Tiga

1005 Kata
"Bu, Suci senang bisa bertemu dengan kalian." Sambil memakan kue, Suci masih bersyukur dengan adanya keluarga angkatnya. Sang anak sangat senang bermain dengan Pak Wahyu. Sepeda yang sengaja di belikan untuk Sharen, membuat gadis kecil itu tertawa senang. ia memainkan di halaman rumah megah itu dengan riang dan gembira. "Bagaimana dengan suamimu?" tanya Yuni pada Suci. "Dia terkadang masih mengikuti apa kata keluarganya. Awalnya juga mereka tidak setuju denganku. Akan tetapi, akhirnya setuju karena Mas Arya mencoba membuat kedua orang tuanya menyetujui." Suci menjelaskan semua pada Bu Yuni tentang sang suami yang masih suka galau. "Kasian kamu, Suci. Hidup menjadi istri di keluarga zolim." Bu Yuni menarik napas mengingat cerita Suci. "Begitulah, apalagi setelah adik iparku menikah dengan gadis kaya. Mereka semakin memperbudak aku." Suci kembali teringat semua perlakuan ibu mertuanya hingga membuat hatinya sakit. Hati Bu Yuni menjadi terenyuh mendengar Suci mengalami penderitaan yang sangat melelahkan hati dan jiwa. Seandainya bisa, ia ingin meminta Suci meninggalkan suaminya karena tidak bertanggung jawab pada Suci dan tinggal bersamanya saja. "Ci, kamu mau kapan ke rumah mertua kamu?" tanya Pak Wahyu. "Iya, Pak. Nanti mereka curiga. Apalagi kalau Mas Arya tahu aku tidak ke rumah. Memang aku bilang mau pulang kampung. Tapi, biarkan saja Pak." Sejenak mereka terdiam. Kedua orang tua itu saling pandang. Mereka berbahagia memiliki Suci sebagai anak angkat mereka. Lagi pula mereka menyukai Sharen--anak Suci. *** Sementara, di rumah mertua Suci, Cindy kelabakan karena makan siang belum juga tersaji. Ibu mertuanya sedang tidak di rumah. Biasanya dia bisa berteriak pada Suci. Namun, kali ini Suci tidak berada di rumah. Wanita itu tidak bisa melakukan apa apa selain memesan go food. Ia mencoba mencari makanan. Anak di dalam kandungannya sudah sedari tadi minta makan. "Duh, nggak ada Suci repot juga, ya. Secara dia yang selalu masak, dan masakannya juga enak." Cindy bergumam dalam hati. Tidak lama ibu mertuanya datang membawa beberapa bungkus makanan. Cindy merasa kebetulan saat dia sedang lapar datanglah makanan. "Sayang, kamu lapar, ya?" tanya ibu mertua dengan manis. "Iya, Mi. Susah nggak ada Suci di sini. Mau makan harus nunggu dulu mami nggak nyari pembantu baru aja?" Tawaran Cindy sesungguhnya lebih baik. Namun, ia tidak mau membuat Suci merasa enak di rumah tanpa mengerjakan macam-macam. Masih bersyukur anaknya mau menikah dengan Suci. "Nggak usah. Sudah, makan makananmu." Ratu menyodorkan nasi Padang pada Cindy. Cindy merasa kurang suka dengan apa yang dibeli ibu mertuanya. Di kepalanya kini kwetiaw goreng seafood membuat lidahnya sangat bernafsu makan. Namun, malah nasi Padang. Terdengar derap langkah memasuki rumah. Mereka berdua saling pandang berpikir siapa yang kira-kira datang. Suci kembali ke rumah mertuanya. Tatapan sinis membuat ia tak peduli dengan mereka semua. Teringat ucapan ibu mertua saat bicara jika ia tidak boleh pulang jika tidak makan. Ia akan membuktikan mereka sangat membutuhkan dirinya. "Masih berani kamu datang ke rumah ini?" tanya Ratu sinis. "Memang aku harus kembali ke suamiku, Mi." Suci menjawab dengan tegas "Masih bisa membantah kamu!" Bu Ratu berteriak kencang. Suci menggendong Sharen masuk ke kamar mereka sebelum ibu mertuanya kembali membuat kepala pusing. Namun, Cindy kembali berulah dengan berteriak meminta ia masak. "Suci, sore nanti buatkan aku makanan enak. Kalau kamu masih mau tinggal di sini." Dengan gaya bos, Cindy memberi perintah. Adik ipar Suci selalu saja bersikap seperti itu. Seolah-olah ia berada di rumahnya yang terbiasa dilayani. "Tidak di suruh pun aku akan memasak, sesuai tugasku selama ini. Aku mengerjakan, kalian menikmati." Suci menatap tajam mereka yang selama ini bertindak sesuka hati. Ucapan Suci kali ini menusuk sekali. Bu Ratu merasa setelah keluar dari rumah sakit sikap menantunya menjadi lebih berani. Sebenarnya ada apa dengan Suci pikirnya. "Mami perhatikan, kamu setelah keluar dari rumah sakit malah kurang ngajar!" Bu Ratu menatap sengit Suci. "Bagaimana Suci tidak benci dengan sikap kalian. Anakku hampir meregang nyawa, tapi kalian malah santai. Untung anakku selamat, kalau tidak, kubuat kalian menyesal." suci menatap tegas pada kedua wanita itu. Cindy dan Bu Ratu saling menatap mendengar ucapan Suci yang membuat mereka merasa ngeri. "Kamu di sini menantu, jangan banyak bicara apalagi kurang ngajar sama Mami. Mami ini mertua kamu," ujar Bu Ratu. "Aku tahu, anakku butuh istirahat permisi." Suci membawa Sharen yang tertidur ke dalam kamarnya. Ia menarik napas panjang menahan emosi yang sulit terkendali. Benar-benar tidak bisa berubah sikap kedua orang itu pikir Suci. Bersyukur Tuhan baik padanya hingga memberikan orang tua baru yang kaya raya. Bersama Bu Yuni, Suci merasa mendapat kehangatan yang selama ini tak di dapat dari mertuanya. *** Makan malam tiba, Suci kembali seperti pembantu yang menyiapkan makanan untuk keluarga sang suami. Namun, Arya suaminya tak terlihat sudah pulang. Tidak seperti biasanya ia datang terlambat. Cindy dan ibu mertua sudah saling pandang. Menatap tidak suka pada Suci tapi mereka butuh. Kali ini sengaja Suci menyuguhkan makanan enak untuk mereka. Kalian puasin menjadikan aku pembantu. Jangan kaget jika aku sudah menjadi tuan putri. "Kamu kenapa senyum-senyum begitu?" tegur sang ayah mertua. "Nggak apa-apa, Pa." "Jangan-jangan dia mau meracuni kita, ya, kan? Ngaku kamu Suci!" Cindy menyambar dan menuduh tidak suka pada Suci. Kali ini dia benar-benar membuat Suci ingin menabur sianida di makanan mereka. Namun, jika mereka langsung mati, ia tidak akan bisa melihat dirinya membalas dendam. "Kalau Suci niat, dari dulu sudah kuracuni!" Suci menantap sengit pada Cindy. Menantu manja itu sangat keterlaluan kali ini. Usia muda tidak pernah menghormati dirinya. "Suci, jangan banyak bicara. Cepat kau siapkan makanan untuk Papa. Kamu pikir melihat kalian bertengkar bikin perut kenyang, apa?" Namun, pandangan mereka beralih pada derap langkah sepatu memasuki ruang makan. Jantungnya berdetak begitu kencang saat melihat sang suami datang bersama wanita cantik. Pikirannya tidak karuan melihat suaminya menggandeng wanita lain bertemu dengan keluarganya. Arya sama sekali tidak peduli dengan kehadiran Suci saat menggandeng wanita baru di sampingnya kali ini. Sementara, Suci mengepalkan tangan. Wanita mana yang tidak hancur melihat sang suami datang dengan wanita lain. Begitu sesak hingga ia sulit untuk bernapas. Suci menatap tajam keduanya dengan bengis. Seandainya membunuh tidak dosa, ia akan melakukan hal itu sekarang juga, tapi ia hanya mengingat sang anak jika dia melakukan hal yang merugikan diri sendiri. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN