Kasmaran

1707 Kata
Gelak tawa yang terdengar dari teman-temannya membuat Clarissa melirik mereka. Saat ia menoleh, mengerti Ellen dan Yura menyadari hal itu. "Kenapa, Sa?" Tanya Yura. Clarissa terkekeh pelan, "Engga apa-apa." Sambil menggelengkan kepala nya. "Si Rissa kenapa, Ra?" Kata Ellen UNTUK Yura, suara yang tak dikecilkan volume-nya membuat Clarissa mendengarkan dengan jelas. Yura berdecak sebal, "Lo mau nanya nya kenceng gitu mending ke orangnya langsung." “Emang kenapa kalau sama lo? Gue engga enak sama Rissa kalau nanya langsung. ” Lagi-lagi suara Ellen masih sangat sama, belum lagi sambil berbicara ia diam-diam melirik Clarissa. “Len, kalau gitu ya tetep aja Clarissa denger. Kalau mau tanya sama gue dan sifatnya privasi ya lo pelan-pelan dong! ” Yura mengatakan itu dengan nyaring, dari nada bicara itu benar-benar terlihat kesal. "Gue engga kenapa-kenapa." Kata Clarissa meredakan di antara Yura dan Ellen. Yura hanya melirik sekilas, ia tidak menjawab apa-apa lagi perihal Clarissa. Yura benar-benar kesal pada Clarissa, sudah menyetujui keputusan kali ini tetap sama tapi sikapnya tidak berubah. Ia jadi kesal sendiri, sudah peduli tapi diabaikan oleh Clarissa. Tak lama kemudian, ponsel Clarissa bergetar. Begitupun ponsel milik teman-teman yang bisa diambil data selulernya. Pesan yang diterima dari grup angkatan di kampusnya. Decakan demi decakan juga membantu terdengar di kelas Clarissa setelah pesan itu sampai. "Ya Tuhan .. cobaan ditambahkan ini." Kata salah seorang teman Clarissa. "Sa, apakah Dokter Refran udah pulang ya?" Kata Abdi yang tiba-tiba menepuk bahu dari belakang. Clarissa terdiam berhenti, ia juga bertanya-tanya soal itu. Tapi, ia juga mempertanyakan mengapa Abdi bertanya pada diri-nya. "Engga tahu, Di." Kata Clarissa sambil menggelengkan kepala nya. Pesan yang dikirim oleh bagian akademik di Kampusnya, dikirim jika bukan info mengenai persiapan menuju lapangan. Yang membuat mereka terbebani bukan karena ujian lisan, tetapi Dosen penguji nya. mereka sudah berfikir bagaimana Dokter Refran kompilasi bertanya, dan bagaimana mengungkapkan kompilasi yang telah dijawab. Benar-benar membuat stres. "Kita punya tiga hari." Kata Clarissa entah berbicara pada siapa. "Lumayan." Yura menimpali. “Sedikit lah, Ra. Dengan waktu dan materi sebanyak ini. ” Clarissa tidak setuju dengan jawaban Clarissa. "Engga usah ngomong sama gue, gue lagi kesel sama lo." Yura menatap sekilas, lalu segera bangkit dari tempat duduknya. Clarissa mengerutkan dahi-nya, ia tak tahu apa yang terjadi pada Yura. Anak itu ikut bergabung dengan yang lain, Padahal Clarissa saja tidak tahu apa yang sudah dilakukannya di Yura. "Sa? Yura kenapa? ” Kata Ellen. "Engga tahu, lagi kesel kata nya sama gue." Jawab tanpa izin. Ellen mengangguk-anggukan kepala nya, lantas tak lagi banyak bertanya. Mungkin sekarang otak yang ada di kepala Ellen sedang mengerjakan, bukti nya sekarang sedang sibuk membaca buku catatannya. Soal Jefran sedikit hilang dari pikiran Clarissa, sekarang ia benar-benar mendorong dengan jadwal yang akan segera datang. Mau tidak mau Clarissa harus lebih dari esktra, ia tidak mau harus meminta uang pada Alisa untuk perbaikan karena tidak lulus. Kini ia memandangi foto yang ada di ponselnya, foto itu ia temukan di akun media sosial milik Jefran. Entah lah apa yang sedang merasuki diri Clarissa saat ini, mengapa bisa-bisa dia melakukan hal sebucin ini. Mengenai Jefran yang sedikit hilang dari pikirannya, kini malah menjadi penuh memenuhi isi kepala Clarissa. Sengaja ia membuka layar ponselnya, ia juga kini duduk di bangku paling belakang hanya untuk melihat foto Jefran. Drrtt ... Satu notifikasi muncul dari akun i********: nya, clarissa viewing nya. "Hah?" Ia tak percaya, hal yang ia temukan membuatnya membeku. Clarissa benar-benar tak percaya. @Eljefran mulai mengikuti Anda Clarissa mengecek nama itu berkali-kali, menyamakan asal foto yang ia dapatkan dengan akun itu. Dan hasilnya selalu sama. "Kok bisakah dia mengikuti gue?" Gumam nya pada diri sendiri. Apa Jefran menggunakan fitur khusus, agar tahu siapa yang sedang mengujungi profilnya. Kalau iya begitu, Clarissa enggan bertemu lagi dengan Jefran. Karena selama ini ia tidak tertarik pada Jefran, yang lain dari mahasiswi lain. Segera Clarissa menekan Bagian mengikuti , tak mungkin besarbesaran Menahan lama. Ia juga tak bisa bohong jika rasa senangnya jauh lebih besar dari rasa malunya. Tak lama kemudian, Bu Fina masuk ke dalam kelasnya. Membuat Clarissa segera memindahkan tempat ke tempat semula. "Ibu ke sini ingin memberi informasi tambahan." Kata Bu Fina dipindahkan. "Menurut silabus, materi yang kamu terima lagi, harus yang kamu dapatkan sebelum ujian lisan." "Yahhhh .." "Ih Bu ..." Banyak protes yang keluar dari mulut anak-anak yang ada di kelasnya. Bagaimana bisa diterima, materi yang sudah mereka terima saja sangat banyak. Lagi pula harus ditambah lagi. “Tenang. Lagi pula hanya satu materi lagi yang belum kalian dapat kan. ” Kata Bu Fina sulit membuat kelasnya semakin ramai. “Tapi Bu, mohon maaf. Satu bahan itu berdiri sendiri, Bu. Yang sudah kami terima, tentu saja, sudah ditambah. ” Kata salah seorang teman nya yang bernama Riko. “Anak-anak, materi ini memang sudah ada di silabus. Dan memang harus disampaikan, tidak bisa dihilangkan. ” Abdi mengangkat tangan, lalu ia berbicara setelah Bu Fina menatap nya. “Kami tidak meminta materi yang dihilangkan, karena mungkin sudah ada di silabus kata Ibu tadi. Tapi, kami meminta keringanan perihal materi ujian lisan. Karena maaf Bu, jujur kami menjawab dan takut hal ini membuat kelulusan ujian lisan kami terhambat. Selain untuk mengulangnya, perlu biaya tambahan, sedangkan kata lulus yang kami terima atas izin praktek kami di lapangan. Terima kasih, Bu. " Usai Abdi mengatakan hal itu, kelas Clarissa penuh dengan tepuk tangan. Menandakan mereka juga setuju pada sambutan Abdi. “Untuk materi yang dibutuhkan saat ujian, itu bukan tanggung jawab Kampus. Melainkan Dosen penguji nanti nanti yang berhak menentukan materi mana saja yang akan dibeli atau diujikan. ” Ucapan Bu Fina benar-benar membuat Mahasiswa di kelas ingin ingin menyudahi semua miliknya saja. Mana mungkin Dokter Refran akan meringankan materi, sebaliknya ia akan lebih mempersulit saja. “Baik, hanya itu yang akan menjadi Ibu sampaikan. Tunggu jam kuliah selesai, setelah ini kalian diizinkan pulang. ” Kata Bu Fina yang kini berjalan meninggalkan kelas. "Keajaiban yang membingungkan engga, Dokter Refran ngasih keringanan?" Kata Yura pada Ellen. "Engga ada yang menantang, Yura." Jawab Ellen seperti tak ada beban sama sekali. "Emang kita mau ngapain sih, Ra?" Yura menatap Ellen tak percaya, teman ini masih bertanya hal sejelas itu? "Len, sumpah ya otak lo engga ada isi nya beneran?" Kata Yura sambil mengusap wajah frustrasinya. "Ellen salah tambahan sih, Yura?" Kata Ellen dengan wajah penasarannya. Yura menggeleng cepat, "Udah-udah, jangan nanya sama gue." Ellen menghela napasnya, ia juga tak mengerti apa yang Yura katakan. Memang begitu keadaanya, Ellen juga tak bisa apa-apa. * "Heh!" Bahu Jefran dipukul cukup keras oleh seseorang di belakangnya. Jefran melonjak kaget, ia segera membalikkan ponselnya. “Kaget gue, kemenangan banget lo!” Selama lebih-tahun bersahabat dengan Jefran, tak pernah melihat senyumnya secerah ini. Tatapannya juga berbeda, belum lagi ia memergoki Jefran yang tersenyum-senyum sambil menatap layar ponselnya. “Ngapain lo senyumam-senyum depan hp?” Tanya nya curiga. "Stres ya lo, Jef?" Jefran malah malah tertawa, “Apaan sih, Gi? Engga jelas banget lo. Lagian ngapain lo ke sini? ” Gio menatap kaget, “Hah? Ngapain? Si Marsya tuh ngasih tahu kata yang dicariin sama Dokter Jefran di Kantin belakang. ” Rumah Sakit ini memang tidak menyatukan antara Rumah Sakit dengan para pasien atau pengunjung dalam hal konsumsi seperti Kantin. Itu sebabnya, Gio pasti menghampiri Jefran di Kantin belakang. "Oh iya gue lupa." Kata Jefran sambil menepuk dahi nya, tapi tak bisa dipungkiri bibir Jefran selalu tertarik membentuk senyuman. “Lo kenapa sih, Jef? Kasmaran lo? Sama siapa? " Kata Gio terus-menerus menyerang Jefran dengan pertanyaan. “Sama Suster Marsya ya lo? Pantesan dia tadi yang nyamperin gue ke kamar. ” Jefran langsung menepis ucapan Gio. “Heh sembarangan lo, kalau ada yang denger gimana? Laki-laki akan gosip nanti. ” “Lagian kenapa si? Si Marsya cantik, Jef. Perawat lagi, satu tempat kerjaan pula. Kurang apaan? " Gio berlaga paling hanya ada di Jefran saat ini. “Ngaca dong lo! Kalau dia engga ada yang kurang di mata lo, kenapa engga lo aja yang ngegebet dia? ” Jefran menyerang balik. “Engga ah, gue engga mau ngelangkahin elo.” Alibi Gio, setelah itu ia tertawa terbahak-bahak. "Basi lo!" Gio masih saja tertawa. Jefran hanya memandangi nya dengan wajah kesal. Tak lama kemudian, tawa Gio mereda dan ia kembali berbicara. "Ada apa lo manggil gue?" “Lusa ikut gue lagi ke Kampus. Karena ada bahan terakhir sebelum ujian. " Kata Jefran menjelaskan. "Ujian? Bukan bulan-bulan ini tuh biasa mahasiswa keperawatan itu praktik lapangan ya? ” "Iya, sebelum dapet izin praktik mereka ada ujian lisan dulu." Gio mengusap d**a nya, "Oalah, tenang gue dengernya." “Santai aja, Gi. Entar juga ada Mahasiswi yang berlatih di sini, gebet dah sama lo. Gausah lama-lama lagi, keburu diambil orang tahu rasa lo! ” Gio tersenyum miring sambil mengangkat sebelahnya, “Iya lah, pasti itu. Tunggu aja tanggal mainnya. ” Gio sudah bertekad jika ia akan berusaha untuk perasaannya saat ini, apakah gadis itu akan praktik di Rumah Sakit ini atau bukan. Itu bukan tolak ukurnya untuk memulai perjuangannya. “Yaudah, gue mau balik dah. Udah jam segini. " Kata Jefran seusai menghabiskan setengah gelas kopi s**u yang ia pesan tadi. Ia melirik berpindah tangan, juga melihat keadaan luar. "Iya, gue juga mundur lagi." Jefran kemudian berdiri, "Gue duluan, Gi." Gio mengangguk, “Hati-hati lo!” Jefran menenteng tas hitam yang dibawa, senyumnya tak lepas saat ia berjalan menuju parkiran. Entahlah hati nya sangat bahagia hari ini. Tiba di parkiran, ia segera masuk ke dalam mobil, memutar mesinnya namun tak lantas menjalankan mobilnya. Ia merogoh ponselnya yang ada di saku celananya. lalu dibuka akun instagramnya, ia masih ingin melihat layar ponselnya lebih lama. Notifikasi yang datang pada saat itu ada di Kantin tadi benar-benar menyihir itu jadi seperti ini. @Clarissaarvny mulai mengikuti Anda Jefran tak sadar memulai, bertanya setiap siswa yang bertanya ada pada pesan yang bertanya setelah acara itu. Saat mengetahui namanya, tangannya bergerak cepat membuka akun instagramnya. Menuliskan beberapa nama yang ia pikir berkemungkinan menjadi nama akun milik gadis itu. Dengan penuh keraguan, Jefran pun sempat khawatir jika usahanya ini mendapat tolakan dari Clarissa. Tapi, notifikasi yang menunggu saat itu muncul saat ia menunggu menunggu Gio di Kantin. "Sampai ketemu, Clarissa." Gumam nya, benar-benar Jefran tak bisa menghilangkan Clarissa dari pikirannya. Selama ini, gadis itu tidak pernah menyetujui persembahan seperti miliknya yang lain, ia juga tidak menunjukkan rasa kagum pada diri Jefran. Hal ini lah yang membuat Jefran tak sadar dengan mengalihkannya. Tapi, setelah hari ini ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatannya. Clarissa sangat jelas jika ia harus mempertanggungjawabkan nya di depan Ayahnya nanti. Sebenar nya, Refran tak pernah muluk-muluk untuk siapa pun yang Jefran pilih. Hanya saja, Refran selalu berpesan jika semua yang bisa kita lakukan adalah apa yang kita tanam. Begitupun dengan jodoh. "Dia cerminan kamu, Jef. Kamu akan menemukan banyak setuju pada dirimu nanti. Kamu akan terasa seperti bercermin kompilasi mengingat dan berada di dekat nya. ” Kalimat yang selalu diingat, sebelum Jefran memutuskan untuk kuliah dengan jurusan yang sama seperti Ayahnya. Setelah tersenyum lega, Jefran mematikan ponselnya lalu membatalkan kembali. Tanpa penghapusan senyuman itu, akhir nya Jefran menancap gas mobilnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN