Sidak (2)

983 Kata
Sergio berdiri di depan loker mengambil seragam olahraga. Laki-laki itu refleks menghadap ke arah gedung area kelas sebelas yang tiba-tiba saja gaduh entah karena apa padahal masih jam pelajaran. Tanpa repot ke kamar mandi juga karena kelas mereka dipakai untuk ganti baju oleh murid perempuan maka Sergio dan teman-teman laki-laki satu kelasnya memilih ganti baju di selaras koridor. Sergio membuka satu per satu kancing seragamnya sembari mendengarkan Abi yang sedari tadi memberikan informasi soal Sasha yang sedikit ia ketahui karena sempat satu kelas di tahun pertama. "Tapi emang banyak yang gak tahu sih kalau Sasha sama Sandi saudaraan." "Kenapa gitu?" tanya Lando yang baru selesai mengenakan seragam olahraganya. Abi mengernyitkan kening. "Biasalah cowok cewek saudaraan satu sekolah, males kali saling sapa, jadi banyak yang gak tau." "Terus kenapa lo tau?" Abi dan Sergio refleks menatap Lando, detik kemudian Sergio mengalihkan pandangan kembali kepada Abi. "Iya juga. Kenapa lo bisa tau?" "Karena gue sekelas." "Iye." Lando bersandar di salah satu loker sambil melipat tangan. "Tapi kenapa lo bisa sadar kalau Sandi adiknya Sasha?" Sergio mengangguk-anggukan kepala setuju dengan Lando sementara Abi menatap dua temannya bergantian lalu mendengus kesal. "Yaudah sih, suka pun sekarang bakal jadi tunangannya Sergio." Lando langsung terbahak. Dia sudah menebak tipe perempuan yang disukai oleh Abi tidak jauh dari perempuan kalem yang suka belajar, sebelas dua belas dengan Abi sendiri. "Tapi bukannya lo masih tunangan sama siapa tuh, Nadila?" Sergio mengedikan bahu. Dia mengenakan seragam olahraganya kemudian melipat asal seragam putihnya dan memasukan ke dalam loker. "Sejauh ini gue punya dua tunangan ya. Si Nadiya sama satu lagi.... lupa dah gue namanya." "Anjing banget." Lando menggelengkan kepala heran. "Ya lo katain bokap gue dong. Gue kan juga korban." Abi tersenyum tipis, sudah jadi rahasia umum di antara mereka bertiga bahwa Anta selalu menggunakan Sergio untuk memperkuat bisnis atau kedudukannya di dunia politik. Lando yang bersandar di loker menegapkan badan ketika pandangannya tidak sengaja melihat kumpulan anak OSIS keluar dari salah satu kelas sebelas. Lando menepuk bahu Sergio. "Ser-Ser, kayaknya anak OSIS lagi razia deh." *** Tok... Tok... Tok... Bu Mega menoleh ke arah pintu, perempuan yang resmi menjadi guru matematika SMA Gharda tiga tahun lalu dan sekaligus guru termuda. Begitu juga murid-muird kelas XII IPA 1 yang ikut menoleh ke arah pintu kelas memperhatikan seorang laki-laki jangkung berdiri di sana mengenakan seragam olahraga dengan napas terenggah-enggah. "Pagi Bu." Sergio tersenyum singkat lalu tanpa permisi dia melenggang masuk ke dalam Kelas menuju salah satu bangku di baris ketiga dan berhenti tepat di samping bangku Sasha. "Sergio, mau ngapain kamu?" tegur Bu Mega. Sergio mengabaikan Bu Mega, laki-laki itu menatap lurus Sasha berusaha mengisyaratkan agar perempuan itu setuju dengan semua tindakan yang akan ia lakukan. Tangan Sergio menutup buku paket matematika milik Sasha kemudian menumpuk semua barang-barang Sasha yang ada di meja menjadi satu. Bu Mega beranjak dari tempatnya menghampiri anak didiknya. "Sergio! Kamu ngapain sih?! Ini saya masih ngajar! Jangan macem-macem kamu!" Sasha yang masih bingung dengan semua tindakan Sergio yang tiba-tiba hanya bisa diam sambil memproses semuanya. "Lo ngapain?" bisik Sergio. Tangan Sergio beralih ke belakang punggung Sasha mengambil ransel dari sana dan masih menghiraukan Bu Mega, laki-laki itu memasukkan semua buku Sasha ke dalam ransel kemudian menutup resliting dan menyampirkan ransel ke bahu kanannya. "Sergio! Saya laporin Bu Sri kamu ya!" "Saya mau aja Sasha pulang Bu," kata Sergio kalem. Tangan Sergio terulur merangkul bahu Sasha sembari menunduk menatap perempuan yang masih menatapnya penuh tanya. "Kita pulang ya, kelinci kamu mati." "Hah?!" Bu Mega menghela napas kasar. "Sergio! Gak usah bikin ulah ya! Saya bisa—" "Ayo sayang," kata Sergio lagi. Kali ini lebih lantang sehingga membuat seluruh kelas gaduh membuat Bu Mega panik menenangkan murid-muirdnya. Saat itu Sergio menggunakan kesempatan untuk berbisik kepada Sasha. "Anak OSIS lagi razia. Ikut gue kalau lo gak mau kena masalah." Sergio menegapkan badan, tangannya masih merangkul bahu Sasha dan semakin tepat ketika perempuan itu akhirnya berdiri. Wajah Sasha yang tadinya kebingungan berubah menjadi pucat. Sergio mengeratkan rangkulannya, menatap lurus Bu Mega yang ikut kebingungan melihat dua muirdnya apalagi Sasha benar-benar ter. "Bu? Boleh saya izin sebentar." Sergio mengembuskan napas berat, memasang wajah sememelas mungkin. "Kasihan Sasha, kelincinya cuma satu di Rumah." "Iya tap—" "Makasih Bu." Sergio menarik perlahan badan Sasha yang ada dalam rengkuhannya. "Ayo sayang." *** Sasha duduk di salah satu bangku panjang Warung Kuning. Sudah sepuluh menit perempuan itu menundukan kepala dalam berusaha menenangkan diri. Sergio menuangkan teh manis hangat dari teko ke gelas kaca kemudian memberikan kepada Sasha. "Minum dulu Sa." Sasha mengangguk pelan. "Makasih." Sergio duduk di samping Sasha memperhatikan gerak-gerik perempuan yang dibawanya keluar saat masih jam pelajaran. Dua tangan Sasha menyentuh gelas tersebut mencari kehangatan dari sana. Pandangan Sergio beralih pada ransel Sasha, ransel yang sama dengan ingatannya saat menyembunyikan kotak rokok dari Bu Sri. "Lo suka nonton naruto?" Sasha mengangguk pelan kemudian mendengarkan Sergio terus berbicara. "Udah ditamatin?" "Udah." "Seru, nggak?" "Serulah." Sasha mendekatkan gelas kaca ke bibirnya kemudian menyesap sedikit teh hangat, seketika rasa hangat melewati tenggorokan dan menjalar ke seluruh badan. "Lo nonton?" tanya Sasha balik berusaha untuk sopan. "Cuma awal-awal aja sih." Sergio bersandar sambil meluruskan kaki, ekor matanya memperhatikan Sasha yang terus menyesap perlahan teh manis hangat pemberiannya. Perempuan itu terlihat jauh lebih tenang dibanding saat Sergio membawanya keluar dari Sekolah. Sasha menghela napas panjang. Tangan perempuan itu terulur meraih ranselnya, membawa kepangkuan kemudian membuka salah satu resliting. Sasha mengeluarkan satu kotak rokok dari sana lalu menyodorkan kepada Sergio. "Ini kan, yang lo cari?" Pandangan keduanya bertemu untuk sesaat sebelum Sergio mengambil kotak rokok tersebut dan memasukan ke dalam saku celana seragam olahraganya. "Udah lo liat?" Sasha yang tadinya akan meminum lagi teh hangatnya mendadak mengurungkan niat. Perempuan itu mengalihkan pandangan ke arah banner yang terpasang untuk menutupi sebagian besar Warung. "Enggak." "Liat juga gak apa-apa." Sergio kemudian berdiri membuat Sasha otomatis mendongak menatapnya. Sementara yang laki-laki menunduk sambil sedikit menaikan sebelah alisnya. "Asal lo gak ngadu." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN