Pagi harinya aku terbangun masih dengan posisi yang sama. Senyum kecilku perlahan muncul saat memandang wajah Valdi yang begitu dekat. Aku berniat untuk mengamati lebih lama, namun niatku tidak bisa terlaksana saat mataku melihat jam dinding. Pukul setengah enam. Aku langsung menepuk pipi Valdi dengan keras. “Bangun, Val! Udah jam setengah enam, nih. Nanti nggak keburu subuhan.” Aku berteriak tepat di telinganya. Lenguhan tanda protes dari Valdi terdengar sebelum akhirnya kedua matanya terbuka. “Apa sih, Va?” tanya Valdi dengan suara serak khas bangun tidur. Aku menggeram tidak sabar dan melepaskan diri dari pelukan Valdi. “Lihat jam, tuh! Udah jam setengah enam. Ayo bangun, buruan salat.” Valdi akhirnya menurutiku. Dia bangun kemudian berjalan menuju kamar mandi dengan mata terpejam

