3.Someone From The Past Part 1

4809 Kata
***** Kimi melambaikan tangan saat melihat Sofi yang berhenti di koridor kelas, gadis itu langsung berlari mendekati Sofi. “Hai Kimi! Gimana tugas klipingnya? Elo udah ngerjain?” tanya Sofi, sesekali Sofi menyapa murid-murid yang melewati mereka berdua. “Udah , “ jawab Kimi tersenyum. Jujur tugas kliping sejarah yang diberikan Pak Muad lumayan sulit bagi Kimi. Sampai-sampai dia menahan egonya demi meminta bantuan Kalva untuk mengerjakan tugas tersebut. Untung saja laki-laki itu mau membantunya. “Syukur deh, siapa yang bantuin? Om ganteng lo itu yah?” goda Sofi tersenyum usil membuat Kimi mau tak mau tertawa mendengarnya. Kalva menjadi terkenal di kelasnya semenjak laki-laki itu menjemput Kimi di depan gerbang sekolah. Teman-teman Kimi bahkan ada yang sempat meminta nomer telpon Kalva. Namun tentu saja Kimi tidak memberikannya,yang ada Kalva malah akan marah kepadanya jika teman-temannya menghubungi Om gantengnya itu. Kimi mengangguk cepat, lalu tersenyum malu. “Kapan-kapan gue pengen main ke rumah lo yah, Kim? Boleh kan?” “Boleh kok, dah bell tuh! Masuk kelas yuk!” ajak Kimi menggandeng tangan Sofi agar mempercepat langkahnya menuju kelas mereka. ***** Kalva masuk ke dalam ruangan kerjanya, sedikit melonggarkan dasinya kemudian menyendarkan tubuhnya di badan kursi kerjanya. Jas abu-abunya sudah tersampir di kursi kerjanya. Dia melirik jam tangannya. Sudah jam setengah lima sore, baru saja dia menyelesaikan rapat kerja sama dengan perusahaan Jepang. Semenjak kembali dari Amerika, Kalva mulai ikut andil dalam setiap rapat kerja sama yang perusahaanya pimpin. Biasanya dirinya selalu di wakili, Ardan. Wakil direktur Airlangga Group .Selama dirinya kuliah di Amerika, Ardanlah yang menghandle semua pekerjaanya. Namun sekarang karena dia sudah kembali, jadi dirinya lah yang harus turun tangan langsung untuk mengembangkan perusahaan keluarganya itu. Melanjutkan kembali tugasnya yang tertunda. “Belum pulang?” tanya Ardan yang tiba-tiba masuk tanpa permisi lagi, membuat Kalva menatapnya kesal, kebiasaan buruk sahabatnya yang tak pernah bisa dirubah. Masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk pintu, kalau dia sedang ada tamu bagaimana coba. “Belum, lo sendiri kenapa masih disini?” tanya Kalva balik. Menatap pemandangan kota dari dinding kaca kantornya. Semburat jingga sudah tampak terlihat, menandakan petang akan segera datang. “Lagi nungguin Kareen balik shopping, gue males nungguin dia di mall. Jadi mending gue nunggu di sini aja,” Sahut Ardan lalu merebahkan tubuhnya di sofa depan meja Kalva. “By the way, gimana kabar keponakan lo itu? Udah lama gue nggak ngeliatnya , Va. Tambah cantik nggak?” goda Ardan usil. Dia tau kalau Kalva kadang suka sensitif bila obrolan keduanya menjurus kearah gadis itu. Dan itu membuat Ardan ingin selalu menggoda Kalva. “Nggak usah mulai, Ar! Gue lagi males becanda. “ Ucap Kalva datar. Entah kenapa dia tidak suka bila Kimi yang menjadi bahan candaan sahabatnya itu. Karena menurutnya tak ada yang hal yang lucu yang menyangkut Kimi. Ardan mengangkat kedua tangannya tanda menyerah, dia tidak mau membangunkan singa yang sedang tidur. Entah kenapa Kalva selalu merasa sensitif kalau sudah menyangkut masalah Kimi. “Mau kemana, Va?” tanya Ardan melihat Kalva bangkit dari kursinya, lalu menyambar jas serta tas kerjanya.”Balik, gue lupa ada janji sama Tania,” sahut Kalva lalu hilang dibalik pintu. Ardan mengangkat bahunya tak peduli, heran dengan sikap Kalva yang mood swing. Sejak berteman dengan laki-laki itu, Ardan memang harus ekstra sabar menghadapi bos sekaligus sahabatnya itu. Apalagi semenjak Kimi pindah empat bulan yang lalu, sikap Kalva semakin menjadi bertambah menyebalkan dari biasanya. ***** Hujan. Kimi menatap rintik-rintik hujan dari jendela ruang kerja Kalva, entah kenapa dia sangat menyukai duduk di sofa hitam milik laki-laki itu. Ruang kerja Kalva yang lumayan besar tersebut memang sangat nyaman, dengan dinding dari kaca di sebelah kirinya, memudahkan laki-laki itu melihat taman bunga kecil yang Kimi taman. Gadis itu sangat menyukai bunga, terutama mawar. Terkadang saat Kalva sedang suntuk dia memilih menatap taman mawar itu. Mengembalikan mood nya yang hilang. Memerhatikan dari kursinya saat Kimi sedang menyiram atau membersihkan rumput di taman bunganya. Dan Kimi merasakan itu . Dia selalu merasakan seseorang selalu memerhatikannya dari ruang kerja Kalva. Kimi menghela nafas pelan, dia rindu saat dimana kedua orang tuanya dulu duduk di samping dirinya, sambil menatap hujan bersama-sama. Terkadang sambil menikmati cookies buatan mamanya yang memang sangat enak ditemani secangkir coklat hangat. Kimi rindu moment tersebut. Andai saja semua ini hanya mimpi, tentunya gadis itu memilih untuk segera bangun dari mimpinya. Rasa rindu yang mendalam terhadap orang tuanya membuat Kimi sesak, dan tanpa bisa ditahan, butiran kristal bening itu mengalir membasahi pipinya. “Ma! Kenapa mama dan papa suka melihat hujan dari sini?” tanya Kimi kecil yang duduk di pangkuan papanya, ketiganya sedang memandang hujan dari ruang tengah yang dindingnya terbuat dari kaca, memudahkan mereka melihat keindahan taman bunga yang Helena tanam. Wanita paruh baya itu sangat menyukai bunga, sehingga Kimi kecil mau tak mau juga menjadi menyukai bunga. Bahkan gadis kecil itu selalu membantu Helena di taman bunga miliknya. “Karena di ruangan ini tempat mama, papa dan Kimi berkumpul sayang,dan karena kita bertiga sama-sama menyukai hujan,” Helena mencubit hidung Kimi kecil dengan gemas. Anak semata wayangnya itu terlalu cerewet untuk umuran anak lima tahun. Namun hal itulah yang membuat Helena dan suaminya sangat menyayangi putri mereka. Dengan sabar keduanya selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang Kimi ajukan. “Kimi juga nanti kalo sudah besar, mau ikut melihat hujan dengan pacar Kimi,” ucapnya dengan serius, membuat kedua orang tuanya terkekeh lucu mendengar celotehan gadis kecil mereka. Dari mana gadis kecilnya mendapat pemikiran seperti itu. Pacar? mereka berdua tidak salah dengar kan? “Hei my little pumpkin, you’re too young to talk about it, dear!” ucap Arya lembut mengelus rambut Kimi kecil dengan sayang. “Dari mana kamu dapat pemikiran itu sayang?” tanya Helena masih dengan senyum tersungging di bibir tipisnya. “From my friend, Ma. Kata Angel Josh suka sama Kimi,” sahut gadis kecil itu polos, dia mengingat percakapannya tadi pagi di sekolahnya bahwa ada teman sekolahnya yang suka padanya. Arya dan Helena saling bertukar pandang, sedetik kemudian keduanya tertawa bersama, membuat Kimi kecil menatap keduanya dengan wajah bingung. "Jangan cepat besar yah, sayang. Kamu terlalu lucu untuk menjadi dewasa," ucap Helena seraya memeluk Kimi dengan penuh sayang. “Ma...Pa..Kimi kangen kalian,” gumamnya lirih, empat bulan sudah dia harus menahan rindu pada kedua orang tuanya. Bahkan terkadang setiap malam, saat dirinya teringat keduanya, tak jarang Kimi selalu menangis. Dia sangat rindu pada keduanya. “Kimi pengen ketemu kalian,” suara tangisan dirinya memenuhi ruang kerja Kalva. “Kenapa?...kenapa kalian tega ninggalin Kimi? Kenapa?” lanjutnya dengan suara pilu. Hujan yang semakin deras di luar sana, seolah ikut menangis, melihat tangis Kimi yang menyayat hati. Seems like it was yesterday when I saw your face You told me how proud you were, but I walked away If only I knew what I know today Ooh, ooh “Pa ...Ma Kimi janji bakal berubah , Kimi nggak akan jadi gadis manja lagi, tapi please kasih Kimi kesempatan buat ketemu kalian lagi,” mohon Kimi penuh tangis. Air mata gadis itu sampai membasahi dress putihnya. Kedua lututnya ditekuk, dan kepalanya disandarkan di kedua lututnya. Tubuhnya bergetar akibat isak tangis dirinya. I would hold you in my arms I would take the pain away Thank you for all you’ve done Forgive all your mistakes There’s nothing I wouldn’t do To hear your voice again Sometimes I wanna call you But I know you won’t be there “Kimi ...hiks...Kimi kangen suara kalian...” ucapnya di sela-sela tangisnya. Ohh I’m sorry for blaming you For everything I just couldn’t do And I’ve hurt myself by hurting you Some days I feel broken inside but I won’t admit Sometimes I just wanna hide ’cause it’s you I miss And it’s so hard to say goodbye When it comes to this, oooh Would you tell me I was wrong? Would you help me understand? Are you looking down upon me? Are you proud of who I am? There’s nothing I wouldn’t do To have just one more chance To look into your eyes And see you looking back Ohh I’m sorry for blaming you For everything I just couldn’t do And I’ve hurt myself ohh If I had just one more day I would tell you how much that I’ve missed you Since you’ve been away Ooh, it’s dangerous It’s so out of line To try and turn back time I’m sorry for blaming you For everything I just couldn’t do And I’ve hurt myself by hurting you (Hurt- Cristina A) Mungkin karena suasana dingin yang mulai menerpa tubuhnya, atau karena gadis itu kelalahan sehabis menangis, perlahan-lahan kelopak mata Kimi tertutup, dan tak butuh waktu lama untuk gadis itu masuk ke dalam dunia mimpinya. Tertidur di sofa dengan air mata yang mengalir di sudut matanya. Dan dalam mimpi itu , Kimi benar-benar bertemu dengan kedua orang tuanya. Kalva mengernyitkan dahi saat dilihatnya lampu ruang kerjanya masih menyala. Apakah ada seseorang di dalamnya , padahal jam sudah menunjukkan pukul satu pagi. Apa Kimi ada di dalam ? tapi tidak mungkin, Gadis itu pasti sudah terlelap di kamarnya. Perlahan Kalva masuk ke dalam ruang kerjanya. Dan wajahnya menegang saat melihat siluet seseorang yang sedang tidur di sofa. Pelan-pelan Kalva menghampiri sofa tersebut, mendapati Kimi yang tertidur dengan tenang. Wajah gadis itu terlihat polos dan cantik. Nafasnya naik turun secara teratur. Gadis itu tertidur dengan posisi melengkung seperti bayi. Mungkin karena kedinginan, makanya dia tidur seperti itu. Dia ingin membangunkan gadis itu agar pindah ke kamarnya, tapi dirinya tak tega. Sedetik kemudian wajahnya menegang saat melihat sudut mata gadis itu yang basah, sepertinya Kimi baru saja menangis. Apa yang membuat gadis ini menangis? Kalva bertanya dalam hati. Entah kenapa dirinya merasa tidak suka melihatnya. Perlahan Kalva meraih tubuh Kimi, membawanya ke kamar gadis itu di lantai dua. Sesampainya di kamar , Kalva membaringkan dengan lembut tubuh mungil Kimi. Dia menarik selimut, menutupi tubuh Kimi sampai ke dagu. Entah kenapa ada perasaan aneh setiap dia melihat wajah gadis ini. Perasaan yang belum sama sekali bisa Kalva artikan. Membuat dirinya menjadi frustasi sendiri. Perlahan laki-laki itu menunduk, memandang wajah polos itu dengan intens, sebuah kecupan manis didaratkannya di kening Kimi. “Sweet dream, Kimi,” bisiknya pelan. Kemudian dia langsung memutar tubuhnya menuju pintu , melangkah ke luar lalu menutup pintu kamar itu dengan pelan. ***** Kimi terbangun dengan perasaan heran bercampur bingung , mendapati dirinya sudah berada di kamarnya, padahal semalam dia merasa masih berada di ruang kerja Kalva. Apa laki-laki itu yang membawanya ke kamar? Namun Kimi segera menggeleng, menepis semua pikiran anehnya. Tak mungkin laki-laki itu yang membawanya ke kamar. Tapi kenapa dirinya bisa ada di kamar sekarang? Apa dia tidur sambil berjalan? Tidak, dia tidak mungkin melakukan hal seperti itu. Suara ketukan pelan mengalihkan pikiran Kimi yang bingung, dia melirik jam dan tercengang saat melihat jam sudah menunjukkan pukul delapan. Untung saja ini hari minggu, kalau tidak pasti dia akan mulai histeris sendiri karena telat berangkat ke sekolah. “Masuk!” perintah Kimi masih di posisinya semula, duduk di atas tempat tidur. Sari , salah satu pembantu muda di rumah Kalva masuk dengan membawa sebuah nampan berisi roti bakar , segelas jus jeruk dan segelas s**u coklat. “Lho? Kok dibawa ke kamar, Ri sarapanku? “ Kimi menatap bingung nampan tersebut. Sari tersenyum lalu menjawab,”Den Kalva yang suruh, Non. “ “Om Kalva? Tumben ?” tanyanya bingung, lebih kepada dirinya sendiri. “Yaudah makasih, Ri. Kalau gitu saya mandi dulu, taruh saja sarapannya di meja,” sahut Kimi yang turun dari tempat tidur, lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Pembantu itu menuruti perintah Kimi, lalu segera keluar dari kamar majikannya. Kimi selesai berpakaian setengah jam kemudian, hari ini gadis itu terlihat cantik dengan dress selutut motif bunga lili berwarna putih, ditambah flat shoes berwarna senada dengan gaunnya. Selesai sarapan Kimi segera turun ke bawah. Hari ini dia ada janji dengan sofi dan Lala, sahabatnya. Ketiganya berencana akan jalan-jalan ke mall. Namun sebelumnya dia harus meminta izin pada omnya lebih dahulu. “Bik, Om Kalva dimana?” tanya Kimi saat melihat Bik Asih yang sedang membersihkan gelas –gelas kristal di ruang tengah. “Pergi , Non. Pagi –pagi sekali Den Kalva sudah pergi, tapi Bibik ndak tau pergi kemana. Den Kalva berpesan kalau non sudah bangun non segera menghubungi beliau,” sahut Bik Asih. Kimi mengangguk mengerti, setelah mengucapkan terima kasih , dia segera menelpon Kalva, butuh waktu beberapa detik sampai telponnya tersambung. “Halo, Om? Ini Kimi,” ucap Kimi sedikit takut. Walau sudah empat bulan tinggal di rumah Kalva, namun dirinya masih merasa canggung. “Aku tau. Cepat temui Mang Ujang. Dia akan mengantarmu ke tempatku,” sahut Kalva dengan nada memerintah seperti biasa. Membuat Kimi sedikit jengkel. Sampai kapan om nya itu menyuruh dirinya seenak jidat. “Kemana, Om? Kimi ada janji dengan...” “Jangan membantah Kimi, batalkan janjimu hari ini. Dan segera temui mang Ujang! Tut.. tut!” sanggah Kalva langsung memutuskan sambungan sebelum gadis itu sempat protes. Bagaimana ini? Bahkan dia sudah berjanji pada kedua sahabatnya itu untuk jalan-jalan. Kimi merasa sangat tidak enak bila memutuskan secara sepihak. Apalagi acara jalan-jalan itu dirinyalah yang mengusulkan. Mana mungkin dia juga yang membatalkannya. Wajah marah kedua sahabatnya langsung terlintas di otaknya, membuat Kimi ketakutan. Tapi ... dia juga tidak bisa membantah perintah Kalva. Huft ! Kimi menghela nafas putus asa. Perlahan gadis itu segera mengetik SMS untuk kedua sahabatnya , serta permohonan maaf yang sebesar-besarnya karena dirinya membatalkan acara mereka secara sepihak. Dengan langkah gontal Kimi menghampiri mang Ujang yang sudah berdiri manis di samping mobil Alphard putih Kalva. Setelah mang Ujang membukakan pintu, dia segera masuk. Butuh waktu lima belas menit untuk sampai tempat dimana Kalva menyuruh Kimi datang. Mobil yang dikendarai mang Ujang berhenti di depan Sebuah rumah mewah yang tak kalah besar dengan rumah milik Kalva. Kimi mengernyit bingung kenapa dirinya di suruh datang kemari? “Hai! Kamu pasti Kimi?” seorang gadis cantik menghampiri Kimi yang diam di teras depan rumah tersebut. Kimi tersenyum,”Iya.” “Kenalkan, aku Vani!” gadis cantik itu mengulurkan tangannya pada Kimi, walau sedikit ragu, Kimi akhirnya membalas uluran tangan Vani. “Kimi.” Sahutnya cepat. “Maaf, apa Om Kalva ada di dalam? Aku disuruh kemari olehnya, tapi aku...aku bingung...” Vani tertawa kecil melihat ekspresi bingung sahabat barunya itu,”Kalva memang suka seperti itu, hari ini ada pesta taman di rumah Riga, jadi karena mungkin banyak yang datang berpasangan, jadi dia memutuskan memanggilmu kemari,” jelas Vani dengan lembut. Kimi menyipitkan mata. bingung,”Riga?” Vani menganggukan kepala, rambut halusnya sampai ikut bergerak-gerak. Siapa gadis ini? Apa dia pacarnya Kalva. Tiba- tiba saja ada rasa tidak suka di hati Kimi bila memang gadis dihadapannya ini adalah pacar Om nya. “Sahabatnya Kalva, sudah ikut saja,” dengan tidak sabaran Vani menarik tangan Kimi menuju taman belakang. “Kalva! Kimi sudah datang!” teriak Vani mendekati tiga orang laki-laki yang sedang asyik berbicara di sofa besar di taman belakang rumah besar tersebut. Kalva langsung menoleh ke arah pintu masuk dan mendapati Kimi serta Vani yang berjalan ke arahnya. “Kemari!” perintah Kalva menyuruh Kimi mendekat. Dengan wajah cemberut Kimi mendekati laki-laki itu. Ingin sekali dirinya mencaci maki Om nya itu andai saja dirinya memiliki keberanian yang kuat. Namun sayang semuanya hanya mimpi. Tetap saja Kimi tak akan pernah berani melawan walinya tersebut. “Kenalkan, mereka berdua sahabatku, Riga dan Ares,” jelas Kalva pada Kimi. Kimi tersenyum lalu mengangguk,”Kimi.” Kedua laki-laki itu membalas senyuman Kimi. Lalu menyebutkan nama mereka masing-masing. “Sekarang kamu lebih baik bantu Vani dan Airi menyiapkan barbeque di dapur.” Perintah Kalva seenaknya tanpa meminta persetujuan Kimi. Mata Kimi terbelalak kaget. Jadi dia jauh-jauh datang kemari hanya untuk membantu memasak? Sungguh tak bisa dipercaya. “Kimi, ayo!” panggil Vani mengalihkan perhatian gadis itu, dengan langkah berat Kimi menghampiri Vani yang kemudian membawanya ke dapur rumah besar tersebut. Pertama kali yang Kimi lihat di dapur adalah seorang perempuan yang tak kalah cantiknya dengan Vani sedang menyiapkan alat-alat yang akan di pakai untuk pesta barbeque nanti. Semua bahan-bahan yang akan di panggang nanti sudah tersusun rapih. Ada semangkuk salad buah serta salad sayur yang terlihat sangat lezat. “Sudah siap semua, Ai?” sapa Vani lembut pada perempuan yang dipanggil Ai itu. “Sudah kok, oh iya ini siapa?” tanya Airi tersenyum pada Kimi. Mau tak mau Kimi ikut tersenyum membalasnya. “Dia keponakan Kalva, Kimi kenalin, ini Airi istri Ares- Sahabat Om kamu,” Kimi menyambut uluran tangan Airi. “Kimi.” “Jangan tegang kayak gitu, anggap saja kami berdua sahabat kamu,” ucap Airi lembut. Entah kenapa Kimi menjadi bingung sendiri, kedua sahabat Om nya itu terlihat sangat dingin. Tapi kenapa mereka berdua mendapatkan pasangan selembut ini dan cantik-cantik seperti dewi, yah walau Kimi tak memungkiri bahwa kedua sahabat Om nya itu memang tampan-tampan. “Kakak sedang hamil?” tanya Kimi spontan, gadis itu langsung menutup mulutnya karena pertanyaan yang tak sengaja keluar dari mulutnya secara tiba-tiba itu. Membuat wajahnya memerah karena malu.”Maaf, Kimi...” “Nggak perlu merasa bersalah kayak gitu Kimi, iya. Aku memang sedang mengandung. Sudah memasuki usia empat bulan. Sudah mulai kentara yah?” tanyanya lembut sambil mengelus pelan perutnya yang sedikit agak membesar. Terpancar jelas kebahagiaan dari wajah cantik Airi. Sepertinya perempuan itu sangat bahagia. Apakah Airi menikah muda? Sepertinya jarak umur dirinya dan Airi serta Vani tidak begitu jauh. Tapi perempuan itu sudah mengandung sekarang. “I...iya, Kak.” Sahut Kimi kikuk. Airi terkekeh lucu melihat wajah Kimi yang tegang dan kaku. “Jangan panggil Kak, panggil saja Airi, juga dengan Vani. Jarak umur kita tidak terlalu jauh sepertinya, ya kan Vani?” Airi tersenyum pada Vani. “Yupz, aku baru sembilan belas tahun. Airi juga, dan kamu sepertinya delapan belas tahun yah?” tebak Vani. “Iya, sebentar lagi aku genap delapan belas tahun, jadi kalian berdua sudah menikah?” tanya Kimi takjub. Vani kembali tertawa mendengar ucapan Kimi,”Hanya Airi. Kalau aku baru bertunangan dengan Riga bulan lalu. Dan pernikahan kami akan dilaksanakan enam bulan lagi,” jelas Vani dengan wajah berseri-seri. Kimi tersenyum melihatnya, sepertinya kedua perempuan itu begitu bahagia. Bahkan mereka berdua tidak takut dengan resiko menikah muda. Walau Kimi juga terkadang ingin merasakan menikah muda itu seperti apa. Tapi pacaran saja belum pernah apalagi menikah. Mau menikah dengan siapa coba? Ketiga perempuan itu kemudian membawa bahan-bahan yang akan mereka buat untuk pesta barbeque. Mungkin karena umur yang tak terpaut jauh, Kimi mulai menjadi akrab dengan Vani dan Airi. Apalagi hobi mereka yang suka memasak. Yah Kimi memang suka memasak, tetapi selama tinggal di rumah Kalva, dia tidak diperbolehkan memasak sendiri kecuali hanya membantu pekerjaan Bik Asih. Karena Kalva takut dirinya malah mengacaukan pekerjaan pembantunya itu. Kalva memerhatikan Kimi yang tertawa gembira bersama Vani dan Airi, ternyata pilihannya untuk membawa gadis itu ke sini sangat tepat. Semalaman Kalva tidak bisa tidur mengingat wajah Kimi yang tertidur dengan air mata berlinang. Rasa bersalah yang sangat besar datang menghinggapi dirinya. Dia ingin gadis itu bahagia, tapi dia tidak tau apa yang harus dilakukannya agar Kimi bisa ceria seperti saat ini. Dia tidak terbiasa mengurus gadis remaja. “Kenapa lo ngeliatin Kimi kayak gitu banget sih , Va? Bikin gue takut aja. Inget ! Kimi itu keponakan elo, Va” nasehat Riga yang memergoki Kalva sedang memerhatikan Kimi sejak tadi. “Aduh!” keluh Riga saat Kalva memukul kepalanya dengan gulungan majalah otomotif yang cukup tebal itu,”Gue juga tau, gue Cuma seneng karena baru kali ini selama empat bulan dia tinggal di rumah gue, baru sekarang gue ngeliat dia ketawa bahagia kayak tadi,” jelas Kalva membuat Ares dan Riga saling berpandangan. Lalu keduanya mengangkat bahu. “Kasian Kimi punya Om kayak lo! Mending juga gue, yaudah sini biar Kimi tinggal sama gue aja. Gue sih seneng-seneng aja dapet ponakan cantik kayak dia. Biar sekalian gue jodohin sama adik gue, Rega,” goda Riga yang langsung mendapat tatapan tajam dari Kalva. Laki-laki itu sangat mengenal sahabatnya itu, Kalva tak akan membiarkan orang lain menyentuh sesuatu yang sangat dia sayang. Dan Riga bisa melihat melihat sahabatnya itu ternyata memiliki rasa pada keponakannya sendiri, ralat keponakan angkat lebih tepat. Karena baik Riga maupun Ares tau bahwa Kalva adalah anak angkat keluarga Airlangga. Namun Riga yakin seratus persen bahwa Kalva pasti takkan pernah mengungkapkan perasaanya sendiri pada Kimi, karena dari cara Riga memerhatikannya. Kalva belum sepenuhnya menyadari perasaanya sendiri pada keponakannya itu. Walau lambat laun pasti laki-laki itu akan menyadarinya sendiri. “Silahkan, kalau Kimi suka dengan Rega, gue malah seneng, kita jadi satu keluarga” sahutnya acuh, membuat Riga menjadi gemas sendiri. Laki-laki ini berusaha menutupi perasaanya sendiri. “Hei kalian bertiga! Bukannya bantu memanggang malah ngerumpi!” teriak Vani dengan kedua tangan diletakkan di pinggang. Menatap tajam ketiga laki-laki itu. “Nyonya Wijaya marah! Lebih baik kita bantu mereka sebelum tunanganmu itu membuat kita menjadi barbeque,” ucap Ares tersenyum jahil pada Riga, membuat laki-laki itu terkekeh pelan. Mereka bertiga lalu menghampiri ketiga perempuan itu. “Aduh , sayang kamu ngapain bawa itu, berikan padaku!” Ares yang melihat isterinya sedang membawa piring yang lumayan banyak itu langsung panik, mengambil alih benda tersebut , membuat Airi menatap Ares bingung. “Aku masih sanggup membawanya, Ares. Tenang saja,” ucap Airi dengan senyum geli. Terkadang suaminya itu suka over protektif , apalagi semenjak Airi dinyatakan hamil oleh dokter. Ares menjadi semakin membuatnya seperti orang sakit, tidak boleh melakukan apapun, tadi pagi saja perempuan itu harus mengambek dulu baru diperbolehkan untuk mempersiapkan acara pesta barbeque. Kalva yang memerhatikan peristiwa itu hanya bisa tersenyum simpul, tidak menyangka seorang Ares bisa menjadi selembut itu. Padahal laki-laki itu dulu sangat arogan dan pemarah. “Awww!!” pekikkan kecil Kimi membuat Kalva mengalihkan perhatiannya pada gadis remaja itu, dia segera menghampiri Kimi yang sedang mengebas-ngebaskan tangannya di udara. “Kenapa?” tanya Kalva khawatir. Kimi refleks menyembunyikan jarinya yang terluka terkena pisau tadi saat dia mengiris tomat. Dia takut Kalva akan memarahinya karena lagi-lagi dirinya membuat kesalahan. Kimi menggigit bibir bawahnya berusaha menahan rasa sakit luka di jarinya. "Nggak kenapa-napa,Om." sahutnya pelan. Kalva menatap Kimi tajam, membuat gadis itu ketakutan, entah sampai kapan Omnya itu akan berhenti menatapnya tajam seperti itu,”Sungguh? Kamu nggak membuat ulah lagi kan , Kimi?” tanya Kalva menekankan kata-kata ‘ulah’, bermaksud memperingati gadis itu. Kimi menggeleng kuat,”Ti...tidak, Om! Maaf aku ke kamar mandi sebentar!” pamit Kimi lalu berlari masuk ke dalam rumah Ares, membuat dahi Kalva berkerut. Menatap kepergian Kimi dengan bingung. “Huft , akhirnya,” Kimi bernafas lega saat melihat Kalva yang kembali menghampiri Riga yang sedang memanggang daging. Gadis itu segera mencuci luka di tangannya di wastafel dapur , berusaha menghentikan pendarahan di tangannya. Namun tetap saja darah di tangannya terus keluar. Pandangan Kimi mulai menelusuri setiap sudut ruangan itu, siapa tau ada kotak P3K yang bisa dia temukan. Namun hasilnya nihil. “Duh gimana ini? Darahnya nggak mau berhenti juga!” gumam Kimi ketakutan dia takut Kalva melihatnya terlebih dahulu sebelum dia mengobati lukanya tersebut. “Kamu lagi ngapain?” tegur suara yang sangat Kimi kenal terdengar dari belakang punggungnya. Membuat tubuhnya seketika membeku. Kenapa orang yang dia harapkan tidak melihat dia sedang membersihkan lukanya malah berdiri tegak di belakang tubuhnya. Gawat !!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN