Hari ini adalah hari yang biasa saja. Sama seperti hari-hari lainnya. Matahari belum terbit, langit yang sedikit mendung dengan nuansa biru. Fanny, cewek berhijab abu-abu muda itu mulai melangkahkan kakinya untuk pergi ke sekolah. Sekolah yang mungkin terasa memuakkan bagi sebagian orang. Tapi, bagi Fanny, sekolah adalah tempat yang menyenangkan. Apalagi perjalanannya menuju sekolah itu lumayan jauh. Menurutnya itu adalah petualangan yang terasa nano-nano. Kadang kala terasa bersemangat dan menyenangkan, dipadukan dengan rasa excited yang melambung tinggi. Tapi kadang kala juga terasa bosan dan melelahkan, bahkan pernah waktu itu, cewek manis nan imut itu terlewat untuk turun di halte depan sekolah yang seharusnya ia pijak sebelumnya.
.
.
.
.
Menapaki derap langkah demi langkah menuju halte busway di jalan besar tempat dimana banyak sekali orang yang sudah beraktivitas pagi, dari ibu-ibu yang sedang menggandeng anaknya untuk sekedar jalan pagi, sampai bapak-bapak yang tengah sibuk menyiapkan warungnya. Terlihat sekarang bapak itu telah mengipasi ikan-ikan bakar yang sangat menguji keimanan hati, tentu saja perut Fanny telah berbunyi sedari tadi ketika melintas di depan warung tersebut.
Fanny, cewek itu tidak pernah mengeluh untuk berbagai situasi. Pun, cewek manis nan imut berhijab menutup d**a itu selalu mengenakan pakaian yang longgar, karena menurutnya, selain terlihat lebih enak dipandang, itu juga membuat cewek manis kelahiran Jakarta itu terlihat cukup berbadan. Tentu saja dapat menutupi badannya yang amat kecil nan kurus. Tidak seperti wanita pada umumnya.
Tubuh itu benar-benar kecil dan mungil, sampai-sampai saat ini tinggi cewek manis itu hanya sekitar 150 centi meter. Dengan lebar pinggang sekitar 29 centi meter.
Benar-benar kurus, bukan?
Seperti biasa, rutenya adalah pergantian di dua halte. Yaitu yang pertama, halte Central atau pusat utama pergantian daerah Jakarta, tepatnya Harmoni. Biasanya kalau pagi, disana sangat ramai karena memang sekarang sudah lumayan banyak karyawan maupun siswa atau siswi yang menggunakan busway untuk transportasi sehari-hari.
Sekarang sudah pukul enam kurang sepuluh menit. Kaki yang terbalut dalam sepatu lama yang masih layak digunakan itu berdetak-detak naik dan turun, dengan tumit yang menempel pada lantai halte busway berjurusan PIK itu, telah lama menunggu. Sekitar tiga menit yang lalu.
Fanny, cewek itu terlamun dengan posisi tubuh yang tegak dengan kedua tangan yang menggantung santai, cewek manis itu hari ini menggunakan outfit andalannya. Yaitu dengan pakaian kaos yang tertutup oleh jaket cokelat muda, celana longgar berwarna abu-abu tua dengan sepatu hitam sehari-hari yang biasa ia kenakan, juga tak lupa dengan tas ransel abu-abu gelap yang cukup besar dan berat bertengger setia di pundak cewek yang kepalanya tertutup hijab model langsung pakai berwarna Abu-abu muda, juga tak lupa dengan tas kecil yang kerap di panggil 'tas cowok' oleh beberapa kalangan itu, yang juga berwarna abu-abu muda dengan satu resleting, bertengger setia di pinggang rampingnya.
Fanny, cewek itu sedang menunggu busway jurusan 1A- HARMONI-PIK itu dengan wajah serius yang tertutup masker hitam berbahan kain yang ia beli beberapa waktu silam.
Cewek manis itu melirik ke kanan dan kiri, lalu menghembuskan napasnya, pertanda kalau ia sudah mulai lelah dan perlahan-lahan mulai kehabisan tenaga. Terlihat kalau cewek manis itu berdiri di bagian urutan barisan ke tujuh. Tentu saja hal tersebut membuatnya tidak bisa melirik-lirik apakah busway yang akan ia tumpangi sudah hampir tiba atau belum.
"Haaaahhh …," decak Fanny, cewek itu sekarang mulai meraba-raba tas yang kerap dipanggil tas cowok, lalu membuka resletingnya. Tentu saja untuk mengambil benda persegi panjang kebanggaannya. Benda yang ia beli beberapa waktu silam, hasil dari kerja keras menulis di platform online.
Suasana di dalam busway begitu menyesakkan. Padahal baru mengantri beberapa menit silam, tapi sudah menjadi antrian panjang pada siang itu. Terik pula, membuat Fanny yang kini berada di posisi paling depan itu menyipitkan mata untuk menghalangi sinar matahari yang menghadap padanya.
Capek banget gila
Mana ini segala dorong-dorongan.
Ah, nyesel.
Harusnya Gue nunggu busway selanjutnya aja tuh.
Cewek berhijab abu-abu terang itu melirik jam di handphone miliknya.
Terlihat sudah pukul lima lebih lima puluh menit.
Fanny kembali berdecak. Mematikan layar handphone, sebelumya ia menyalakan tombol play pada aplikasi musik kesayangannya. Tentu saja sekarang dia sudah memasang kedua earphone yang sudah setia bertengger di kedua telinganya.
Cewek cantik itu menghembuskan napas, memejamkan mata. Mencoba memberi ketenangan juga kenyamanan pada ke badmood-annya hari ini.
Coba aja hari ini nggak padet.
Coba aja hari ini nggak tumpuk-tumpukan gini.
Ah … mana panas banget …!
Gaada AC apa ya?
Gak mungkin sih …?
Secara ini kan busway. Kipas angin aja nggak ada.
Masa AC juga nggak ada?
Ah … apa rusak?
Fanny, cewek itu menghela napas cukup panjang. Lagi dan lagi lagu-lagu motivasi yang biasa ia dengar itu tidak mampu menyembuhkan ke badmood-annya hari ini.
Gimana Gue mau lanjut kerja kalau gini ceritanya?
Asli, hancur banget mood Gue kali ini.
Mana bau bawang …!
Gila sih. Huwek …!
Mual banget ih!
Belum lagi, kondisi busway yang kadang-kadang berliku-liku seperti ular yang tengah berjalan mencari mangsanya itu membuat Fanny yang berat badannya tak seberapa menjadi oleng-oleng tak karuan. Kadang hampir jatuh ke kanan, kadang juga ke kiri. Tentu saja orang-orang di dalam busway itu menahan tawa menggelitik akibat tingkah cewek kecil itu. Fanny yang selalu berdecak juga ekspresi wajahnya yang walaupun tertutup masker itu, menyiratkan mata tajam kepada siapa saja yang meliriknya.
Tampaknya ia benar-benar tengah badmood berat hari ini. Bagaimana tidak badmood, padahal awal-awal keberangkatannya menuju halte busway adalah perjalanan yang cukup menyenangkan.
Sedari pagi, dia sangat berharap bisa menulis di busway nanti. Entah akan dapat berapa ratus kata. Tapi, yang jelas cewek itu benar-benar excited kalau rencananya akan berhasil, juga tidak ada satupun halangan yang berani menampakkan dirinya di hadapan cewek itu.
Tapi, naas nya pertimbangan untuk menulis di busway bukanlah hal yang tepat. Melihat tidak ada satupun tempat duduk yang tersedia, membuat cewek cantik itu kehilangan beberapa menit waktu berharganya.
Bagi cewek itu, busway adalah salah satu dari ribuan tempat yang nyaman untuk berpikir jernih dan lancar ketika menulis cerita. Karena suasananya yang asing juga difasilitasi oleh AC dan kursi yang empuk juga telah menjadi pengikat hati tersendiri bagi Fanny.
"Hari ini kenapa sial banget, sih!?" Gumam Fanny, tapi sepertinya cowok di sebelahnya tidak mampu menahan tawa akibat tingkah lucu cewek disebelahnya itu.
Bayangkan saja, bagaimana tidak lucu?
Seorang perempuan berpakaian seadanya, seperti hendak pergi berangkat kerja, lengkap dengan tas besar dibelakang, juga tas kecil yang bertengger di pinggang rampingnya membuat dia semakin terlihat unik atau aneh. Entahlah sebutan apa yang lebih pantas untuk menggambarkan kondisi cewek di sebelahnya itu.