Nara keluar dari kelas 11 IPS 5 dan langsung berjalan menuju kantor guru. Senyum ramahnya tak lepas dari wajahnya yang manis dan selalu sedap untuk dipandang. Dan juga jangan lupakan pasukan bala kurawanya yang dengan suka rela membawakan buku-buku tugas murid kelas 11 IPS 5, namun kali ini bukan Adam maupun Dimas tapi Vino dan Hilmi yang bertugas.
“Bu, kapan-kapan saya boleh kan main kerumah ibu? Les-les tambahan gitu.” Ucap Hilmi basa-basi.
“Boleh. Tapi hubungi saya dulu kalo main kerumah buat belajar takutnya nanti saya gak di rumah.” Jawab Nara santai.
“Boleh bawa golongan Bala Kurawa bu?!” Tanya Vino semangat.
“Itu namanya kelas kalian minta jam Kokurikuler, bambank!” Jawab Nara dengan nada ketus tapi bermaksud bercanda. Akhirnya pun mereka tertawa bersama.
“Uhukkk, Ya kan aslinya pengen mengunjungi rumah calon kan bu.” Kode Hilmi.
“Udah ah, jangan bercanda mulu. Letakin aja buku-bukunya di meja ibu nanti biar ibu koreksi terus nanti sebelun pulang sekolah kalian ambil. Ibu mau ke Kantin sarapan dulu.” Usir Nara.
“Siyap bu! Tapi salim dulu dong.” Pinta Vino berbalut modus agar bisa mencium tangan Nara. Nara pun yang tak menaruh curiga memberikan punggung tangannya.
Cup
Cup
“Makasih ya udah bantu ibu.” Ucap Nara tulus. Mereka mengangguk senang.
“Sama-sama bu.” Jawab mereka serentak.
Setelah Vino dan Hilmi berjalan menuju kantor ruang guru, Nara berjalan ke Kantin. Perempuan itu merasa lapar dan haus, ia berharap sudah ada cemilan gorengan disana.
“Eh bu Nara, mau cari Pastel sama Risoles ya?” Sapa penjaga kantin pada Nara.
“Udah dateng belum bu?” Tanya Nara sambil mengambil sebotol teh dingin di kulkas.
“Udah kok bu.” Jawab sang penjaga kantin sambil menyodorkan keranjang berisi beberapa gorengan favorit Nara. Nara tersenyum senang dan mengambil beberapa pastel serta risoles untuk mengganjal perutnya. Saat sedang asik menikmati cemilannya dan berbincang riang dengan ibu kantin, ponsel Nara bergetar..
Mas Nakula is Calling..
“Apa lagi sih?!” Gerutu Nara, langsung saja Nara menarik napasnya.
“Halo assalammualaikum?” Jawab Nara santun.
“Waalaikumssalam. Lagi ngajar Ra?” Tanya Nakula halus.
“Enggak kok Mas. Lagi break.” Jawab Nara.
“Oh..”
“Ada apa ya Mas?” Tanya Nara tanpa basa-basi.
“Enggak kok cuma lagi pengen telpon aja. Soalnya kemarin kamu buru-buru pergi pas Sadewa dateng.” Balas Nakula.
“Oh maaf ya Mas. Soalnya emang udah malem.” Ucap Nara.
“By the way, kita masih bisa ketemuan kan kapan-kapan? Aku masih pengen banyak ngobrol sama kamu.” Pinta Nakula. Nara tak punya pilihan selain,
“Iya kok bisa. Tapi jangan mendadak ya.” Ucap Nara terpaksa.
“Iya aku tau kok kamu gak suka hal yang mendadak.” Gurau Nakula.
“Nanti kalau udah mau balik aku bakalan ngabarin.” Lanjut Nakula.
“Emang mas Nakula dimana?” Tanya Nara basa-basi. Pasalnya kan baru semalam mereka bertemu.
“Lagi di Kalimantan, hehe.”
“Loh, kok?”
“Iya semalem abis ketemu kamu langsung kesini ngurusin masalah di perkebunan. Agak repot emang karena gak ada yang bantuin.” Ucap Nakula. Nara mengangguk paham. Meski Nakula memiliki banyak saudara dan laki-laki semua, mereka lebih memilih mengejar passion mereka sendiri daripada meneruskan usaha keluarga, termasuk Sadewa juga.
****
Saat ini para guru dan staff sekolahan tengah melakukan rapat persiapan study tour ke Jogja dan Magelang dan Sadewa tengah membacakan job siapa saja guru-guru yang menjadi koordinator tiap bis kelas.
“Dan kloter bis terakhir yaitu 11 IPS 5 yang menjadi koordinatornya Bu Narawisrani dan Saya.” Ucap Sadewa. Nara yang mendengar itu pun menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Bu Yati, guru senior yang badannya cukup menutupi Nara. Sambil mengurut hidungnya pertanda ia cukup pusing serta jengkel.
Bagaimana tidak pusing kalau ia jadi koordinator bis bersama mantan yang menyebalkan?! Bagaimana bisa?! lagipula biasanya kepala sekolah berada di bis depan kan?! Bis lainnya terdapat tiga guru koordinator sedangkan ia harus berdua bersama?!
“b******k!” Umpat Nara dalam hati.
***
Sadewa memarkirkan mobilnya tepat di garasi rumahnya. Pria itu menghembuskan napasnya demi mengurangi sedikit sesak di dadanya. Setelah cukup tenang pria itu keluar dari mobilnya dan berjalan menuju gerbang untuk menutup gerbang yang ia buka untuk jalan masuk tadi.
Wajar saja, Sadewa tidak tinggal di rumah mewah kedua orang tuanya atau tinggal di rumah mewah yang menyediakan satpam yang siaga membukakan gerbang untuknya, pria itu memilih menyicil sebuah perumnas PNS di kota ini. Saat mendengar kalau Sadewa akan membeli rumah di kota ini awalnya kedua orang tua Sadewa tidak setuju dan memaksa keras Sadewa untuk membelikan rumah mewah untuk putra bungsunya itu namun Sadewa jauh lebih bersikeras untuk tetap mandiri dengan cara ini. Cukup mengecewakan untuk kedua orang tua Sadewa terutama sang ibu karena Sadewa memilih jalan yang sama seperti ketiga kakaknya, tidak mau orang tuanya ikut campur dalam kehidupan dewasa anak-anaknya.
Dan disinilah Sadewa, berdiri didepan rumah perjuangannya saat ini dan di masa depan.
"Loh, pak Sadewa?!" Panggil seseorang membuat Sadewa yang sedang memandangi rumahnya langsung terkejut. Pria itu menoleh dan menemukan seonggok remaja tengil yang kemarin menyeret Nara.
"Kamu.."
"Iya pak, saya Adam anak kelas 11 IPS 5, muridnya Bu Nara. Kemarin kita ketemu di pinggir lapangan." Ucap Adam sambil berjalan mendekati gerbang rumah Sadewa.
"Kok saya baru tau kalo bapak tetangga saya sih. Sejak kapan bapak pindah kesini?" Gumam Adam sambil memandangi rumah Sadewa.
“Sudah lama kok. Kamu aja kali yang gak sadar saya tetangga kamu.” Balas Sadewa.
"Bapak gak nawarin saya masuk gitu?" Tanya Ada kurang ajar.
"Kamu mau masuk?" Tanya Sadewa basa-basi dan langsung diangguki semangat oleh Adam.
"Boleh dong pak! Bapak ada PS kan?" Tanya Adam sambil membuka gerbang rumah Sadewa dengan semangat.
"Ada dong PlayStation 4 Uncharted 4 Limited Edition." Jawab Sadewa sombong.
"Wih keren tuh pak biasanya saya rental metok PS3. Duel yuk pak gini-gini saya jagoan di rental PS blok sebelah." Tantang Adam berani dan sombong.
"Ayo, tapi syaratnya kalo kamu kalah kamu harus jawab beberapa pertanyaan saya nanti!" Ucap Sadewa dan diangguki Adam tanpa sungkan.
"Siap, kalo bapak kalah, bapak harus minjemin PS bapak ke temen-temen kurawa ya pak!" tantang Adam tak mau kalah.
Kampret! Batin Sadewa.
Etapi tunggu, "Kurawa itu siapa?" Tanya Sadewa bingung.
"Duh bapak udah berapa hari sih jadi kepala sekolah di SMA kita masa gak tau siapa kurawa?" Tanya Adam mirip seperti sindiran.
"Ya saya kan gak tau makanya saya tanya!" Jawab Sadewa ngegas.
"Kurawa itu anak-anak cowok kelas 11 IPS 5 yang terkenal sebagai Selebgram di kota kita terus kita ini jagoannya endorse di IG. Terus nama itu nama agung yang diberikan khusus oleh Bu Narawisrani." Ucap Adam dengan binar senang.
“Selebgram? Terus kalian bangga dengan nama itu?” Sinis Sadewa sambil membuka pintu dan diikuti oleh Adam.
“Bangga dong, selagi itu yang ngasi nama Bu Nara kami seneng-seneng aja.” Jawab Adam acuh. Sadewa yang mendengar itu pun mendengus.
“Ya udah kamu kalau mau main dulu, main aja. Itu PSnya kamu pasang sendiri. Kalau mau cemilan atau minum ada di kulkas dapur. Saya mau mandi dulu.” Ucap Sadewa.
“Siap bosss!” Balas Adam senang.