Permainan berbahaya

461 Kata
BAB 34 – PERMAINAN BERBAHAYA Exelina dalam Bayangan Ancaman Exelina berdiri di balkon apartemen penthouse-nya di New York, menatap lampu-lampu kota yang berkelap-kelip. Secangkir anggur merah ada di tangannya, tetapi pikirannya tidak ada di sana. Ancaman dari Liam bukan sesuatu yang bisa ia abaikan begitu saja. Ponselnya bergetar di meja kecil di sampingnya. Sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal. > "Menjadi wanita Grayson hanya akan membawamu ke kehancuran. Pikirkan baik-baik, Exelina. Aku masih memberimu pilihan." Jari-jarinya mencengkeram gelas anggur lebih kuat. Liam. Pria itu benar-benar berpikir dia bisa menekan dan menakutinya? Sebelum ia sempat membalas, pintu balkon terbuka. Grayson melangkah masuk, mengenakan kemeja hitam yang lengannya sedikit tergulung, memperlihatkan otot lengannya yang tegas. Matanya langsung mengunci pada ekspresi wajah Exelina. "Apa yang terjadi?" suaranya dalam dan tajam. Exelina mengangkat ponselnya dan menyerahkannya padanya. Mata Grayson menyipit saat membaca pesan itu. Rahangnya menegang, ekspresinya berubah menjadi lebih dingin. "Dia makin berani," gumamnya pelan, tetapi ada kemarahan yang terpendam dalam suaranya. Exelina melipat tangan di dadanya. "Apa yang akan kau lakukan?" Grayson menatapnya lama sebelum melangkah mendekat. Tangannya mengangkat dagu Exelina, memaksanya menatap langsung ke matanya. "Aku akan menghabisinya." Suara Grayson begitu tenang, tetapi penuh ancaman. Tidak ada kebohongan dalam kata-katanya. Exelina tersenyum kecil. "Aku tidak butuh perlindungan, Grayson." Grayson mengangkat satu alisnya. "Nonaku, kau adalah milikku. Dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh apa yang menjadi milikku." Exelina menghela napas, tetapi matanya berbinar penuh tantangan. "Jadi apa rencanamu?" Grayson menarik napas panjang sebelum menjawab, "Aku akan membuatnya menyesal telah menyentuh kita." --- Pertemuan dengan Liam Dua hari kemudian, Grayson mengatur pertemuan dengan Liam di sebuah lounge eksklusif di Manhattan. Tempat itu dijaga ketat, tetapi Grayson tidak peduli. Ia masuk dengan langkah tenang, sementara Lucas berjalan di belakangnya. Di dalam ruangan pribadi, Liam sudah menunggu, duduk dengan santai sambil menyesap whiskey. Pria itu tersenyum begitu melihat Grayson masuk. "Walker," sapanya ringan. "Akhirnya kau memutuskan untuk menemuiku." Grayson menarik kursi di seberangnya dan duduk. Ia tidak membuang waktu untuk basa-basi. "Jauhi Exelina." Liam terkekeh, lalu menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Begitu cepat ke inti pembicaraan? Aku bahkan belum menawarkan minuman." Mata Grayson tetap dingin. "Aku tidak di sini untuk bermain, Liam." Liam menggeleng pelan, lalu bersandar dengan ekspresi penuh percaya diri. "Kau tahu, Grayson, aku selalu bertanya-tanya... bagaimana rasanya memiliki sesuatu yang begitu berharga bagimu diambil begitu saja?" Lucas langsung mengepalkan tangannya, siap bertindak, tetapi Grayson mengangkat satu tangan, memberi isyarat agar dia tetap tenang. "Kau bermain dengan api, Liam," ujar Grayson dingin. "Dan kau tahu bagaimana akhirnya mereka yang berani menyentuh milikku." Liam tersenyum, tetapi matanya penuh tantangan. "Kita lihat saja siapa yang akan terbakar lebih dulu." Grayson berdiri, merapikan jasnya. "Aku sudah memperingatkanmu." Ia berbalik, meninggalkan Liam dengan ancaman yang menggantung di udara. Permainan baru saja dimulai. --- TO BE CONTINUED…
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN