BAB 2 – Wangi Parfum dan Telepon Tengah Malam

551 Kata
Ceria merebahkan dirinya di samping Iren. Namun, pikirannya masih memikirkan Bagja. Sedang apa suaminya sekarang? Apakah benar mengerjakan pekerjaan kantor bisa selarut ini? Ceria berusaha menepis pikiran-pikiran yang berkecamuk, membuat dadanya panas dan terasa sakit. Wanita itu merengkuh tubuh mungil putrinya yang tengah tertidur, sampai tak sadar dia pun ikut terlelap. Namun, suara ketukan pintu terdengar berirama. Ceria mengerjap, memasang telinga. Waktu sudah menunjukkan pukul satu malam. Dia melihat ke samping tempat tidurnya, Bagja belum datang. Mungkin itu dia, pikirnya. Wanita itu bergegas keluar kamar lalu mengintip dulu dari jendela untuk memastikan apakah yang pulang itu suaminya. Setelah yakin siapa yang datang, wanita itu bergegas memutar anak kunci sehingga pintu terbuka lebar. Bagja masuk dengan wajah yang terlihat lelah. Ceria mengambil tas kerja dan jaket dari tangan Bagja. Bagja segera memasukkan sepeda motornya ke garasi. Sementara itu, Ceria bergegas ke dapur, membuatkan teh hangat untuk suaminya. “Mas, ini tehnya. Mau makan? Kalau mau, aku angetin lauknya,” ucap Ceria sambil menaruh secangkir teh hangat di meja. “Aku udah makan tadi, gak usah, mau mandi aja, siapin air anget, ya,” pintanya sebelum meneguk teh hangat yang disajikan Ceria. Wanita itu mengangguk dan melaksanakan pesanan suaminya. Ceria beranjak dan pergi ke dapur untuk menyiapkan air hangat untuk suaminya. Setelah siap, dia bergegas ke ruang tengah lagi, namun suaminya tak ada di sana. Dia kemudian menyusul ke kamar. Maklum, rumah mereka hanya model minimalis dengan dua kamar saja, jadi jika tidak ada di ruang tengah, maka pilihan lainnya adalah kamar. “Mas ....” Ucapan Ceria terhenti ketika dia mendengar suaminya tengah menelepon seseorang. “Ya udah, ya, Sis! Iya, udah, ah, jangan ngambek gitu,” ucap Bagja penuh rona senang. “Iya, minta, maaf, nanti aku ganti,” ucap lelaki itu lagi. “Janji ….” Suaminya masih menyambung percakapannya. “Malam. Dah … see you ….” Ceria mendorong pintu ketika mendengar suaminya sudah menyelesaikan obrolannya di telepon. Dia masuk dengan memasang wajah yang biasa. Bagaimanapun, mendengar suami menelepon seseorang dengan begitu akrab di luar jam biasa membuat hatinya merasakan cemburu. Apalagi ini sudah lewat tengah malam. “Mas, airnya udah siap,” ucap Ceria sambil menghampiri Bagja. “Aku mandi dulu, ya.” Bagja segera mengambil handuk dan meninggalkan Ceria dengan segudang pertanyaannya di kepala. Ceria kemudian membereskan pakaian Bagja yang tersampir di sembarang tempat. Namun, tercium aroma parfum yang lain. Jelas wangi parfum ini bukan milik suaminya. Wangi yang lembut seperti milik seorang perempuan. Ceria segera menepis kembali pikirannya. Dia tidak mau tersulut emosi dan membuat pertengkaran malam-malam. Dia mencoba mengerti, Bagja baru saja pulang kerja dan lelah, apa jadinya jika dia mempertanyakan hal yang bukan-bukan? Ceria membaringkan kembali tubuhnya di samping Iren. Ada tetesan bening mengalir di sudut matanya. Dia memejamkan mata dan menarik napas panjang untuk meredam gejolak yang ada di d**a. Dipeluknya tubuh mungil balita berusia dua tahun itu. Baginya, Iren adalah salah satu sumber kekuatan. Tak berapa lama, Bagja sudah keluar dari kamar mandi, tak ada percakapan berarti antara mereka. Bagja terlihat lelah. Dia mengambil posisi tidur di sebelah Iren, berseberangan dengan Ceria. Tak ada ucapan selamat malam, tak ada pelukan hangat, dan tak ada kecupan sayang lagi seperti dulu. Hanya wajah lelah suaminya yang sudah mendengkur halus terbawa ke alam mimpi, meninggalkannya dengan segudang pertanyaan yang belum bisa ditemukan jawabannya.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN