Tepat pada pukul enam lebih sepuluh menit, cewek imut nan manis itu turun dari busway 1A jurusan BALAIKOTA-PIK. Berhenti sejenak, menghela napas, lalu melanjutkan langkahnya. Kebiasaan Fanny, ketika ingin menyebrang, pasti harus melihat ke belakang dulu. Sepertinya cewek itu memilih untuk menyebrang seperti orang umumnya yang bergegas lari menyebrang saat keadaan motor atau mobil masih di jauh di ujung sana, atau kondisi jalan raya sedang sepi.
Angin berhembus kencang, membuat cewek cantik itu kesusahan mengatur jilbabnya yang berbahan ringan. Bahannya yang ringan dan nyaman dipakai itu kadang kala membuat pemiliknya berpikir kembali, akankah dipakai lagi atau sebaiknya disimpan saja?
Sepertinya sekarang ini, saat jalan kaki, cewek bertubuh kecil kurus kering itu berjalan sembari sesekali menoleh ke belakang. Melihat situasi jalan raya yang hendak dia sebrang.
Fanny menghela napas lagi, mengelap peluh keringat yang sudah menetes di dahinya. "Huuuuh …," keluhnya sembari menyipitkan mata. Karena walaupun masih jam enam pagi, entah mengapa di daerah Jakarta Utara itu mataharinya sudah lumayan terik. Terlebih sinarnya benar-benar menyorot keberadaan Fanny.
Pelan tapi pasti, langkah Fanny berjalan cepat menyebrangi jalan raya yang sudah sepi itu. Dia tidak begitu memusingkan akan telat atau tidak. Juga tidak mengecek jam di handphonenya lagi. Dia takut kejadian lama itu terulang kembali.
Kejadian yang hampir membuatnya trauma beberapa waktu silam. Ah …, untuk mengingatnya kembali saja rasanya tak ingin. Kejadian itu terjadi pada saat cewek manis berhijab menutup d**a ini menginjak kelas sepuluh semester dua.
.
.
.
Pagi hari yang cerah, meskipun suasana awan sepertinya akan mendung atau mungkin hujan akan segera turun. Tidak bisa diprediksikan bagaimana cuaca pasti yang akan berjalan hari ini. Karena Fanny tidak terbiasa mengecek cuaca di dalam handphonenya.
Fanny cewek manis yang lugu itu berjalan riang menuruni anak tangga busway jurusan 1A BALAIKOTA-PIK. Dengan sedikit terburu-buru, dia mempercepat langkahnya agar bisa segera sampai di tempat tujuannya yang hanya tinggal beberapa puluh meter itu.
Tepatnya di seberangnya.
Seperti biasa, jalan raya pada hari itu terlihat sangat padat juga ramai. Semua kendaraan dari truk besar, mobil- mobil mewah sampai berbagai jenis merk motor berlalu-lalang begitu cepat.
Yaps, betul sekali! Mereka ngebut …
Fanny, cewek itu terbiasa menyebrang dengan zebra cross yang sudah tersedia entah sejak kapan. Yang jelas, zebra cross itu sudah ada bahkan saat cewek manis itu baru pertama kali masuk ke sekolah itu.
Tapi, Fanny tidak tahu kalau hari ini adalah salah satu dari banyaknya kesialan yang akan terjadi padanya. Tentu saja, suasana hati cewek lugu itu begitu senang. Entah kenapa, perjalanan jauh ke sekolahnya yang mengakibatkan dia harus menempuh waktu sebanyak satu jam lebih itu terasa seru bak petualangan tersendiri di lubuk hatinya.
Cewek manis itu tersenyum polos, menatap jalan raya yang masih sangat padat kendaraan. Lalu jari-jari mungilnya lekas menekan tombol besar yang tersedia di lampu merah sebelum garis-garis zebra cross yang melukiskan jalan raya.
Setelah menunggu satu menit lamanya, akhirnya lampu merah itu menyala. Dan juga tanda gambar orang berjalan itu telah berubah warna, dari warna merah menjadi warna hijau toska. Tentu saja sekarang sudah mulai terdengar bunyi nit nit yang lumayan kencang pada jalan raya yang berisik itu.
Perlahan-lahan, mobil-mobil mewah itu memperlambat kecepatannya, diikuti dengan kendaraan di belakangnya. Melihat hal itu, Fanny segera melangkahkan kakinya pelan-pelan menuju penyebrangan kedua. Jalan menuju penyebrangan kedua begitu lancar, tapi saat hampir mendekati penyebrangan kedua, cewek cantik yang tengah bersemangat ria untuk bersekolah pagi itu terpaksa terjungkal karena suatu benda telah menghantamnya.
Bruk!!!!!
Mendadak ssmua orang berlarian menghampiri murid SMK yang kini tekapar tak sadarkan diri. Tentu saja beberapa orang berusaha menahan penabrak. Ditahan supaya tidak kabur. Semua orang memarahi juga mencaci-maki sang pengendara motor yang terlihat panik itu.
POV Fanny
Hari ini, aku sangat senang. Karena pagi ini katanya akan diadakan praktek kembali! Tapi, perasaanku sedikit tidak enak dari tadi. Entah kenapa ….
Rasanya seperti ada yang janggal?
Sepertinya ada kesedihan yang akan menjumpaiku sebentar lagi ….
Ah … tentu saja aku tidak menggubris perasaan aneh itu!
Aku tetap mantap melangkahkan kaki menuju sekolah!
Sekolahku tidak begitu jauh dari sini. Hanya berjarak sekitar kira-kira lima puluh sampai seratus meter dari tempat turunnya busway dengan sekolahku yang ada di seberang itu.
Aku yang mengira semua pengendara sudah memberikan jalan untukku. Salah prediksi. Ternyata saat hampir menginjakkan kaki di trotoar yang kerap ditumbuhi banyak sekali tanaman-tanaman kecil yang sudah layu kering, ada sebuah motor yang sangat cepat tiba-tiba menghantam ku begitu saja.
Aku terpental. Tak sempat mengelak. Dan ….
Tiba-tiba saja, semuanya terasa ringan, juga semuanya terlihat sangat gelap gulita!
Aku pingsan sesaat. Bisa dibilang, itu adalah kejadian yang membuatku dapat merasakan pertama kali rasanya pingsan di tengah orang banyak!
Aku lupa dengan semua kejadiannya. Itu beralu begitu cepat, dan aku hanya merasakan tubuh ini digotong oleh bebeapa orang. Tapi tetap saja, aku tak dapat melihat apapun!
Kepalaku? Kepala ini rasanya seperti terhantam sesuatu yang sangat keras. Sampai aku tidak bisa merasakan sakit! Malah, aku merasa dibagian dalam sana, otakku seperti terguncang di dalam!
Saat terbangun dari pingsan sesaat, ternyata aku sudah berada di UKS sekolahku.
Barulah saat kesadaranku pulih kembali, aku merasa kepalaku bagian kiri sangat sakit. Seperti berat sebelah! Mungkin, tabrakan itu mengguncang otakku bagian dalam.
Pelan-pelan aku mencoba membuka mataku, lalu melihat sekitar. Aku sudah ditemani beberapa teman yang sepertinya adalah petugas PMR di sekolah ini. Mereka terlihat sibuk menyuruhku duduk dan kerap menanyai apakah aku sudah makan atau belum, apakah aku ingin minum teh hangat atau tidak. Dan …
Tentu saja aku mengangguk ketika mendengar pertanyaan kedua. Aku kembali ditanyai hal yang sama, sepertinya kakak petugas PMR itu ingin memastikan kebenarannya.
"Bikin teh manis hangat, ya?" Tanyanya mengulang pertanyaan yang sama. Aku mengangguk kecil. Tanganku tidak bisa diam karena terus saja mengaduhkan kepalaku ini. Tepatnya bagian sebelah kiri.
Terasa begitu berat.
Tiba-tiba seorang pria berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu berdiri dan mendekat ke arahku.
"Masih sakit ya, dek? Maaf yah. Gak sengaja." Ucapnya di satu waktu bersamaan.
Aku hanya diam, tidak bergeming. Sesekali melirik ke arah lelaki itu. Dia kembali duduk lagi. Mengutak-atik handphonenya.
Dalam hati, aku mengumpat terus menerus, melihat dia yang tampaknya santai sekali ketika melihat kondisiku.
Aku kerap menitikkan air mata, karena rasanya seluruh tubuhku bergetar dan juga nyeri hebat. Aku merintih, kembali pada posisi baringan lagi. Tak berapa lama, akhirnya kakak-kakak PMR itu kembali, dengan salah satu di antara mereka membawakan secangkir gelas ukuran sedang.
Sepertinya itu untukku.