Prolog

219 Kata
Di bawah guyuran hujan yang deras, dua anak manusia sedang berdiri di tengah lapangan sekolah yang sepi. Semua siswa-siswi sekolah menengah atas Harapan Bangsa telah pulang ke rumah mereka masing-masing. Kecuali Arvin Arentino dan Marcella Wijayakusuma. Marcella menepis tangan Arvin yang hendak meraih lengannya. "Sudah cukup! Aku sudah tidak kuat lagi dengan kamu!" teriak Marcella. Berharap suaranya mampu mengalahkan suara derasnya hujan. "Kamu salah sangka, La!" "Aku sudah lihat dengan kepala mataku sendiri! Kamu tidak bisa mengelak lagi!" "La, bukan sepeerti yang kamu pikirkan kejadian yang sebenarnya!" kata Arvin masih berusaha menggapai tangan Marcella. "Kita akhiri saja hubungan ini!" putusnya. Mendadak wajah Arvin menegang. Ia terdiam sejenak. Berusaha mencerna ucapan yang keluar dari bibir Marcella. "Baiklah jika itu mau kamu." Tanpa menunggu lebih lama lagi, Arvin membalikkan tubuhnya meninggalkan Marcella yang menatap kepergiannya dengan wajah datar. Dalam hati ia berharap Arvin membatalkan niatnya dan berbalik ke arahnya. Namun apa yang telah dilihat oleh kedua matanya sendiri membuat Marcella harus menahan bibirnya untuk tidak berteriak memanggil nama Arvib dan memintanya untuk berhenti. Tidak, harga diri Marcella tidak serendah itu. Perlahan suara isakan keluar dari bibirnya. Dalam hati ia bersyukur turunnya hujan sore ini mampu menutupi kesedihan, kekecewaan sekaligus air mata yang mengalir bersamaan dengan derasnya hujan. Suara petir yang menggelegar menyadarkan dirinya jika hubungannya dengan Arvin Arentino telah berakhir. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN