Dangerous Darling

Dalam gemerlapnya malam ibu kota, di sudut-sudut yang tidak terjangkau cahaya, tidak tercium dan samar terlihat mata, sebuah kehidupan yang bahkan aparat hukum tidak berani menyentuhnya. Jakarta undercover mungkin judul yang cocok jika mereka dijadikan film. Ketika yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya. Mereka menginjak-injak yang lemah dengan memanfaatkan kekurangan orang lain demi menguntungkan diri sendiri. Seorang pria berpostur tegap tinggi menghitung lembar-lembar uang lusuh yang bahkan ada yang terdapat bercak darahnya, lalu mengareti mereka menjadi segepok dan digabungkan lagi dengan tumpukan gepokan uang lainnya yang sudah menggunung. Tangannya yang penuh tato menampakkan otot dari tulang keringnya yang tanpa diceritakan-pun orang juga akan tau seberapa terlatihnya ia dan berapa banyak wajah babak belur dibuatnya. Tiba-tiba ponselnya berdering yang dengan sigap langsung diangkatnya. Segagah apapun postur tubuh dan sesangar apapun wajah yang ia miliki, nampak kelemahannya pada siapapun yang bicara di balik telpon itu. "Baik, bos!" Jawabnya langsung berdiri hormat meskipun si penelepon tidak melihat dirinya. Bagai rasa hormat dan segan.. atau mungkin takut, sudah tertanam ke dalam naluri pria sangar itu. Ia terburu-buru masuk ke dalam mobil land cruiser hitam dan melaju cepat menuju salah satu perumahan elite di Jakata. Tidak lama, mobil itu kembali keluar dari gerbang besar perumahan dengan seorang pria duduk di kursi belakang. Pria bertato itu menyupir mobil dengan lihai hingga.. Ckitt!! Ia menginjak pedal rem ketika mendadak seorang gadis bodoh hampir menyebrang jalan dengan terburu-buru. Gadis itu tidak jadi menyebrang karena nyawanya hampir melayang tertabrak mobil. "Ada apa, Hendra?!" Tanya pria di kursi belakang dengan emosi. "Ma.. Maaf pak, gadis itu nyebrang mendadak." Jawabnya takut sekaligus kesal. Bisa jadi hari ini adalah hari terakhirnya bisa menyetir dengan tangan. Cewek sialan! Pria dengan wajah maskulin itu melirik melalui jendela, gadis yang jelas-jelas salah itu malah memelototi mereka dengan tidak tahu dirinya. Hal itu membuat dirinya jengkel, namun hanya orang kurang kerjaan yang mau meladeni kebodohan orang bodoh. Akhirnya ia menghiraukan dan menyuruh pria berotot itu untuk kembali jalan. Gadis bodoh tadi masih menatap mobil mereka dari pinggir jalan dengan wajah jengkel, kaget, bingung, dan lelah bercampur menjadi satu. Jelas ia tidak jadi menyebrang Tangannya mengepal keras dengan kantung belanjaan masih tergantung di salah satunya. Ia sangat teramat lelah, sudah jam 2 dini hari namun masih harus jalan kaki pulang dari tempat kerja keduanya. Karena kondisi ekonomi yang 'semakin hari semakin sulit saja', ia harus kerja shift pagi dan malam setiap hari. Lalu ketidakadilan entah mengapa malah kerap menimpanya, contohnya seperti sekarang ini. "Sabar Na.. Sabar.. Orang sabar cepat kaya.." Gumamnya menghibur diri sendiri dan mengaminkan kalimatnya sendiri juga. Gadis itu tau bagaimana sifat orang kaya, apalagi yang mobilnya semahal mobil hitam tadi. Ia juga berjanji, jika suatu saat ia menjadi kaya raya, ia tidak akan menjadi orang kaya arogan yang menindas rakyat kecil. Sambil menahan buih darah yang meletup-letup ia kembali melirik lampu lalu lintas yang bertengger di pinggir perempatan jalan itu lalu mendesah berat bagai kesabaran tadi menguap lenyap dari desahannya. "Tapi ini lampu merah. Dasar orang kaya begooo!!!!!!" Jeritnya di tengah jalan yang sepi.