Seorang guru tengah berlari menuju panggung permanen yang dijadikan tempat penghadapan upacara setiap hari Senin. Hari ini benar-benar hari yang s**l untuk Nara, karena pagi ini ia bangun kesiangan akibat marathon drama korea favorit terbarunya tanpa mengontrol jam hingga dini hari.
Semakin sialnya lagi hari ini adalah pengenalan kepala sekolah baru secara resmi di depan siswa-siswi, apalagi ia belum berkenalan dengan beliau karena hari jumat minggu kemarin ia izin tidak mengikuti acara penyambutan kepala sekolah yang baru. Sekarang lihat, di hari pertama kepala sekolah mulai aktif ia sudah memberikan kesan yang kurang disiplin di hadapan beliau.
Ah, s**l!
Kedatangan Nara yang terlambat cukup menarik perhatian siswa-siswi di lapangan saat kepala sekolah tersebut memberikan sambutan-sambutannya terutama murid kelas 11 IPS 5 yang menjadi fans bar-bar Nara yang tergabung dalam NARALWAYS atau BALA KURAWA bersiul melihat guru idola mereka baru datang. Ya, Nara cukup banyak memiliki fans karena selain cantik ia guru yang friendly terhadap murid sehingga banyak siswa/i menyukainya.
“Maaf terlambat.” Lirih Nara dengan kikuk pada guru lainnya.
“Dan saya akan memberikan teguran bertahap juga terhadap guru-guru yang kurang disiplin juga. Jadi semua peraturan akan adil terhadap siswa maupun guru.” Suara tersebut menggema melalui pengeras suara.
Nara makin menunduk malu tak berani melihat sang kepala sekolah baru karena ia merasa tersindir. Memalukan! Rutuk Nara dalam hati.
“Anda paham, Bu Naraswirani?” Tekan kepala sekolah tersebut.
Nara mengangkat wajahnya “Iya maaf, Pak..” Mata Nara membelak ketika tau siapa pria dihadapannya. Pria itu menyeringai halus.
“Saya belum mengenalkan diri saya kepada anda, Nama saya Prabu Sadewa, Kepala Sekolah yang baru di SMA ini.”
Selamat datang di neraka, Nara!
****
Selesai upacara seluruh guru termasuk Nara langsung masuk ruang guru. Nara menuju lokernya untuk melihat jadwal dimana ia akan mengajar. Hari Senin setelah upacara ia harus mengajar di kelas 11 IPS 5. Sambil menghembuskan napasnya ia membuka pintu lokernya dan mengambil buku guru dan buku paket sejarah kelas 11.
Saat menutup pintu loker denting kompak beberapa ponsel guru yang ada di ruangan itu membuat mereka saling menatap tak terkecuali Nara. Lalu mereka membukanya bersama.
08118011148 ~Prabu Sadewa
Selamat pagi bapak dan ibu guru. Hari ini setelah Jam sekolah berakhir saya harap bapak ibu jangan pulang dulu. Karena saya akan mengadakan rapat perdana saya disini beserta kebijakan-kebijakan baru untuk SMA kita ini.
Terima kasih.
Sontak saja semua mendesah tanpa suara. Ini berarti mereka harus pulang lebih lambat dari biasanya, tanpa rapat saja jam pelajaran berakhir jam 3 sore, apalagi jika ada rapat. Padahal biasanya jika ada rapat akan diadakan saat jam pelajaran itu berati jam kosong untuk para siswa.
Tidak ada yang berani menggerutu karena ini rapat perdana kepala sekolah yang baru sehingga mereka menutup ponsel mereka setelah membalas ajakan kepala sekolah yang baru itu. Kecuali Nara, ia hanya menyimak tanpa membalasnya. Toh ia tetap akan datang dirapat tersebut meskipun sangat enggan.
Nara pun memilih keluar dari ruang guru dan melanjutkan jalannya untuk menuju kelas 11 IPS 5 di mana murid-murid paling tengil di sekolah ini berkumpul dan sayangnya Nara lah yang ditunjuk sebagai wali kelas 11 IPS 5. Meski tengil, julid dan menjengkelkan, mereka mampu menghibur Nara belum lagi segudang prestasi yang sudah mereka persembahkan untuk sekolah. Bisa dikatakan kalau kelas tersebut yang banyak mengharumkan nama sekolah.
Saat berjalan menuju kelas 11 IPS 5, Nara memilih memutar jalan agar tidak melewati ruangan kepala sekolah. Tak apa lebih jauh yang penting tidak bertemu dengan kepala sekolah yang baru, Prabu Sadewa.
Tak lama Nara merasakan ponselnya bergetar di balik sakunya tanda pesan w******p masuk. Perempuan itu berhenti sejenak, saat mengeceknya Nara menyengit samar pasalnya nomer tersebut tidak dikenali.
081234789567
Nara...
Nara mengecek nama profil nomer w******p tersebut matanya membelak. Prabu Nakula
Apa-apaan nih?! Gumam Nara jengkel, kenapa kedua pria ini menyerang Nara dengan bersamaan?! Lalu ponsel Nara bergetar kembali dengan durasi yang cukup lama, Nakula menelponnya. Nara harus apa?
Tenang Nara.. Tenang.. Angkat dan biasa aja!
“Halo?”
“Assalammualaikum..” Sapa Nara. Tak lama suara kekehan terdengar.
“Waalaikumssalam. Apa kabar Ra?”
“Baik. Mas sendiri gimana? Dapat nomerku dari mana?”
“Yah masih gini aja. Aku dapet nomer kamu dari Sadewa.”
“Oh iya. Aduh maaf ya mas, udah masuk jam pelajaran dan aku harus ngajar dulu.”
“Bentar, Ra. Aku nelpon kamu buat ngajak kamu ketemuan. Lumayan penting.”
Nara mendesah tanpa suara, ia benar-benar tidak ingin berhubungan lagi dengan kedua saudara kembar ini lagi!
“Bisa kan nanti abis magrib? Aku bisa jemput kamu.”
“Gak usah, Mas. Mas bisa share lokasinya ke aku tempatnya, nanti aku kesana.” Sergah Nara cepat.
“Oke, nanti aku share lokasinya.”
“Iya mas. Ya udah ya aku tutup dulu ya, mau ngajar, Assalamulaikum.”
“Waalaikumssalam”
Nara membuang napasnya lega setelah menutup telponnya bersama Nakula, gadis itu segera memasukkan ponselnya ke saku namun suara intrupsi di belakangnya membekukan pergerakannya.
“Jadi gini ya salah satu kebiasaan buruk salah satu guru di SMA ini. Korupsi waktu pelajaran buat telefonan sama pacarnya?”
Nara langsung berbalik ke arah Suara dan menemukan Sadewa di belakangnya. Pria itu menatap Nara dengan tatapan menghunus dan arrogant.
“Maaf pak.” Ucap Nara tanpa mengelak sambil menunduk. Meski perasaannya menahan rasa jengkel pada pria ini.
“Tolong ya Bu Narawisrani. Jadilah Guru teladan. Tidak terlambat, tidak mengkorupsi waktu pelajaran dan tidak pacaran saat jam pelajaran!” Tegur Sadewa dengan nada formal. Nara mengangkat wajahnya seketika saat mendengar tuduhan Sadewa.
“Saya gak pacaran, Pak! Saya cuma mengangkat telepon-”
“Sama saja! Jika tidak penting jangan diangkat!” Amuk Sadewa. Pria itu sepertinya tidak mengenal tempat saat menegur Nara, padahal posisi mereka kini di samping lapangan basket dan di sana ada kelas yang tengah melaksanakan pelajaran olah raga. Mengetahui suasana tidak mendukung Nara menghembuskan napasnya kesal. Kini ia sangat malu sekali.
“Baik, saya gak akan mengulangi lagi. Saya minta maaf atas kesalahan saya. Namun tolong, jangan sebar nomer saya lagi.” Desis Nara pelan serta menyindir tanpa sopan santun lalu berbalik meninggalkan Sadewa yang menatapnya penuh dendam.