Dua

1005 Kata
Suci tidak peduli dengan ancaman ibu mertuanya. Kini yang lebih penting adalah anaknya . Buru-buru ia kembali ke rumah sakit membawa beberapa baju Sharen. Ia harus cepat membawanya karena sang anak akan berganti pakaian. Ia yakin kalau mertuanya tidak akan mengusirnya. Itu hanya sebuah gertakan saja. Siapa yang akan mengurus semua kerjaan rumah kalau bukan dirinya. Benar saja, Bu Ratu kebingungan saat Suci pergi. Ia berdiri di depan pencucian piring. "Siapa yang akan membantu aku?"Bu Ratu mengeluh kesal. ** Sesampainya di rumah sakit, keadaan Sharen sudah membaik. Pria tua bernama Wahyu kini datang bersama sang istri menjenguk Sharen. "Ya ampun, Pak. Dia mirip sama ibu, ya?" Istri Pak Wahyu begitu kaget saat melihat Suci. "Iya, Bu, mirip. Kasihan kemarin Suci mau masukkan anaknya tidak punya uang." Pak Wahyu bercerita pada sang istri. Suci mencium punggung tangan wanita yang mirip dengannya. Seulas senyum ia berikan. Hati Suci bergetar hebat saat istri Pak Wahyu menyalami. "Keluarga dan suami kamu mana?" Yuni, istri Wahyu bertanya lagi pada Suci. "Mereka tidak peduli padaku, Bu. Mereka hanya peduli dengan menantunya yang kaya raya. Beda dengan saya yang hanya biasa saja atau bisa disebut miskin." Suci tak kuasa menahan beban, akhirnya ia menceritakan beban yang kian membuncah di d**a. Yuni menggeleng mendengar cerita Suci. Masih ada jaman sekarang perlakuan ibu mertua yang seperti itu. bagaikan ibu tiri yang begitu kejam. "Lalu, suamimu diam saja?" Kembali Yuni bertanya. "Suami hanya diam saja melihat keluarganya memperlakukan aku seperti itu," ujar Suci lagi. "Sudah Suci. Kamu anggap saja saya keluargamu." Suci lega mendapat keluarga baru juga menganggap mereka orang tua yang sangat baik hati. "Ibu mau kamu nanti main, ya, atau tinggal bersama kami juga nggak apa-apa. Apa keluargamu tahu tentang kami?" tanya Bu Yuni. "Nggak, Pak. Saya nggak mau mereka tahu ada orang baik menolong saya." "Keluarga suamimu siapa namanya?" Pak Wahyu bicara. "Mertua saya namanya Adijaya." Mendengar nama itu, Wahyu tersenyum lirih. Bagaimana bisa dia membayangkan orang kaya seperti Adijaya memperlakukan menantunya bagai pembantu. "Bapak kenal?" tanya Suci. "Ya, tahu. Salah satu rekan bisnis. Benar, jangan bilang kamu kenal saya. Buat kejutan mereka nanti." Setelah bercengkrama lama, kedua pasangan suami istri itu pamit untuk pulang. Sementara, Suci masih menunggu Sharen yang kondisinya mulai membaik. Ia kembali bersyukur telah di pertemukan oleh pria seperti Pak Wahyu. ** "Kamu kenapa nggak bilang mau bawa Sharen ke rumah sakit?" tanya Arya saat sampai di rumah sakit. "Mas, kalau aku bilang pun apa kamu peduli. Kemarin kamu bilang tidak ada uang. Kalau anak kita mati bagaimana? Kamu sibuk dengan keluargamu. Semua sibuk dengan menantu kaya kalian. Sedangkan aku dan Sharen hanya menjadi bayang-bayang yang tidak pernah dianggap." Sudah tak kuat akhirnya suci mengeluarkan semua kegelisahannya. Arya mendesah pelan. "Ci, memang aku habis memberi uang untuk Mama. Karena memang dia sedang butuh." Arya kembali berbicara. "Butuh? Uang Papa kamu banyak. Kenapa harus meminta sama kamu." Suci mengeluarkan air mata tanpa henti. Ia tak sanggup dengan cobaan hidup yang menerpanya. Sekian tahun diperlakukan tidak layak. Kini ia harus membela diri. "Setelah ini aku mau pulang ke kampung dulu. Baru menenangkan diri ke rumah." "Tapi kalau kamu nggak ada di rumah, siapa yang akan mengerjakan pekerjaan rumah dan masak?" Suci tidak menanggapi ucapan sang suami. Ia sudah muak dengan semua ini. Kalau dia seandainya ia memiliki keluarga, mungkin ia sudah meninggalkan mereka. Namun, Suci tidak memiliki keluarga. Niat dia pulang ke kampung bukan sebenernya. Tapi dia ingin ke rumah Yuni untuk menenangkan diri sementara waktu. Namun, malah Arya menolaknya dengan alasan seperti itu. Setiap saat hanya keluarganya saja yang di prioritaskan. *** Sudah empat hari akhirnya Sharen bisa pulang. Wahyu dan Yuni sudah menunggu Suci untuk menginap di rumah mereka. "Sudah siap Suci?" "Siap." Suci dan Sharen menaiki mobil mewah keluaran terbaru. Baru kali ini dia naik mobil semewah itu. Setiap keluarga Adijaya liburan, ia tak pernah diajak. Bahkan Arya sang suami malah asik liburan sendiri. "Ini rumah Ibu sama bapak?" tanyanya saat memasuki halaman rumah mewah. Rumah besar itu ditempati mereka berdua dengan beberapa pembantu rumah tangga. Tak terbayangkan jika Suci akan menjadi orang kaya dadakan. "Iya, ayo turun." ajak Bu Yuni. Gemetar tubuh Suci saat memasuki rumah besar itu. Bahkan rumah mertuanya kalah dengan rumah itu. "Jangan malu, anggap aja rumah kamu." Kini Pak Wahyu bicara. "Rumah Kakek dan Nenek besar yah." Sharen tersenyum menatap kedua orang tua itu. "Iya, Sayang. Anggap aja rumah kamu ya." Bu Yuni menarik tangan Suci. Sharen berlarian masuk ke dalam rumah. Anak itu seperti menemukan surga bermainnya. Rumah besar itu membuat Sheren Betah berlama-lama. "Kami mau bicara sama kamu Suci." Pak Wahyu memanggilnya. "Iya, Pak." Suci tidak menyangka orang tua itu sangat baik. Ia sempat ragu dan takut dengan ajakan mereka karena takut mereka orang jahat. Namun, ia salah dan menyesal karena berpikiran jelek. Mereka berdua orang baik yang akan menolong hidupnya. "Kami berniat mengangkat kamu sebagai anak kami. Dan Sharen cucu kami." Pak Wahyu terdengar sangat sungguh-sungguh. "A--apa?" Suci terkejut mendengarnya. "Saya merasa seperti ada ikatan batin sama kalian. Saya juga senang melihat wajah kamu yang sangat mirip dengan saya. Seperti kembali ke masa muda." Tawa Yuni membuat Wahyu suaminya bahagia. "Tapi apa Bapak Ibu yakin?" Suci merasa tidak pantas, tapi ia tidak munafik ingin hidup enak. "Yakin. Kamu bisa tetap kembali ke rumah suamimu dengan status anak kami. Jadi, mereka tidak semena-mena sama kamu." "Mereka tidak usah tahu Pak. Biarkan saja mereka menganggap saya menantu miskin. Saya akan buat mereka menyesal perlahan." Dendam membara membuat Suci melakukan hal itu. Ia ingin membuat mereka sadar jika dirinya lebih baik dari menantu baru mereka. "Ibu setuju itu." Suci bersujud syukur di bawah kaki kedua orang tua angkatnya. Buah kesabarannya kini membuahkan hasil. Ia bisa membalas semua perlakuan dari keluarga suaminya. Ia kembali bercerita tentang masa lalunya. Perbuatan keluarga Adijaya sudah membuat Suci begitu terluka. Ia hanya menantu miskin yang kini mendadak kaya. Suci pun akan membuat keluarga Arya menyesal untuk waktu yang sangat lama. Suci menatap Sharen yang begitu bahagia saat bermain motor-motor an. Seumur hidupnya ia belum bisa membuat anaknya bahagia seperti itu. Kali ini ia merasa sangat senang. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN