Kotak Hitam

1021 Kata
Pria besar itu menggeram dengan rahang mengeras. "b******k kau!!!" Amukan Richard semakin menjadi. Namun tepat seperti perkiraan Frans, bocah itu justru malah mengamuk pada Remi, orang yang selama ini ia percayai. Remi yang tidak menduga akan hal itu, tidak kuasa mengelak ketika Richard tiba-tiba menarik cepat kerah jasnya dengan sekuat tenaga hingga kancing-kancingnya copot dan berjatuhan ke lantai club yang dingin dan keras. Bodyguard satunya lagi langsung berusaha melerai mereka, tapi memang dasarnya Richard berbadan cukup tinggi dan besar sehingga menenangkannya bagai berusaha menidurkan seekor banteng yang sedang mengamuk. Lalu tanpa basa-basi lagi, Richard berusaha merogoh ke dalam kantung dalam jas Remi untuk meraih sebuah benda berbentuk kotak hitam dengan list perak seukuran korek api gas dari sana. Ia tau benda itu sangat berharga bagi Remi, meskipun tidak tau dengan jelas apa isi benda itu mau pun kegunaannya. Sebenarnya selama ini, diam-diam Remi juga selalu memperhatikan gerak-gerik kedua bodyguardnya itu. Karena dalam hati ia tidak bisa percaya seratus persen pada ayahnya. Namun ia tetap berusaha menghormati mereka karena mereka selalu bersikap baik dan kelihatan menyayanginya. Tapi ternyata apa yang ada di balik senyuman orang-orang itu sangat membuatnya kecewa dan sakit hati. "Ini, kan?! Jadi benda ini yang kalian gunakan untuk membodoh-bodohiku selama ini?! Kalian pikir aku sebodoh itu, hah?!!" "Itu datanya!" Bisik Tora langsung, mendapat anggukan cepat dari Frans. Tanpa menunggu lebih lama lagi, tanpa perduli dengan drama yang sedang berlangsung, Tora dengan cepat melayangkan ayunan tendangan kakinya tepat ke tangan Richard yang sedang dalam posisi tidak siaga. Tendangan tersebut membuat kotak hitam tersebut terpental dari genggamannya dan jatuh ke lantai. Mereka langsung berusaha merebut kotak itu. Namun tiba-tiba tubuh mereka ditarik kasar ke belakang oleh sekelompok orang. Ternyata tiga orang teman Richard sudah sampai beberapa saat lalu dan langsung memanggil anggota kelompok mereka yang lainnya setelah melihat kericuhan yang terjadi. Akhirnya baku hantam pun tak terelakan, meski masih lebih baik dari pada ledakan senjata api. Sialnya, rencana Frans untuk datang berdua saja bersama Tora untuk mencegah kecurigaan, malah menjadi batu sandungan bagi dirinya sendiri. Ia dan Tora terpaksa harus bersusah payah melawan anggota kru kelompok 'Demeter'. Kondisi ruang VIP yang mewah dengan interior mahal, kini menjadi porak poranda dan para pegawai tidak bisa bertindak apa-apa selain menonton atau kabur ke pantry. Bahkan untuk melapor polisi pun, mereka juga tidak bisa karna pemilik club tersebut adalah salah satu petinggi kelompok mafia Demeter. Sebelum tenaga keduanya terkuras habis dan keadaan semakin memburuk, mereka segera kabur melalui pintu belakang setelah hampir seluruh musuh berhasil mereka hajar hingga terkapar, meninggalkan Richard yang mematung dengan tatapan nanar tanpa berusaha mencegah apa pun. Nampaknya psikologi pria itu sedang terguncang akibat penghianatan yang baru saja ia terima. Tora mendesah berat dalam langkah cepatnya, mereka gagal lagi mengambil data itu. Frans yang menyadari hal tersebut, sontak tersenyum dan menepuk pundak asistennya lalu merogoh kantung celana jeans yang ia kenakan. "Tidak ada kata gagal di dalam kamusku." Tora terkesima tidak percaya. Sejak kapan?! Ternyata tadi diam-diam Frans mengambil kotak itu dan menukarnya saat mereka sedang sibuk berkelahi. Kebetulan kotak tersebut seukuran dengan korek api gas miliknya yang juga berwarna hitam dengan tekstur dan bahan yang sama. Bedanya, tidak terdapat garis perak disana. Pantas saja Remi tidak terlalu memusingkan ketika mereka memutuskan untuk kabur. Karna ia berpikir benda itu masih ada di dalam tangannya. Frans tertawa sombong melihat Tora yang masih melongo tidak percaya akan kelihaian bosnya itu. Setelah sampai di ruang belakang, terdapat lorong hitam ramang dengan pintu besi berwarna abu-abu di ujungnya. Itu adalah pintu keluar. Dengan terburu-buru Frans mendorong pintu berat itu dan melangkah keluar. Namun tidak disangka, di balik pintu tersebut ada sebuah keranjang berisi kain dan peralatan dapur yang menjulang tinggi bagai gunung menabrak tubuhnya. Seketika itu juga keranjang tersebut jatuh, membuat isinya tumpah berserakan di lantai. "Astaga! Maafkan saya, pak!" Seru seorang gadis dengan suara gemetar. Ia adalah Nana. Nana langsung berlutut membereskan barang yang berserakan di depan kaki pria itu. Frans menatapnya dengan kesal, lalu ia menyadari sesuatu yang membuat darahnya mendadak naik. Kotak hitamnya, hilang! "Kotaknya hilang! Pasti jatuh saat tadi kau menabrakku!" Cecarnya pada gadis itu. "K.. Kotak? Maaf, akan saya cari sekarang." Ucap Nana meski tidak tau kotak macam apa yang dimaksud oleh pria itu. Tora yang melihat kejadian tersebut segera membatu Nana mencari di antara perlatan makan dan serbet yang berserakan. Tiba-tiba mata Nana melihat sebuah kotak hitam mengkilap dalam keadaan agak terbuka di bagian tengah, cepat-cepat ia merapatkan benda itu hingga tertutup rapat seperti seharusnya. "I.. Ini bukan kotaknya pak?" Katanya dengan menjukan benda kecil itu pada Tora. Pria itu mengangguk dan mengambil kotak hitam tersebut. Ia langsung berdiri dan menoleh pada Frans kemudian mengangguk sekilas, memberi instruksi untuk segera pergi. "Maafkan saya, pak. Saya tidak lihat anda keluar dari pintu itu." Ucap Nana sekali lagi setelah ia juga sudah bangkit berdiri. Kalau ia membuat masalah, pasti Tari yang akan kena getahnya besok. Nana paling tidak mau merepotkan orang yang sudah membantunya. Frans menatap gadis itu sebentar. Tatapannya digin dan datar, lebih dianggap sebagai tatapan sinis dan meredahkan oleh Nana. Lalu kedua pria itu pergi meninggalkannya ditengah kekacauan itu. "Cih! Sombong sekali!" Gumam Nana sebal. Meski begitu, keadaan membuatnya tidak bisa membela dirinya sendiri. Nana segera lanjut merapihkan barang-barang yang berserakan di lantai tadi. Karena itu adalah barang-barang kecil, membereskannya butuh waktu yang cukup lama. Saat hampir semua barang masuk kembali ke dalam keranjang, ia melihat sebuah memory card hitam kecil berukuran 32GB. "MC? Punya siapa ya?" Ia meneliti benda itu sebentar sebelum menggidik bahu dan memasukan benda kecil tersebut ke dalam kantung kemeja dan lanjut berberes. Kemungkinan MC itu adalah milik salah satu rekan pelayannya. Ia akan tanyakan pada mereka nanti. ☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘☘ Di dalam mobil yang melaju kencang, Frans tersenyum puas karena apa yang ia inginkan sudah ada di dalam genggaman tangannya. Tidak pernah ada hal yang terlalu sulit baginya, hal seperti ini dapat ia selesaikan hanya dalam semalam saja. "Filenya mau ditaruh dimana, pak?" Tanya Tora dari balik kemudi. "Simpan dulu. Besok pagi langsung kita buka. Sekarang aku lelah, mau tidur." Jawab Frans sembari memejamkan kedua mata tajamnya. "Oke." Tora tidak jadi mengeluarkan kotak hitam kosong itu dari dalam saku kemejanya. ..... *MC = Memory Card
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN