bc

AKU INGIN CANTIK

book_age16+
787
IKUTI
3.5K
BACA
forbidden
others
no-couple
mystery
scary
highschool
supernatural
horror
lonely
like
intro-logo
Uraian

Dia menghinaku hanya karena terlahir tak sesempurna itu, aku tidak bisa menerimanya tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya karena paras yang terlahir buruk rupa, mereka dengan santai memperlakukanku bak bukan manusia. Tapi semua kondisi menyakitkan itu berubah, ketika aku mendapatkan sebuah bedak ajaib yang bisa membuat wajahku bertambah cantik seiring banyaknya hinaan yang kudapat.

Hina saja aku! Dan efek bedak itu akan bekerja, Aku pasti menjadi cantik!

chap-preview
Pratinjau gratis
SIAPA YANG INGIN JELEK?
Bukankah setiap anak perempuan, gadis, wanita dewasa, dan segala yang berasal dari kaum hawa pantas menyandang predikat cantik? Terlepas dari bagaimana bentuk wajahnya, bentuk hidung, mata dan segala yang membingkai sebuah wajah, bukankah semua adalah karunia Sang Pencipta yang patut disyukuri? Lalu mengapa masih ada yang tanpa hati menghinanya? Menjadikannya bulan-bulanan setiap hari di sekolah hanya karena sebuah paras yang tak sesuai dengan kriteria mereka. Hanya karena dianggap tak sedap dipandang mata lalu dengan tega menghujaninya caci maki? Tak terhitung sudah luka hati Amira yang tergores tanpa darah oleh mulut jahil teman sekolahnya. Amira, sosok gadis belia yang kini duduk di bangku SMA negeri di ibukota, yang punya ketabahan hati luar biasa, bermental baja untuk menampung hinaan yang ditudingkan padanya. Setiap hari, nyaris tak pernah tenang bagi indera pendengarannya, ia harus menampung nyinyiran serta ejekan beruntun dari Sashi dan teman segengnya. Dan ini sedang terjadi, Amira berjalan sembari menundukkan wajahnya ketika masuk ke dalam kelas. Di sana berkumpul Sashi CS yang duduk di atas meja sambil memelintir rambutnya dengan gaya manja. Tatapan mereka berubah seringai ketika Amira berjalan melewati mereka, kursi gadis itu terletak paling belakang dan di pojokan kelas. Jangan tanya mengapa, jelas karena tidak ada satupun temannya yang bersedia duduk berdekatan dengannya, kecuali Fandy. “Jelek, wajah nenek.” Teriak Sashi sambil tertawa yang sontak mendapat respon senada dari teman satu gengnya. Suara tawa bernada ejekan terus membahana hingga membuat Amira menundukkan wajahnya, menyembunyikan wajah yang selalu mendapatkan hinaan itu dengan rambut hitam lurusnya yang tergerai panjang. Ketika dilihat dari jauh, justru semakin menambah kesan horror. Namun ia tak peduli, yang penting matanya tidak perlu bertatapan dengan mereka yang masih membullynya. Sashi tak membiarkan Amira duduk tenang begitu saja, ketika Aldo masuk kelas, gadis itu mulai beraksi lagi. “Eh, pangeran Aldo sudah datang. Siang banget sih, udah ditungguin loh sama princess Amira.” Tawa geli Sashi kian pecah, apalagi saat melihat reaksi Aldo yang terlihat seakan menahan muntah. “Princess oma maksud lo?” Nyinyir Aldo, ia langsung terbahak lalu melemparkan tasnya dari jauh, saking jijik harus mendekati bangku Amira yang berjarak tiga kursi dari barisannya. Amira mungkin masih sanggup menguatkan hatinya mendengar hinaan Sashi, tetapi saat Aldo ikutan menjelekkannya terang-terangan, hatinya terasa perih. Ada sakit yang berkecamuk di dalam hatinya, air mata Amira luruh, walaupun tertutup oleh rambut panjangnya namun tetap jatuh membasahi rok abu-abunya. Tangan gadis itu mengepal, ia sudah muak menghadapi hinaan. Hanya karena ia terlahirdengan penyakit progeria – penyakit langka yang membuat ia terlihat lebih tua dari usianya, lalu ia pantas dibully terus-terusan? Tidak bisakah mereka sedikit prihatin? Sedari kecil Amira sudah kenyang sebagai bahan candaan teman-temannya, bahkan sampai sekarang. Namun ceritanya berbeda ketika gejolak pubernya membuat ia tertarik pada lawan jenis. Ya, Amira menyukai Aldo, cowok yang baru saja menghinanya di depan mata. Tidak ada yang salah dengan jatuh cinta, cinta monyet di masa sekolah, yang salah adalah Amira menjatuhkan cintanya pada orang yang tidak bisa bersimpati padanya. Amira tak sanggup lagi berada dalam ruangan ini, percuma bertahan hanya untuk menerima siksaan batin. Dengan tangan yang mengepal geram, dan masih dengan rambut yang setengah menutupi wajahnya, ia menatap tajam pada Sashi, teman segengnya – Della, Windy dan pada Aldo tentunya. Kali ini ia tak dapat menahan bendungan amarah yang berkecamuk dalam hatinya, cukup sudah sampah batinnya menampung caci maki mereka. “Kamu bangga terlahir cantik sehingga bisa seenaknya menghinaku? Kamu cantik dari lahir jadi tidak perlu tahu gimana rasanya jadi aku? Cantik itu hanya sebatas kulit, apa kamu yakin bisa cantik selamanya? Kalau kalian memang jijik melihatku, baiklah … Aku tidak akan muncul lagi di hadapan kalian. Kita lihat apa kalian bisa tenang tanpa aku? Sampai kapanpun aku akan balas dendam!” Pekik Amira, ia menatap tajam pada teman seisi ruang kelas itu. Seketika semua hening, serius memerhatikan ancaman Amira yang tak segan memperlihatkan wajah tuanya. Sebelum menyuarakan kecaman, Amira menyibak rambut yang menutupi wajahnya agar bisa leluasa menatap tajam pada mereka. Awalnya ia mengira kecamannya berhasil membungkam mereka, namun sedetik kemudian tawa seisi ruangan pecah, kecuali Fandy yang baru datang dan baru melihat apa yang terjadi. Amira kembali dibully, tak peduli seserius apa ia menggertak nyatanya tidak satupun dari mereka yang takut. Gadis itu mengerang, ia kesal setengah mati mendapati perlakuan menjengkelkan dari teman-temannya. Tanpa pikir panjang, Amira berlari keluar kelas seraya menyeka air mata yang mengaburkan penglihatannya. Fandy terkejut melihat itu, “Amira tunggu!” Cowok itu berniat mencegah Amira berlalu, namun terlambat karena gadis itu berlari cukup cepat. Fandy mengurungkan niatnya mengejar gadis malag itu, ia berpikir lebih baik memberinya sedikit waktu untuk menenangkan diri. Ia akan mencarinya setelah bel masuk berbunyi, gadis itu mungkin hanya bersembunyi di belakang gudang sekolah seperti yang sering dilakukannya. “Kalian keterlaluan! Punya hati nggak sih kalian?” Ketus Fandy, tatapannya mengitari Sashi yang jadi biang kerok masalah ini kemudian beralih menatap Aldo dan yang lainnya. Sashi menyengir, “Gue yang godain dia kok lu yang sewot? Lu naksir ya sama si nenek?” Cibir Sashi yang diiringi gelagak tawa yang membahana, sasaran mereka kini beralih pada Fandy yang menurut mereka berlagak menjadi pahlawan kesiangan. “Kebangetan lu pada!” Cecar Fandy. Ia tak berniat melanjutkan debat dengan orang-orang yang antipasti, percuma bila kebencian sudah merajai hati maka kebaikan dan nasehat sebaik apapun tak akan mempan. “Sana lu kejar aja cewek lu, lumayan kan si nenek dijodohin sama pahlawan kesiangan. Klop banget.” Timpal Sashi yang semakin memanas-manasi keadaan. Aldo tertawa paling nyaring, cowok itu kini bertepuk tangan hingga mengundang perhatian yang lainnya dan mengikutinya. “Setuju gue, mulai sekarang kita jodohkan Fandy si pahlawan kesiangan sama Amira si nenek. Jangan gue mulu yang jadi korbannya, cuih … Amit amit. Deal ya guys?” “Deals.” Seru Sashi CS sambil tertawa keras. Aldo menghampiri kumpulan gadis itu lalu saling toas, menandakan kesepakatan berhasil dan dimulai dari sekarang. Fandy hanya geleng-geleng kepala, tak ada gunanya meladeni sifat mereka yang kekanak-kanakan. Ia muak dengan kondisi kelas dan merasa tak sanggup menunggu hingga pelajaran dimulai. Ketika bunyi bel masuk terdengar, cowok itu bergegas lari keluar kelas. Saatnya mencari Amira dan menghibur gadis itu, bisa dikatakan hanya Fandy lah yang masih punya hati dan menghargai Amira. Kecantikan bagi Fandy adalah penilaian subjektif dan bersifat relatif, standar cantik tiap orang berbeda, cantik menurut mereka belum tentu sama bagi yang lainnya. Meskipun memang Amira terlahir dengan kekurangan yang membuatnya krisis kepercayaan diri, namun bukan berarti ia pantas hidup menanggung hinaan sepanjang hari. Fandy tiba di belakang gudang yang biasanya dijadikan tempat persembunyian Amira, ia memanggil nama gadis itu berkali-kali namun tidak ada respon. Sekeliling cukup sepi, tidak ada tanda orang di sana. Amira sepertinya tidak datang ke tempat ini, Fandy yakin dengan dugaannya lantaran melihat kondisi tempat yang masih seperti kemarin ketika terakhir ia melihatnya. “Lu kemana Amira?” Ujar Fandy gusar, ia tidak tahu harus mencari gadis itu kemana. *** “Ini serius, Amira beneran hilang! Kalian puas sekarang?” Fandy berteriak di depan kelas, tanpa peduli ada ibu Senda, guru bahas Inggris yang sedang mengabsen muridnya. Guru itu juga termasuk salah satu orang seperti golongan Sashi yang suka mengejek kejelekan Amira. Fandy tidak menaruh respek pada guru yang tidak bisa menjadi contoh baik itu. “Fandy, kamu tidak tahu sopan santun? Saya sedang mengabsen, kamu sudah datang terlambat dan tiba-tiba marah. Berdiri kamu di luar kelas!” Bentak ibu Senda dengan mata membulat besar. Aldo tersenyum senang melihat Fandy mendapat hukuman pada jam pelajaran pertama, ia semakin membumbui agar Fandy mendapat sorakan seisi kelas. “Nggak dengar juga lo? Masa harus diperintah pake bahasa Inggris? Get out from our class!” Aldo mengusuli dengan nada suara yang terdengar mengejek. Sashi CS tertawa mendengar itu, gadis cantik itu tak betah jika hanya diam sebagai penonton. “Lagian lu rajin amat urusin dia, mau ke mana kek tuh anak biarin aja. Paling cuman caper, dan cuman lu aja yang kerajinan nyariin dia.” Fandy melirik kesal pada teman sekelasnya, sungguh parah dan tidak ada yang punya empati terhadap Amira. “Jangan sampai kalian menyesal di kemudian hari.” Ujar Fandy lalu berbalik badan dan melangkah keluar dari kelas. Aldo, Sashi dan lainnya yang mendengar hanya merespon dengan tawa keras. “Huu … Takut.” Ejek Sashi seraya memeragakan orang yang berekspresi ketakutan namun sambil tertawa. *** Segerombolan orang masuk ke lapangan sekolah dikawal oleh Bang Maman, satpam sekolah itu kelihatan panik dan berhalan tergesa-gesa sembari menujukkan jalan pada beberapa pria dewasa yang datang bersamanya. Kedatangan tamu luar yang tampaknya bukan orang yang berurusan dengan sekolah itu memancing perhatian Fandy yang memang leluasa mengamati sekeliling lapangan lantaran berdiri di depan kelas. Ia semakin memincingkan mata ketika satpam bersama kawanan pria itu mendekati ruang kelasnya. “Ada apa Bang Man?” Tanya Fandy saat tatapan satpam itu menatapnya. Bang Maman tak bisa menyembunyikan raut cemasnya, ia pun bertanya pada Fandy. “Amira masuk sekolah nggak? Dia ada di kelas nggak?” Bang Maman bertanya balik. Fandy terkejut mendengar pertanyaan itu, tidak biasanya satpam sekolah mencari murid yang tengah belajar. Firasat Fandy mulai terasa buruk, ia menghampiri bang Maman tanpa memerdulikan hukumannya. “Dia nggak ada di kelas, aku sudah mencarinya di sekitar sekolah tapi nggak ada. Kenapa bang Maman cariin dia?” Melihat raut ketakutan bang Maman saat mendengar jawabannya, malah membuat Fandy kian gusar. Ia berdiri berdekatan dengan pria-pria yang entah dari mana. Salah satu dari mereka langsung celetuk lantaran melihat keingin-tahuan Fandy dan juga karena ia mengenal gadis bernama Amira itu. “Ada anak sekolahan yang kecelakaan di seberang jalan tadi, sekarang lagi dibawa ke rumah sakit. Dari seragam sekolahnya tertulis nama Amira dan sepertinya anak sekolahan di sini.” Fandy terhuyung, betapa terkejutnya ia hingga lututnya seketika terasa lemas. Dalam beberapa detik ia belum sanggup melontarkan sepatah katapun, bahkan ketika bang Maman masuk ke dalam kelas dan memberitahukan kepada Bu Senda, Fandy masih bergeming di luar kelas. ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Sekretarisku Canduku

read
6.6M
bc

DESTINY [ INDONESIA ]

read
1.3M
bc

Over Protective Doctor

read
474.9K
bc

Kujaga Takdirku (Bahasa Indonesia)

read
76.0K
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M
bc

Skylove (Indonesia)

read
109.3K
bc

MANTAN TERINDAH

read
6.9K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook