2.Why Does He Hate Me?

3137 Kata
Kalva menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang kerjanya. Dia masih memikirkan isi dari surat wasiat Helena. Kalva masih belum mengerti kenapa kakaknya itu memilih dirinya untuk menjaga Kimi. Padahal masih banyak sanak saudara kakaknya yang tentunya mau merawat gadis tersebut. Dan yang tak habis fikir adalah, kenapa kakakanya memercayakan anaknya yang masih gadis kepada laki-laki yang masih lajang seperti dirinya. Andai saja Kalva tidak berhutang budi kepada Helena, tentu dia akan menolak mentah-mentah wasiat itu. Laki-laki itu tidak terbiasa dengan kehadiran orang asing dalam hidupnya. Sekalipun dia adalah keponakannya sendiri. Namun itu tak mungkin dia lakukan. Dirinya menjadi seperti sekarang ini adalah berkat Helena. Perempuan itu telah banyak membantunya. Bahkan Helena sampai memberikan nama keluarganya pada Kalva. Yah, Kalva bukanlah adik kandung Helena. Perempuan cantik itu menemukan Kalva yang sedang mengamen di pinggir jalan. Terlihat kumal dan kelaparan. Saat itu Kalva sama sekali belum mendapatkan uang sepeserpun. Usianya masih sangat muda, tetapi dia sudah harus mencari uang sendiri karena kedua orang tuanya sudah meninggal. Seorang anak berumur tujuh tahun yang berjuang sendiri melawan panas teriknya matahari demi sesuap nasi. Kala itu Helena tiba-tiba saja menghampirinya dan mengajaknya berbicara. Kalva sangat tau bahwa Helena adalah perempuan yang berjiwa sosial tingggi. Perempuan berhati malaikat itu selalu mengikuti kegiatan penggalangan dana di kalangan para dermawan lainnya. Selama setengah jam dia dan Helena berbicara mengenai kehidupan dirinya, dan tiba-tiba saja perempuan cantik itu mengajaknya pulang ke rumah .Perempuan itu mengenalkannya kepada kedua orang tua Helena. Seperti halnya Helena. Kedua orang tuanya sama baiknya, bahkan Kalva langsung diadopsi oleh keluarga Airlangga. Mungkin karena Helena anak tunggal, dia merasa sangat kesepian. Kehadiran Kalva saat itu membuat rumah besar tersebut menjadi ramai dan tidak lagi terasa sepi. Sejak saat itu dalam hati Kalva berjanji akan melakukan apapun untuk perempuan yang disayanginya itu. Karena baginya Helena adalah malaikat pelindungnya. Sampai suatu kabar mengejutkan datang dari Singapura. Hatinya saat itu terasa amat sakit ketika mendengar kecelakaan yang menimpa Helena juga suaminya hingga menyebabkan keduanya meninggal di tempat. Kalva langsung terbang ke Singapura untuk menghadiri pemakaman Helena.Namun dia tidak sempat bertemu dengan Kimi karena gadis itu tidak mau bertemu siapa-siapa dulu. Bahkan selama seminggu Kimi terus saja mengurung diri di kamar. Kimi masih terlalu syok mendapati musibah yang menimpanya. Sampai Gina, sahabat Helena menghubunginya sebulan kemudian. Sesuai dengan wasiat yang sudah ditulis Helena. Bahwa surat wasiat akan dibacakan sebulan setelah kematiannya. Kalva yang saat itu kebetulan sudah menyelesaikan studinya memutuskan secepatnya pulang ke Jakarta. Untungnya Gina berbaik hati mengantarkan Kimi ke rumahnya langsung. Kalva menghela nafas pelan. Sekarang dia harus merawat Kimi. Dan dia tidak ingin Helena merasa kecewa padanya. Sebisa mungkin dia akan membuat Kimi tidak kekurangan suatu apapun. Seperti halnya Helena merawatnya. Hanya saja yang menjadi masalah adalah, Kalva tidak berpengalaman dalam merawat gadis remaja, apalagi dirinya termasuk orang yang sedikit kaku. Berbanding terbalik dengan Helena yang supel dan murah hati. Dan dari wajahnya langsung Kalva bisa mengira Kimi adalah tipe gadis manja yang cengeng. Membuat Kalva harus ekstra sabar menghadapi remaja itu. “Now, what i have to do?” tanya Kalva kepada dirinya sendiri. Akhirnya Kalva akan memutuskan untuk mengurus sekolah Kimi terlebih dahulu. Dia akan memasukan gadis itu ke sekolah Swasta yang terbaik di Jakarta. Kalva meraih hp nya kemudian menelpon seseorang yang sangat dikenalnya. “Din, bisa bantu saya...” “.......” “Baik, saya mau semua berkas selesai lusa.” “.......” “Terima kasih.” Kalva melempar hpnya ke sofa, sekali lagi laki-laki itu menghela nafas pelan. Masalah kepindahan sekolah Kimi sudah terselesaikan. Dia melirik jam tangannya, sudah pukul setengah tujuh malam, lebih baik dirinya mandi terlebih dahulu sebelum turun ke bawah untuk makan malam. Dia tidak boleh lupa ada penghuni baru dalam rumahnya yang mengaharuskan dirinya ikut makan malam di rumah. Kebiasaan yang jarang dia lakukan karena kesibukannya. ********* Kimi keluar dari kamarnya saat Bik Asih, pembantu Kalva mengetuk pintu kamarnya untuk memberi tau bahwa makan malam telah siap. Sebelum keluar dari kamar gadis itu sempat melirik penampilannya di cermin. Malam ini dia mengenakan kemeja putih longgar dengan hotpant yang senada warnanya. Rambut panjangnya sengaja digerai karena masih basah. Dia baru saja selesai mandi. Setelah mengenakan slipper keroro kesayangannya Kimi langsung keluar kamar menuju ruang makan. Rupanya Kalva sudah menunggunya di meja makan. Gadis itu memilih duduk tepat di depan Kalva. Dia tidak berani duduk di samping laki-laki itu. “Senin besok kamu sudah mulai sekolah di Darma Bangsa,” Kalva mulai membuka percakapan. Gerakan Kimi sempat terhenti sejenak, sekilas memandang Kalva. Entah sampai kapan kekakuan ini akan berlanjut. “Darma Bangsa?” tanya Kimi pelan,”Tapi...aku lupa bawa peralatan sekolah aku, om.. Kalva,” katanya kikuk, belum terbiasa dengan panggilan itu. Kalva melipat kedua tangannya kemudian menatap Kimi,”Besok kita akan ke mall buat beli semua yang kamu butuhkan. Jadi kamu nggak perlu terlalu memusingkannya,” sahut Kalva cepat. “Tapi...” “Cepat habiskan makan malammu, saya masih banyak kerjaan yang harus diselesaikan.” Kalva bangkit dari duduknya kemudian melangkah pergi menuju ruang kerjanya. Kimi menatap kepergian laki-laki itu sedih. Apakah akan seperti ini terus keadaannya? Kenapa sepertinya Kalva tidak suka akan kehadirannya di rumah ini. Perlahan air mata Kimi mengalir membasahi pipinya, rasanya dia ingin pulang saja. Tapi itu hal yang tidak mungkin dia lakukan sekarang. Di rumahnya sudah tidak ada lagi yang menunggunya pulang. Yang ada gadis itu malah akan menangis mengingat semua kenangan tentang kedua orang tuanya. Dan yang pasti, Kalva tidak akan mengizinkannya. ****** Kimi turun dari Audi putih milik Kalva, sejenak dia memandang sekolah barunya yang mungkin hanya enam bulan saja dia akan bersekolah di sana. Karena menurut Kalva, ujian kelulusan bagi murid SMA di Jakarta sekitar enam bulan lagi. Bangunan besar itu cukup bagus, tak berbeda jauh dengan sekolahnya di Singapura. Sabtu sore, dirinya sudah mendapat seragam sekolah Darma bangsa yang Kalva ambil sendiri. Untungnya seragam sekolah Darma Bangsa ini sangat pas di tubuhnya. “Kalau  jam belajar kamu sudah selesai, kamu langsung telpon saya, biar saya langsung jemput. Ingat jangan naik taksi atau menebeng orang, ngerti?” jelas Kalva tegas. Kimi membalas dengan anggukan pelan. Tentu saja dia tidak perlu diberitahu, memang dirinya anak kecil yang harus diperingati seperti itu. Dasar Kalva nyebelin! Setelah mobil Kalva mengilang dari pandangannya, Kimi langsung melangkah menuju ruang kepala sekolah yang kata Kalva terletak di bangunan sebelah kiri. Langkahnya terhenti saat menemukan ruangan dengan papan nama yang bertuliskan ‘HeadMaster’ di depan pintunya. Kimi mengetuk pelan pintu tersebut. Terdengar suara dari dalam yang menyuruhnya masuk. Gadis itu pun langsung membuka pintu , masuk ke dalam ruangan tersebut. Kimi tersenyum pada wanita yang duduk di belakang meja . Dia duduk setelah wanita itu mempersilahkannya duduk. Ada papan nama bertuliskan Melisa S “Well, pasti kamu Kimberly Sheila Pratama kan?” tanya wanita itu ramah. Kimi tersenyum lalu membalasnya.”iya, Bu. Tapi cukup panggil saya Kimi aja, Bu.” Wanita itu mengangguk mengerti,”Oke, Kimi. Saya Meli, Kepala Sekolah di sini .Kamu akan saya antarkan ke kelas X11 IPS 1, karena sesuai dengan raport kamu. Kamu tidak suka dengan pelajaran eksak kan?” Kimi tersenyum lalu menganggu,”Iya. Bu” Kepala sekolah itu melirik sejenak jam tangannya,”Baiklah karena pelajaran sudah dimulai..lebih baik kita langsung ke kelas kamu,” ajak wanita itu keluar dari ruangannya. Kimi mengikutinya di belakang. Butuh waktu lima menit untuk sampai ke kelas X11 IPS 1, karena letak gedungnya yang berbeda dari gedung kepala sekolah. “Pagi anak-anak!” sapa Bu Meli “Pagi Bu Meli!” sahut murid-murid. “Maaf mengganggu sebentar, Ibu membawa teman baru buat kalian. Ayo Kimi, silahkan masuk,” perintah Wanita yang ternyata bernama Bu Meli. Kimi menurut, gadis itu lalu melangkah ke dalam kelas. Tiba-tiba saja kelas menjadi hening. Semua tatapan penghuni ruangan tersebut tertuju kearahnya. Membuat gadis itu menjadi gugup. Apakah ada yang salah dengan dirinya? Atau di salah memakai seragam? Tapi sepertinya tidak. “Ayo Kimi, perkenalkan diri kamu pada teman-teman sekelas kamu!” perintah Bu Meli. Kimi maju beberapa langkah kemudian mulai memperkenalkan dirinya,”Nama Saya Kimberly Putri Pratama, saya pindahan dari Singapura, salam kenal semua!’ ucap Kimi lembut lalu tersenyum. Semua murid langsung membalas sapaan lembut Kimi, sepertinya teman sekelasnya ini suka pada dirinya. Terlihat dari reaksi mereka terhadapnya. “Oke, Kimi silahkan kamu duduk dengan...Sofi! “ Bu Meli menunjuk seorang gadis berkacamata tipis yang duduk di baris ke tiga sebelah kanan Kimi. Dia segera menghampiri meja tersebut, kemudian duduk di kursi yang kosong disebelah Sofi. “Baik anak-anak, silahkan lanjutkan pelajaran kalian. Ibu pamit dulu, Selamat pagi!” Ibu Meli kemudian pergi meninggalkan kelas. “Hai! Aku Kimi!” Kimi berinisiatif terlebih dahulu mengajaknya berkenalan. Sofi tersenyum membalas uluran tangan Kimi. ”Sofi,” balas Sofi. “Kenapa semua anak kelas melihat ke arah aku yah? Apa ada yang salah dengan penampilan aku?” bisik Kimi pada Sofi yang dibalas Sofi dengan tawa lucu. Membuat Kimi mengernyit bingung.”Kenapa ketawa?” “Karena mereka belum pernah liat anak baru secantik lo, Kimi. ” Kimi menggeleng pelan,”Aku kira penampilanku yang aneh, “ gumamnya pelan. “Hahha, itu hanya perasaan lo aja, ....” Kimi ingin bertanya lagi pada Sofi, namun ucapannya tertahan saat melihat seorang guru masuk ke dalam kelas. Pertanda pelajaran akan segera dimulai.  ******** Kimi melirik jam tangannya gusar, sudah setengah jam dirinya menunggu kedatangan Kalva, namun batang hidungnya belum tampak sama sekali. Apalagi sekolah mulai sepi, hanya ada beberapa murid yang sedang ikut kegiatan klub. Kimi mengelus perutnya yang mulai terasa lapar, dia menyesal karena tadi pagi hanya meminum s**u coklat. Tidak menyentuh roti isi yang dibuat Bik Asih untuknya. Semua itu karena Kalva, laki-laki itu tiba-tiba saja sudah menyuruhnya masuk ke mobil saat tangannya hendak memegang roti isi tersebut. Sialnya lagi saat istarahat tadi, dia tidak bisa keluar karena teman sekelasnya mengajaknya berkenalan dan ngobrol. Alhasil perutnya hanya diisi air istonic saja, itupun karena Sofi yang memberikannya. “Ck...tuh orang kemana sih? Udah jam tiga belum dateng juga!” gerutu Kimi kesal. Andai saja dia punya nomer hp Kalva, dia pasti langsung menghubungi laki-laki menyebalkan itu. “Kamu Kimi, kan?” Sapa suara serak khas laki-laki mengalihkan perhatian Kimi, gadis itu menoleh ke kiri dimana seorang laki-laki dengan seragam basketnya sedang tersenyum kearahnya. Sepertinya laki-laki itu bukan teman sekelasnya, karena Kimi merasa asing dengan wajah dihadapannya ini. “Iya, kamu siapa? Temen sekelas aku?” Laki-laki itu tersenyum, lalu menggeleng,”Gue Rio. Anak X11 IPA 1, “ “Oh, pantesan aku nggak pernah liat kamu kayaknya di kelas,” sahut Kimi tersenyum. “Iya,  by the way kenapa belum pulang? Makanya gue nyamperin lo karena sepertinya lo diem aja dari tadi di taman ini,” tanya Rio kemudian. “Aku lagi nunggu jemputan, tapi belum dateng juga, mungkin Om Kalva masih sibuk,” jawab Kimi. “Kenapa nggak lo telpon aja, siapa tau dia lupa,” Kimi diam sejenak, lalu menggeleng pelan,”Aku lupa minta nomer Om Kalva.” Rio memandang Kimi bingung, baru kali ini dia bertemu dengan seorang keponakan yang  lupa dengan nomer Om nya.”Lupa?” “Iya, soalnya ...” “KIMI!!!” Kimi tak sempat melanjutkan kalimatnya karena seseorang memanggil namanya, dia menoleh ke depan gerbang, di sana berdiri Kalva lengkap dengan jas kerjanya. Laki-laki itu berjalan menghampiri dirinya,”Ayo pulang!” Kalva menarik tangan Kimi, namun pandangannya terarah pada laki-laki yang berdiri di samping Kimi dengan pandangan tidak suka. Ternyata kecantikan keponakannya itu sudah bisa menjerat salah satu temannya. Hanya dalam waktu satu hari saja. Hebat! Pikirnya. “I...iya. Maaf Rio, aku duluan” Kimi menunduk meminta maaf, lalu mengikuti Kalva yang menariknya ke mobil putih Kalva yang terparkir di depan gerbang. Dia segera membuka pintu untuk Kimi lalu menyuruhnya masuk. “Kenapa kamu nggak nelpon saya kalo kamu sudah pulang?” tanya Kalva dingin saat mobilnya mulai menjauh dari sekolah Kimi. Kimi menunduk takut , dia tidak berani melihat Kalva yang sepertinya sedang marah,”Aku nggak punya nomer Om Kalva,” sahutnya lirih. Shitt! Gue kenapa bisa lupa ngasih nomer gue ke Kimi? Gerutu Kalva dalam hati. Dia merasa bersalah karena sudah memarahi gadis itu. Dia melirik Kimi yang tertunduk diam. Pasti gadis itu takut karena dirinya marah. “Mana handphone kamu?” tanya Kalva membuat Kimi terkesiap, cepat-cepat gadis itu mengeluarkan Hp miliknya yang dia taruh di tas lalu menyerahkan pada Kalva. Kalva menerima handphone tersebut, kemudian mengetik sesuatu. “Nih” dia menyerahkan kembali HP milik Kimi. Ragu-ragu Kimi  menerima Hp tersebut, kembali memasukannya ke dalam tas. “Sekarang kalo ada apa-apa kamu bisa telpon saya, nomer saya sudah saya save di hp kamu, ngerti?” Kimi menganggu cepat.”Iya,Om.” "Bagus." Sahut Kalva singkat. Sepanjang perjalanan keduanya sama-sama diam, Kalva dan Kimi sibuk dengan pikirannya masing-masing. Membuat susana di dalam mobil terasa sangat kaku. Kimi berharap dia segera cepat sampai di rumah. Tak ingin berlama-lama dekat dengan Kalva. Sampai di rumah, Kalva langsung naik ke atas , sementara Kimi  menghampiri Bik Asih yang sedang sibuk di dapur. “Lagi buat apa, Bik?” tanya Kimi antusias, gadis itu bahkan belum sempat menaruh tas selempangnya. Dia lebih tertarik dengan kegiatan yang sedang Bik Asih lakukan. “Eh Non Kimi udah pulang, toh? Bibi lagi buat pancake buat Den Kalva. Tadi beliau telpon minta dibuatkan pancake ini.” Jawab Bik asih tersenyum. Kimi mengangguk –angguk mengerti,”Kimi boleh bantu , Bik?” Bik Asih melirik majikan barunya itu, sedikit terkejut karena baru kali ini ada seorang majikan yang ingin membantu pekerjaan pembantunya , membuat hati Bik Asih terasa hangat. Dia bersyukur mendapat majikan baik seperti Kimi. “Boleh, tapi Non Kimi ganti baju dulu, nanti Den Kalva marah kalau melihat Non Kimi belum berganti baju,” ucap Bik Asih yang melihat majikannya itu belum sempat berganti baju. Kimi menepuk dahinya lalu tertawa kecil, saking laparnya dia bahkan lupa mengganti seragamnya,”Kimi lupa, Bik! Kalau gitu Kimi ke atas dulu yah?” pamit Kimi berlari lari kecil menelusuri tangga menuju kamarnya. Tak sampai sepuluh menit gadis itu sudah kembali ke dapur, berdiri di samping Bik Asih yang sedang serius membalik adonan pancakenya. Wangi adonan pancake yang manis membuat Kimi menjadi bertambah lapar. “Kapan-kapan Kimi ajarin buat pancake yah, Bik”  Ucap gadis itu antusias. Kemudian Kimi membantu Bik Asih meletakkan toping untuk pancake tersebut. Bik Asih sengaja memakai Es krim coklat serta sirup maple, karena Kalva sangat menyukai pancake dengan toping tersebut diatasnya. “lebih enak kalau dimakan selagi hangat, Non. “ Bik Asih meletakkan pancake bagian Kimi di meja makan, lalu menyuruhnya duduk. “Non makan dulu, Bibik mau ngantar pancake buat Den Kalva,” Ucap Bik Asih lembut, penuh kasih sayang. “Tunggu, Bik! Biar Kimi aja, Bik Asih istiahat aja,” Kimi tanpa permisi mengambil alih piring berisi pancake tersebut, membawanya ke ruangan kerja Kalva. Setidaknya dia ingin membantu pekerjaan Bik Asih. Bik Asih tersenyum menatap punggung mungil Kimi yang semakin menjauh. Kimi berdiri tepat di depan ruang kerja Kalva, sedikit ragu untuk mengetuk pintu tersebut. Dia takut Kalva akan marah karena terganggu oleh kehadirannya. Namun segera ditepisnya pikiran negatifnya tersebut , mana mungkin Kalva marah. Dia hanya berniat baik mengantarkan pancake itu padanya. Seharusnya Kalva lah yang berterima kasih padanya. Kimi yang masih terpaku di tempat yang sibuk dengan pikirannya sendiri tak menyadari bahwa lelaki yang ingin dia temui ada di belakang dirinya. “Ngapain kamu di depan pintu saya?” Tanya Kalva Dingin. “PRANGG!!!” saking terkejutnya Kimi sampai tak sengaja langsung menjatuhkan pancake yang dibawanya. “Om Kalva...aduh maaf, Om.. Pancakenya jatuh..“ Kimi langsung berjongkok untuk membereskan pecahan piring tersebut akibat ulahnya. Namun Kimi menggerutu dalam hati, kenapa juga Kalva harus muncul tiba-tiba di belakang dirinya. Gadis itu tak menyadari mata kakinya ikut terkena pecahan piring tersebut. Tadi gadis itu lupa memakai slippernya karena terlalu bersemangat untuk membantu Bik Asih membuat pancake. “Biarin saja, kamu ikut saya” Kalva menarik tangan Kimi yang hendak menyentuh pecahan piring tersebut. “Tapi Om...piringnya ...” Kimi memandangi pecahan piring yang bertebaran di lantai. “Biar Mang Jajang yang beresin, “ sergah Kalva cepat, dia menarik tangan Kimi masuk ke dalam ruang kerjanya. Laki-laki itu mendudukan Kimi di sofa panjang berwarna hitam favoritnya. Menatapnya tajam. Kali ini apakah dia akan dimarahi lagi seperti kejadian yang lalu? Membayangkan hal itu membuat hati Kimi terasa sakit. Apakah selamanya  Kalva masih tetap tak bisa menerima kehadirannya di rumah ini? “Tunggu disini sebentar,” perintah Kalva lalu menghilang dibalik pintu. Kimi menghela nafas pelan, pasti dia akan dimarahi lagi. Kenapa semua yang dia lakukan selalu salah di mata Kalva. Padahal niat Kimi baik. Tiba-tiba gadis itu meringis saat merasakan mata kaki kirinya terasa perih. Gadis itu terkejut saat melihat mata kakinya mengeluarkan darah yang lumayan banyak. Kenapa dia tadi tidak merasakannya? Pasti karena dia terlalu gugup sampai tak menyadari kakinya terluka. Kalva kembali dengan kotak obat ditangannya, membuat Kimi sedikit terkejut melihatnya. Apakah Kalva menyadari lebih dulu kalau kakinya terluka? “Tahan sedikit, mungkin akan terasa perih,”perintah Kalva . Kimi meringis saat tangan Kalva mulai  membersihkan lukanya dengan alkohol. Mata gadis itu bahkan sampai berair karena merasakan perih yang sangat. Tapi sebisa mungkin Kimi tidak mengeluarkan suara. Dia tidak ingin dinilai cengeng oleh Kalva. Kimi memerhatikan Kalva yang sangat telaten mengobati lukanya. Jarak keduanya yang lumayan dekat membuat Kimi bisa mencium harum tubuh Kalva yang sejujurnya sangat Kimi suka. Wangi tubuh laki-laki itu membuat Kimi merasa nyaman dan damai. Entah parfum merk apa yang Kalva gunakan, yang jelas Kimi menyukainya. Andai saja laki-laki ini bukan adik mamanya, pasti Kimi akan langsung jatuh cinta padanya. Walau sifat Kalva yang sedikit kaku, tapi Kimi yakin suatu saat laki-laki itu akan berubah. Dan gadis itu bertekat untuk merubah Kalva. Apapun caranya. Dia ingin kalva menerima dirinya di rumah ini. Tanpa tatapan datar atau ucapan bernada dingin. “Sudah selesai,”  Kalva lalu menutup kotak obat tersebut dan meletakkanya di meja kopi dekat sofa besar. “Maaf, Om..” ucap gadis itu lirih. Dia merasa sangat bersalah karena pancake milik Kalva menjadi hancur dan tidak bisa dimakan. Kalva menatap wajah Kimi yang sedih, kenapa gadis itu meminta maaf padanya? Harusnya dirinya lah yang meminta maaf karena sudah membuat gadis itu terkejut sehingga membuat kakinya terluka. “Kamu nggak salah, seharusnya saya nggak bikin kamu terkejut,” tukas Kalva cepat,”Jadi yang salah bukan kamu, tapi saya” tambahnya. “Tapi...pancakenya...hancur,” cicit Kimi penuh penyesalan. Kalva mengembuskan nafas pelan,”Kue masih bisa dibuat lagi Kimi. Dan jangan menangis! Saya benci gadis cengeng,” Kalva menatap tajam Kimi lalu bergegas pergi meninggalkan gadis itu sendiri. Lagi-lagi rasa sakit itu menyerangnya, Kimi menatap sedih punggung Kalva yang semakin jauh. “Sampai kapan sih Om akan terus seperti ini sama aku?” setetes air mata mengalir di pipi mulusnya, menatap sedih punggung Kalva yang menjauh. Apakah dia akan tetap bertahan di rumah ini dengan sikap dingin Kalva?  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN