1. Bercerai
“Apa? Kamu mau bercerai?” Sean Kenneth Addeson, pria yang sering di panggil Sean terkejut bukan main ketika istri yang ia cintai meminta bercerai darinya.
Tak ada angin dan hujan, namun Luna ingin bercerai? Alih-alih menyambutnya pulang bekerja, Luna malah menyambutnya dengan kata-kata perceraian? Luar biasa sekali.
“Iya. Aku mau bercerai dari kamu, aku sudah tidak bisa hidup miskin seperti ini, aku ingin hidup layaknya wanita yang dicintai dengan harta dan uang.” Luna menatap Sean dengan tatapan tak suka.
Keluarga ini memang tidak pernah menghargai kehadiran Sean, pernikahan yang harusnya bahagia malah menjadi duka setiap kali mendengar keluarga istrinya menghinanya. Bahkan membandingkannya dengan pria lain yang lebih baik darinya.
“Luna, jangan sampai kamu menyesal telah mengatakan itu, perceraian itu bukan hal yang bisa kamu mainkan dengan mulutmu.”
“He gembel, Luna sudah mau pisah dengan kamu, tidak usah mengharapkan hal lebih dari Luna, karena dia tidak pernah benar-benar mencintaimu, dia hanya salah sangka kalau kamu itu kaya, tapi nyatanya kamu beban di rumah ini, jadi lebih baik kamu tanda tangani surat cerai itu.” Ibu mertuanya angkat bicara.
“Luna, kita bisa bicarakan ini baik-baik, jangan memutuskan sesuatu tanpa diskusi, kalau saya ada salah sama kamu saya minta maaf, saya akan berikan apa yang kamu mau, tapi jangan sampai kita bercerai.” Sean menatap istrinya dengan senduh, berharap kata-katanya saat ini bisa membuat Luna berubah pikiran.
Sean menyentuh lengan Luna, namun Luna menghempaskannya dan mendorong Sean hingga mundur beberapa Langkah. Sean membulatkan mata, sikap Luna tidak pernah berubah dan selalu membuatnya kesal.
“Luna, kita baru 8 bulan menikah, dan kamu mau bercerai?”
“Iya. 8 bulan saja bagai neraka untuk aku, apalagi sampai setahun, mungkin aku akan terbakar olehmu. Aku tidak mau ya, Sean, menikah sama kamu lama, 8 bulan ini udah buat aku belajar pria seperti kamu tidak akan pernah membuatku bahagia. Kamu miskin dan kamu gembel, aku tidak mau ikut-ikutan jadi gembel.”
“Benar. Kamu tanda tangani surat cerai itu dan jangan banyak bicara. Kamu tidak akan pernah mendapatkan wanita yang apa adanya di dunia ini. Jadi, bebaskan Luna dan jangan kembali ke rumah ini lagi, jangan membawa beban hidup untuk keluarga kami.”
“Aunty, seharusnya sebagai orangtua bisa mengajari Luna yang baik, tapi kenapa Aunty malah ikut-ikutan?”
“Karena aku juga muak sama kamu dan kesal, aku tidak mau punya menantu yang tidak bisa dibanggain kayak kamu. Lagian … Luna sudah punya calon suami.”
“Apa? Kamu sudah punya calon suami di saat kamu belum selesai dengan saya?” tanya Sean menatap Luna penuh pertanyaan.
“Diam lah, Sean, tanda tangani saja surat cerai itu, jangan banyak drama, tolong.”
“Siapa pria itu, Luna?”
“DIAM! Tanda tangani saja surat itu. Jangan tanyakan tentang pria itu, dia tidak pantas disandingkan dengan kamu yang miskin dan gembel, dia adalah pengacara hebat! Jadi, TANDA TANGANI!” teriak Luna.
“Luna, apa kamu tahu yang kamu lakukan ini salah?”
“Sean, apa kamu pikir aku cinta sama kamu? Tidak pernah ada cinta dihatiku, Sean. Aku tidak suka sama kamu dan aku tidak pernah berniat hidup lama dengan kamu.”
Sean memegang lengan Luna dan berlutut didepan Luna. “Luna, saya sudah memberikan banyak hal pada kamu, saya juga banyak berkorban untuk kamu, saya berikan semua yang kamu mau selama ini. Saya belikan tas branded, perhiasan dan semua yang kamu inginkan. Apa itu semua kurang untuk kamu? Jangan ceraikan saya, Luna, saya cinta sama kamu dan saya tidak bisa hidup tanpa kamu.”
“Ih menjijikkan sekali.” Luna menghempaskan genggaman tangan Sean di lengannya.
Tak lama kemudian, Ibu mertuanya datang dan melempar tas butut ke samping Sean.
“Ini semua pakaian yang kamu bawa ke rumah ini. Rumah ini tidak akan menerimamu lagi, jadi tanda tangani surat cerai itu dan pergi dari sini.” Ibu mertuanya mengusirnya pergi.
Sean merasa terhina, wanita yang dia anggap akan mencintainya selamanya ternyata hanya wanita yang akan bahagia jika itu berkaitan dengan uang dan harta. Sean benar-benar melihat sikap asli istrinya.
“Sean, kamu tanda tangani saja dan pergi dari sini, jangan menyusahkanku,” lirih Luna.
Sean tak punya pilihan lain, ia tidak mungkin membiarkan dirinya di injak-injak seperti ini, sementara ia bukan orang biasa yang bisa di injak. Sean lalu meraih kertas didepannya dan menandatangani surat cerai yang sudah disediakan Luna dari lama.
“Ingat, Luna, kamu akan menyesal telah memperlakukan saya seperti ini,” kata Sean meraih tas bututnya. “Kamu hanya tidak tahu siapa saya, tapi saya bersyukur tidak melihat ketulusanmu sampai akhir. Ternyata kamu hanya wanita yang mementingkan harta diatas segalanya.”
Plak!
Satu tamparan mengenai pipi Sean, pria yang mencintai Luna sepenuh jiwanya.
“Kamu tidak akan pernah pantas untukku, Sean, kamu hanya gembel yang tidak punya apa-apa, jangan membebani keluarga ini.” Luna melanjutkan. “Pergi lah dan jangan Kembali kemari.”
“Mana laptop saya?”
“Aku sudah menjualnya, anggap itu menjadi bayaran selama kamu tinggal di sini.”
“Apa? Banyak dokumen penting di situ, Luna.”
Luna dan ibunya tertawa terbahak-bahak ketika mendengar Sean mengatakan hal itu, Luna selama ini memang tidak pernah menghargai suaminya, ia menganggap Sean hanya sebagai penghasil uang yang tidak seberapa.
“Kamu akan menyesal,” ujar Sean lalu melangkah keluar dari rumah istrinya.
“Pergi kamu, Gembel, jangan pernah datang kemari lagi. Kamu hanya lah aku anggap babu di rumah ini.” Luna begitu lupa diri. “Mom, akhirnya aku sudah bercerai. Urus pernikahanku secepatnya, Mom.”
Sean masih mendengar hal itu dengan jelas, betapa senangnya Luna bercerai darinya, sungguh hal yang tidak pernah Sean bayangkan sebelumnya. Yang ia pilih ternyata bukan hal baik.
Luna lupa jika selama ini yang memberikan uang kepadanya adalah Sean. Bahkan semua yang Sean hasilkan semua untuk istrinya, lalu Luna membaginya kepada seluruh anggota keluarganya.
Karena cinta, Sean lupa telah membuat dirinya di injak-injak dan tidak dihargai sama sekali. Hanya karena cinta yang tidak berbalas, ia rela melakukan apa saja.