PROLOG

708 Kata
"Kenangan memiliki sebuah arti. Sekali pun kenangan itu tak dianggap berarti." *** KENANGAN memiliki sebuah arti. Entah pahit ataupun manis. Sebuah memori pasti memberimu makna tersendiri. Begitulah yang terlintas di kepalaku kala mengingat kembali kejadian tujuh tahun lalu. Di saat usiaku masih lima belas tahun. Aku pernah bermimpi. Entah mimpi atau kenyataan yang masih tersembunyi. Aku tidak bisa mengetahuinya dengan pasti, karena ingatanku samar-samar, dan semua keluargaku diam. Bungkam. Tak ada seorang pun yang mau menjelaskan. Dalam mimpi itu, aku berada di suatu tempat asing yang berbahaya. Di sana terjadi peperangan; perkelahian, adu senjata, bahkan bom-bom meledak di kejauhan. Aku berada di antara peperangan itu. Seperti gadis kecil bodoh yang tak tahu apa-apa. Aku berdiri di tengah-tengah mereka. Menyaksikan bagaimana satu per satu nyawa manusia melayang dengan darah berlumuran di pakaian yang mereka kenakan. Hingga salah satu dari mereka menyadari keberadaanku. Ia mendekat, dengan tangan memegangi pisau panjang yang diacungkan ke arahku. Aku hanya diam. Menatap orang itu dengan pandangan datar atau tengah menunggu ajal.(?) Namun, belum sempat ia menggapaiku. Orang itu lebih dulu tumbang. Ambruk ke depan dan membuatku melihat sosok lain yang kini berlari ke arahku dengan pakaian serba hitam. Wajahnya tertutupi masker hitam dari dagu sampai hidung. Memperlihatkan mata hitamnya yang berkilat tajam tertimpa cahaya bulan. Aku masih berdiri diam seperti patung sampai sosok itu menggapai tubuhku. Membawaku berlari dan bersembunyi dalam gelapnya malam. Aku masih diam. Mataku terus memperhatikannya. Ia terlihat waspada. Matanya melirik ke kanan dan ke kiri, sebelum menatapku dengan tatapan tajamnya. "Kau berada di tempat yang salah," katanya dengan suara serak rendah yang terdengar seksi. Aku menarik napas panjang-panjang. Membiarkan aroma tubuhnya merasuki indra penciuman. Pakaian basah dengan aroma anyir darah melebur bersama wangi tubuhnya yang bercampur bubuk mesiu. "Kau berasal dari mana?" Pertanyaannya hanya kubalas dengan senyuman tipis. "Entahlah. Aku tak bisa mengingat apa pun." Ia tampak mengernyitkan dahi. "Jangan bermain-main denganku. Kau berada di tempat dan saat yang tidak tepat sekarang," gumamnya. "Aku berkata yang sebenarnya." Aku menariknya semakin mendekat. Lalu mendekatkan wajahku sendiri ke depan wajahnya yang kini menatapku penuh tanda tanya. "Siapa namamu?" Aku mencoba bertanya, tapi ia tak menjawabnya. Ia menatap mataku dalam. Menyelaminya sebentar, sebelum menyingkap masker yang ia gunakan, dan menyatukan bibir kami dalam lumatan lembut yang menggairahkan. Ciumannya sanggup membuat tubuhku terbakar. Aku menarik tubuhnya lebih mendekat lagi ke tubuhku dan membiarkannya mengeksplorasi bibirku. Baru kali ini aku berciuman dan aku merasa ciuman ini sangat luar biasa. "Bibirmu manis, aku suka." "Apa itu berati kita akan bertemu lagi?" "Aku tidak bisa berjanji." Aku memandanginya dalam-dalam dan ia tersenyum tipis kepadaku. Senyuman manis yang takkan pernah kulupakan seumur hidupku. Aku terpana padanya, sekali pun aku tak bisa melihat wajahnya secara menyeluruh. Wajahnya hanya bisa kulihat separuh, tapi aku tahu ia salah satu manusia tampan di muka bumi ini. "Apa kau tertarik padaku?" Pertanyaan darinya berhasil membius dan membuatku mengangguk. "Kalau begitu, camkan ini baik-baik di dalam kepalamu. Kau milikku. Hanya milikku. Apa pun yang terjadi kau hanya akan menjadi milikku selamanya. Tunggulah waktu itu tiba dan aku bersumpah akan menemuimu lagi suatu hari nanti." Seperti kerbau dicucuk hidungnya. Aku patuh pada kata-katanya. Mengangguk dan bersumpah di depan wajahnya. "Aku bersumpah, selamanya aku adalah milikmu. Apa pun yang terjadi, aku akan menunggumu sampai kapan pun. Karena kaulah yang akan menjadi orang pertama dan terakhir di hidupku." Ia kembali menarik, memeluk, dan menciumku. Ciuman pertamaku hanya untuknya. Harta berhargaku pun hanya akan menjadi miliknya. Hanya dia yang berhak memiliki semuanya, karena aku telah bersumpah padanya. Aku hanya akan menjadi miliknya selamanya. "Jadilah seksi dan pikat aku nanti ketika kita bertemu lagi. Oyasumi!" bisikan pelannya mengantarkanku ke alam mimpi dalam dekapan tubuhnya. Mataku terpejam hingga keesokan harinya. Aku hanya bisa mengingatnya samar-samar. Aku tidak tahu bagaimana caraku sampai ke sana dan bagaimana cerita lengkapnya. Aku sama sekali tak bisa mengingatnya. Aku menceritakan cerita itu pada keluargaku dan mereka memutuskan bahwa apa yang kualami malam itu hanyalah mimpi semata. Karena memang tak ada bukti yang bisa membuktikan kenyataan yang terjadi sebenarnya. Terutama bagi mereka, aku malam itu tak pernah meninggalkan tempat tidurku. Awalnya aku mempercayainya. Hingga aku melihat jejak darah mengering dari baju yang tengah kukenakan. Ketika mereka semua telah pergi meninggalkanku seorang diri. Di saat itulah aku mendapatkan sebuah bukti. Bahwa kejadian malam itu bukanlah mimpi. ___
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN