Perasaan sesak itu menyelimuti hati Garuda. Semua kegiatannya berubah—berantakan dan tidak teratur. Tidak ada sapaan di pagi hari, tak ada wajah yang dilihatnya setiap bangun tidur, tidak ada tubuh yang dia peluk ketika sedang lelah, tidak ada senyuman dan tawa yang kadang keluar dari mulut karena candaan receh. Semua telah berubah, seiring dengan perginya Raisa dari rumah. Baru dua hari ini Raisa pergi, namun kehidupannya bagaikan gelap merindukan sinar matahari. Hari itu adalah hari yang membuat Garuda meluapkan marahnya, yang menekankan egonya, yang merusak semua ketenangannya, dan membuat dirinya berani untuk melepas istrinya pergi. Bukan, bukan karena Garuda tidak cinta, namun semua kejadian itu tampak sangat cepat. Mereka berdua sama-sama emosi dan tidak bisa mengendalikan diri. Bia

