“Kamu di tengah. Sepertinya aku butuh dibelai.” Windi melongo. Yang tadinya ia sempat takut ditolak, kini tergelak pelan. Prasangka buruknya hampir saja membuat diri kecewa tak beralasan. “Aku serius,” Bagas menegaskan karena sang istri seolah geli dengan permintaannya. “Belai di kepalaku, kalau tidak keberatan. Bisa juga dipijat. Tapi jangan membahas lembar putih di sana. Aku tahu aku sudah tua.” Windi menepikan putri mereka sebentar lalu mengusap pelan rambut Bagas hati-hati. Kekhawatiran Bagas tentang uban nampaknya antara serius dan bercanda. Namun, Windi tak mempermasalahkan, menganggapnya sebagai pencair suasana semata. Lagi pula, Janganlah mencabut uban. Tidaklah seorang muslim yang memiliki sehelai uban, melainkan uban tersebut akan menjadi cahaya baginya pada hari kiamat n

