Menuju sekolah 2

1024 Kata
Apalagi dengan kondisi sedang berapi-api seperti itu, sedikit saja di senggol akibat gerakan busway yang berliku-liku itu membuat Fanny tidak bisa menahan sikapnya untuk sedikit lebih sopan. Tak peduli siapapun yang telah menyenggolnya akan di lirik sinis oleh mata tajamnya itu, dan juga kakinya yang senantiasa sedikit terlihat berjingkrak-jingkrak itu membuat cewek cantik itu mudah sekali ditebak kalau dia sedang marah atau badmood! Sesekali matanya memejam beberapa saat, lalu beranjak terbuka kembali ketika tahu posisinya akan jatuh terjungkal. Benar-benar posisi yang tidak enak. Bergelayut pada gantungan tangan yang sudah tersedia begitu banyak untuk yang tidak kebagian tempat duduk. Saat matanya terpejam, otaknya yang liar juga tidak bisa diam itu terus berkelana mencari ide kemana-mana. Kadang kala, hal tersebut yang membuat Fanny kerap sakit kepala bahkan darah rendah. "Nak. Duduk aja." Perintah seorang nenek, perempuan paruh baya itu. Dia beranjak berdiri. Entah mengapa, seketika semua pandangan tertuju pada cewek cantik kelas sebelas ini. Lantas, Fanny segera menyambar kursi khusus lansia yang telah kosong itu. Lagi pula, mungkin nenek itu lebih paham bahwa situasinya bukanlah situasi yang mudah. Memang Fanny sedang letih berat akhir-akhir ini. Terlebih dia sekarang sudah merangkap menjadi pelajar sekaligus penulis pemula. Itulah jalan yang cewek cantik itu pilih saat ini, bahkan kedepannya juga sama. Fanny menghela napas saat menghempaskan dirinya di kursi khusus lansia itu. "Akhirnya …," gumam cewek manis nan imut itu. Tapi, mendadak Fanny merasakan atmosfer yang berbeda di ruangannya itu. Sepertinya terlihat kalau orang-orang saling berpandang sinis satu sama lain. Tentu saja target yang dipojokan adalah Fanny. Cewek cantik itu tengah sibuk memasang earphone di kedua telinganya dan memencet tombol play pada musik pembangkit motivasi pagi hari. Kenapa? Melihat hal itu, Fanny jadi bingung sendiri, kenapa semua orang menatapnya begitu tajam, seakan-akan ingin menekan posisinya itu menjadi semakin terpojok tersuruk menyungsruk. "Haaaahhh …!" Gusar Fanny, cewek cantik itu menghela napas dan memilih untuk memejamkan mata daripada harus melihat ekspresi menyebalkan dari wajah-wajah yang bahkan tidak ia kenal sama sekali. Pada akhirnya, dia sampai juga di tempat bernama Landmark halte. Tertanda dari bunyi otomatis yang dibunyikan sopir busway, beberapa ratus meter sebelum sampai di tempat tujuan. "Halte selanjutnya adalah halte Landmark. Perhatian, Halte selanjutnya adalah halte Landmark. Harap perhatian barang bawaan anda. Dan hati-hati melangkah." Ucap speaker yang entah diletakkan dimana. Karena Fanny tidak bisa menemukan dimana letak speaker tersebut. Sebenarnya dimana sih speakernya? Gue penasaran gila. Wah gila. Udah kayak speaker ghaib aja sih ini. Batang idungnya kagak keliatan. Tapi suaranya menggema besar begini. Fanny menghela napasnya. Ah, kondisi cewek itu masih menutup mata. Dia hanya memutar otaknya untuk mengingat memori-memori tadi, sebelum kejadian menyebalkan ini menerjangnya. Fanny terbiasa memperhatikan sekitarnya. Cewek itu sudah terbiasa menjadi detektif dadakan untuk dirinya sendiri. Dia amat menyukai mengobservasi sesuatu hal yang menarik baginya. Termasuk mengamati tempat-tempat yang ia kunjungi. Ah, mengenai ide …, Gue harus bikin apa ya? Ide, muncullah … Mana deadline bentar lagi. Kepala Gue pusing banget. Sakit banget. "Mba, tolong berdiri. Ini ada nenek-nenek." Ucap salah seorang wanita berpakaian elegan di depannya. Mimik wajahnya terlihat begitu datar. Setelan kemeja putih yang bagian lengannya dilipat sampai siku-siku, rok hitam legam ketat selutut, juga stocking hitam dan sepatu hig heelsnya yang membuat cewek muda ini terlihar semakin cantik nan menawan. Sayangnya, wajahnya yang cantik itu Sebetulnya Fanny bukanlah tipe orang yang dia disuruh-suruh. Tapi, mau bagaimana? Kalau menolak, masalah sepertinya akan menjadi membesar? Bagaimana tidak kesal, Fanny yang telah dipermasalahkan sejak tadi dan kini ketika kursi khusus prioritas lansia harus ia kembalikan pada yang memang berhak untuk mendudukinya. Fanny menghela napas panjangnya. "Fan, sabar. Sabar sabar." Gumamnya yang terus mengulang-ulang kata "sabar". Fanny, cewek itu lekas berdiri. Walaupun ternyata dirinya juga dalam kondisi yang sangat letih, cewek cantik itu tetap memilih mengalah. Walaupun pure seratus persen dia lakukan itu karena terpaksa. Sabar. Sekarang, moodnya sudah memburuk lagi. Memang, hampir selalu setiap saat ketika busway sedang ramai penumpang. Hal itu akan membuat sebagian orang menjadi badmood luar biasa. Gila sih. Parah banget. Gue padahal tadi udah mulai dapat ide buat lanjut nulis cerita. Fanny, cewek berhijab menutup d**a itu menghela napas. Udahlah. Gapapa, Fan. Nanti Gue coba kerjain di sekolah. Sambilan pas jam-jam kosong nanti. Bismillahirrahmanirrahim, bisa! Fanny, cewek itu tidak bisa berpikir tenang untuk setiap harinya. Dan juga, ide yang berkelana ke dalam pikirannya itu bukanlah ide yang matang dan menarik. Konsepnya masih sama, dia hanya lebih panjang dalam menjelaskan sesuatu hal secara garis besar pada outline yang ada di otaknya. Lagi-lagi dan lagi dia menghela napasnya. Sekarang ini, matanya terasa berat sekali. Seperti tadi. Tapi, cewek manis nan imut itu tidak memejamkan mata seperti tadi. Sepertinya, apapun yang ia lakukan untuk mengalihkan pikirannya dari badmood yang akan berkepanjangan ini adalah hal yang sia-sia. Mau di paksa untuk memejamkan mata dan istirahat sejenak, juga sudah tidak bermanfaat lagi. Sekali badmood akan terus-terusan badmood. Begitulah Fanny. Kecuali ada suatu hal yang tak terduga, yang membuat cewek manis itu bahagia secara mendadak. Kadang kala, saat di dalam busway. Tepatnya saat seperti sekarang ini, tidak ada kerjaan yang dia kerjakan. Pikirannya akan berkelana liar menembus ruang dan waktu. Kesedihan seakan-akan sudah menunggunya di penghujung lintasan jalan semangat hidup. Dan … Sepertinya sekarang dia sudah berada di ambang penghujung lintasan tersebut. Mendadak overthingkingnya kambuh. Yah, padahal ini masih sangat pagi. Perawalan aktivitas yang tidak baik, bukan? Kenapa hidup Gue kayaknya rumit ya? Ngga tahu kenapa, semuanya kerasa berat aja. Kayak nggak di izinin buat berhasil sukses gitu, loh. Apa iya, Tuhan marah sama Gue? Gue yang pendosa banget kayak gini, apa kesalahan Gue terlalu banyak ya? Jadinya Tuhan nggak berkenan mengabulkan permintaan dan ngga berkenan melihat usaha keras Gue … "Huft …," Fanny, jemari cewek itu bergerilya di salah satu pelipisnya. Dia memijat pelipisnya secara bergantian. Karena tangan satunya telah mantap bertumpu pada pegangan gantungan. Dibilang capek, ya capek. Dibilang sedih, ya sedih. Dibilang miris, ya miris. Tapi, Gue kenal potensi dir Gue. Gue enggak bakal nyerah kalau Tuhan belum suruh Gue nyerah. Alias Tuhan belum nyabut nyawa yang gak penting ini. Gue bakal berusaha buat kuat dan terus berjalan ke arah gerbang kesuksesan itu. Gak peduli seberapa sulit dan seberapa banyak jatuh dan gagalnya. Gue. Fanny. Bakalan tetap jalan terus.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN