Telinga Karina seperti tidak percaya dengan apa yang dengar. Bukan Brahm yang mengangkat ponselnya, tapi terdengar suara wanita. “Halo, siapa yah?” Dengan cepat, Karina menutup panggilannya. Jantungnya menderu, nafasnya tercekat, sesak rasanya. Bulir kepedihan melenggang jatuh di pipinya. ‘Kamu tega, Brahm.’ Di tempat Brahm berada, Meira memang sengaja mendatangi Brahm kembali walaupun sudah diusir oleh mantan suaminya itu tapi dirinya bersikeras duduk. Meira tahu Brahm tidak mungkin meninggikan suaranya di restoran tempat umum seperti ini. Malas berbasa-basi dengan Meira dan juga sudah terlambat menghubungi Karina, Brahm menghampiri kasir segera menutup pembayaran. Sayangnya, Brahm lupa membawa serta ponselnya. Di waktu yang tidak tepat, Karina menelponnya. Terciptalah akal bulus jah

