maaf dok, mungkin konsultasinya lain waktu saja, saya belum siap, dok." Kata Alya sambil beranjak pergi. Alya pergi dengan tergesa-gesa meninggalkan ruangan dokter Fikar. "Ada apa dengan wanita itu, kenapa malah kabur padahal sesi konseling belum dimulai sama sekali." Fikar menggeleng-gelengkan kepala merasa aneh dengan pasiennya. Dibacanya lagi resume medis yang ada didepannya, "Alya Anindya, usia 25 tahun, karyawan swasta" "Alya Anindya, namanya tidak asing" Batin Fikar "Sayang," panggil seorang wanita cantik, tubuh semampai, rambut lurus hitam, yang tampil elegan. "Wa'alaikumussalam wr.wb" jawab Fikar dengan sedikit menyindir. "Maaf lupa" Jawab wanita bernama Helen dengan terkekeh. Helen dan Fikar sudah bertunangan hampir 3 bulan, dan bulan depan adalah rencana pernikahan mereka. Helen merupakan anak dari teman orang tua fikar. Mereka bertunangan pun atas dasar perjodohan. Fikar yang terbilang pria ramah dan tampan, bisa dipastikan sudah banyak yang mengantri untuk menjadi kekasihnya. Namun sayang, ia lebih senang menjadi jomblo sejati. Atas dasar itu orang tua fikar merasa khawatir anaknya mengalami kelainan seksual, sehingga dijodohkanlah Fikar dengan anak salah satu teman bisnis orang tuanya. Awalnya Fikar menolak perjodohan tersebut tapi karena paksaan dari ibunya, akhirnya ia mau menjalani perjodohan tersebut. Fikar yang cukup agamis merasa risih dengan sikap Helen yang mudah mengatakan kata sayang kepada laki-laki yang belum halal. Penampilannya yang masih sering memakai pakaian terbuka. "Apa yang membawamu kemari, Helen?" "Makan siang bareng yuk, kita tidak pernah makan bersama kan." "Maaf Helen, aku tidak bisa. Masih ada beberapa pekerjaan yang harus ku selesaikan. Lagipula kita belum bisa berduaan karena kita belum boleh." Helen merasa jengkel dengan sikap Fikar yang sering menolaknya, tapi ia pantang menyerah demi bisa menjadi istri dari Zulfikar Abdillah anak sang konglomerat. Siapa yang tahu ada udang dibalik batu. Mungkin peribahasa itu cocok untuk Helen. "Ayolah Fikar kali ini aja, mau makan siang bareng aku ya. Di kantin rumah sakit juga engga papa kok," bujuk Helen pantang menyerah "Helen, sudah ku bilang..." "Kamu boleh ajak suster Rina kalau begitu, ya ya pliisss kali ini aja ya makan siang bareng aku." "Hmmm,,, ya sudah kalau begitu," ucap Fikar pasrah. "Begitu dong, sekali-kali bikin aku seneng," ucap Helen gembira sambil berdiri mau memeluk Fikar. "Stop, jangan sampai melewati batasmu Helen." "Ah, iya maaf maaf lupa." Fikar hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak habis pikir dengan pemikiran orang tuanya tentang calon istrinya ini. "Ayo sus siap-siap," ajak Fikar. "Baik, dok." suster Rina merasa tak enak dengan Helen karena akan menjadi obat nyamuk. Tapi ia pikir lebih baik menjadi obat nyamuk daripada harus dimarahi oleh bossnya. "Ayo," ucap Helen. Huhhh.. kalau bukan demi uang mana rela aku mohon-mohon begini sama laki-laki sok alim itu. batin Helen. Ya Helen memang mengincar harta dari Fikar. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju kantin rumah sakit. Ketika melewati taman rumah sakit Fikar tiba-tiba berhenti matanya mengarah pada sosok wanita yang duduk di bangku taman. Rina dan Helen ikut berhenti dan pandangan mereka sama dengan Fikar."loh itu kan pasien terakhir kita, dok," ucap Rina reflek. "Siapa, sus?" tanya Helen penasaran. "Pasien kita mba, pas mau konsultasi malah kabur tuh orang, eh malah duduk di taman, aneh." ucap Rina. "Udah ayo jalan lagi ke kantin," ucap Fikar menengahi. Mereka melanjutkan perjalanan mereka ke kantin yang sudah dekat. Alya Anindya nama itu terngiang-ngiang di kepala Fikar. Astaghfirullah ucap Fikar. Apa benar itu dia, kalau iya kenapa dia kabur pas melihatku. Apa ia tidak mengingatku lagi, tanyanya dalam hati penasaran. Tapi ada yang lebih membuat Fikar penasaran kenapa sampai Alya harus ke psikolog. Pertanyaan-pertanyaan itu akan ia tanyakan ketika mereka bertemu kembali. Ya Alloh beri hamba kesempatan untuk bertemu lagi dengan Alya. Doa fikar dalam hati. *** "Ayo, Rin kembali ke ruangan, sudah selesai kan makannya." kata dokter Fikar "Iya sudah, dok." "Loh,,loh,, tunggu dulu dong sayang, masa mau langsung pergi aja sih, aku kan juga ingin ngobrol dulu sama kamu," Rajuk Helen "Aku sudah selesai makannya, masih banyak kerjaan juga. Assalamu'alaikum," ucap Fikar sambil beranjak pergi "Wa'alaikumussalam." Helen merasa sangat sebal. Rina yang melihat bossnya udah pergi buru-buru menyusul Fikar, "kalau begitu saya juga pamit dulu mba Helen. Assalamu'alaikum" "Yaa, wa'alaikumussalam. Dasar menyebalkan semuanya," umpat Helen. Kamu harus sabar helen. Drrrrt...drrrt... Hp Helen bergetar "Ya Hallo sayang, aku masih di rumah sakit nih." "......" "Iya aku langsung ke situ aja, sebel banget tau aku disini." "......" "Oke sayang, tunggu aku" Wajah Helen seketika ceria kembali, ia langsung pergi ketempat tujuannya. *** "Kak Fikar," panggil ayu yang melihat kakaknya lewat dari arah kantin dan langsung menghampirinya. "Ayu." "Assalamu'alaikum, Kak," ucap ayu sambil cium tangan Fikar "Wa'alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh, adik kakak yang cantik ini lagi ngapain di sini?" Tanya Fikar. "Nih disuruh mama buat nganterin makan siang, katanya takut anaknya yang ganteng kelaparan," ucap ayu dengan nada ngeledek. "Manisnya adikku ini, makasih ya udah mau anterin makan siangnya," ucap Fikar lembut sambil mengusap kepala ayu. Pemandangan ini tak luput dari penglihatan suster Rina yang masih ada di sebelah dokter Fikar, "so sweet, andai dokter Fikar suamiku" monolog hati Rina. "Tapi kakak baru aja selesai makan." Ayu yang barusan mendengar kata-kata Fikar langsung membelalakkan matanya "huh, sia-sia dong." "Hehe,, kamu sendiri udah makan belum, dek?" "Belum," jawab ayu ketus "Ya udah yuk makan dulu bekalnya di ruangan, kakak" ajak Fikar lembut ke adiknya. Ayu yang merasa kesal tetap saja mengikuti kakaknya keruangannya, dan memakan bekal yang dibawa dengan lahap daripada mubazir begitu katanya. Fikar yang melihat tingkah ayu adiknya hanya bisa tersenyum dan geleng-geleng kepala. Ayu dan fikar terpaut usia 7 tahun, jarak yang lumayan lama memang. Walau Alya sering ngambekan dengan kakaknya ini tapi pada dasarnya ayu sangat menyayangi kakaknya, begitupun sebaliknya. "Alhamdulillah, kenyang," ucap ayu, "Kakak masih banyak pasien?" Tanya ayu "Nanti tinggal visit pasien rawat inap aja Dek, kenapa?" Fikar sudah paham kalau Alya bertanya seperti ini pasti dia ada maunya "Eumm, engga papa cuma mau memastikan aja." "Memastikan?" "Ya itu kakak pulangnya ga kemalaman" "Terus?" tanya Fikar memastikan juga sambil menahan tawa. "Ya, ga terus-terus." jawab ayu sambil mulai jengah. "Kakak usahain pulang cepet, nanti kita jalan-jalan" ucap Fikar kemudian. "Serius, kak?" Ucap ayu girang, Fikar hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum "Yeyy,, jalan-jalan, kalau begitu ayu pamit pulang dulu, biar kak Fikar cepet beresin kerjaannya, ini tempat makannya biar dibawa pulang sekalian. Assalamu'alaikum, Kak Fikar," ucap Ayu sambil cium tangan kakaknya. "Wa'alaikumussalam wr.wb." ucap Fikar sambil tertawa. Emang ayu begitu, dia salah satu tipe orang yang sungkan mengutarakan keinginannya. Karena takut menganggu waktu kakaknya. Ia suka bertanya muter-muter dahulu. Untung kakaknya psikolog jadi langsung paham dengan apa yang dimau adiknya. "Ayu-ayu,, kamu masih belum berubah juga ya Dek, padahal udah sering Kaka nasehatin," ucap Fikar sambil geleng-geleng kepala dan tersenyum melihat tingkah adiknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN