bc

TSAUNA

book_age16+
7
IKUTI
1K
BACA
love-triangle
family
goodgirl
independent
dare to love and hate
drama
bxg
lighthearted
friendship
secrets
like
intro-logo
Uraian

Cerita cinta Tsauna sama saja dengan judul sinetron di televisi. Cinta segitiga yang dia sendiri tidak menyadarinya. Seorang Dirta mengajarkan nya, bahwa cinta tidak selamanya bahagia.Dirta memberinya tawa dan air mata. Memberikan rasa sakit,serta penantian yang kadang membuatnya jenuh. Dan Aufar orang paling menyebalkan di dalam hidupnya selalu mengusik hidup Tsauna. Mungkin niatnya baik, cowok itu hanya ingin membuat gadis itu bahagia.

chap-preview
Pratinjau gratis
Episode 01
Tsauna adalah gadis kelahiran Surabaya, Ibunya adalah asli orang Jawa sedangkan ayahnya asli orang Jakarta. Dia adalah gadis berkulit putih dengan iris mata berwarna coklat, matanya agak sipit dengan warna kemerahan dibagian bawah kantung matanya. Jika kalian melihatnya sekilas, wajahnya begitu murni dan semakin dipandang akan semakin menggemaskan. Gadis itu memiliki seorang kakak, sekaligus menjadi satu-satunya saudara yang dia punya. Namanya Mauris, berbeda dua tahun darinya. Di lingkungannya, tidak ada saudara yang melebihi keakraban Mauris dan Tsauna. Kemana-mana selalu bersama, makan bersama, saling menjaga satu sama lain. Kehidupan mereka begitu sempurna, memiliki seorang Ibu yang sangat penyabar dan baik hatinya. Selalu setia kepada mendiang suami meski sudah tujuh tahun meninggalkannya. Ya... sepertinya harta bukanlah satu-satunya alasan mengapa seseorang harus bahagia. Seperti mereka contohnya. Peninggalan ayahnya hanyalah sebuah rumah minimalis yang terletak di area padat penduduk. Jika kalian penasaran... itu berada di sekitar Jalan karet, dekat dengan tugu pahlawan Surabaya. Tsauna adalah tipe gadis yang suka dengan hal-hal romantis dan manis. Hari minggu adalah hari yang sangat ditunggu oleh gadis tersebut. Setelah membantu menyiram tanaman khias di depan rumah, biasanya gadis bermata agak sipit itu langsung mengetuk pintu kamar kakaknya. Tok Tok "Jadi tidak kak?." Teriak gadis itu dari depan pintu. Sejuk udara pagi membuat binar wajahnya semakin cerah, seperti bunga yang tersiram air, merekah. Kenapa lama? jangan-jangan... kesiangan, gadis itu membatin. Lalu tiba-tiba panik dan sekali lagi mengetuk pintu kamar kakaknya dengan membabi buta. "Pelan-pelan, kalau pintunya rusak bagaimana?." Firda, Ibu gadis itu menasehati disela aktifitasnya membawa loyang untuk membuat kue. "Kakak kayaknya kesiangan nih, Bu." Ujar Tsauna, perlahan mengikuti langkah kaki Ibunya ke dapur. Firda tersenyum. Dia sudah tahu kalau sebenarnya Mauris putranya sudah terbangun dan pergi ke luar bersama dengan teman-temannya, Dirta dan Bima. Dirinya sengaja tidak mengatakan, takutnya Tsauna merasa kecewa. Firda sudah meminta Mauris agar membawa Tsauna, tetapi putranya tersebut mengatakan ingin sekali saja bebas bersama teman-temannya. Kalau ada Tsauna, dirinya pasti tidak boleh ngapa-ngapain. Apalagi gadis itu sukanya mengadu. Tsauna melirik jam yang tergantung di dinding. Sudah pukul tujuh, di luar matahari sudah mulai terasa hangat. Tsauna kecewa, hari minggunya dia tidak dapat apa-apa. Gadis itu lalu masuk ke dalam kamarnya, ingin menukar baju setelah dilihatnya pintu kamar kakaknya masih tertutup. .... Di pinggiran jalan, Mauris dan kedua temannya sedang menikmati sarapan pagi mereka di sebelah gerobak penjual nasi goreng. Kata Mauris, nasi goreng yang mereka makan adalah nasi goreng terenak se Surabaya. Ah! itu cuma bisa-bisanya Mauris saja bukan? Kalau hari minggu begini biasanya di pinggiran jalan tugu pahlawan, ada pasar. Apapun ada di sana. Mulai dari makanan, pakaian sampai cairan penghilang noda juga ada. Mauris menunjuk-nunjuk arah segerombolan gadis remaja. Di sebelahnya Bima ikut antusias, sekedar memperhatikan sembari mengunyah nasi goreng. Hanya Dirta yang diam dan sesekali mengecek layar HP nya. Perasaan pemuda itu merasa tidak nyaman. "Dir, yok taruhan. Kalau misalnya aku dapetin nomor HP_." "Aku nggak tertarik." Sahut Dirta menyela. "Kenapa sih, kamu?." Bima bertanya penasaran. Dirta diam saja. Begitu nasi goreng di piringnya bersih dia segera berbalik ke arah lain. Mengamati hilir-mudik pejalan kaki yang memadati pinggiran jalan. Tidak jarang itu membuat jalanan macet. "Kamu sudah telepon adik kamu belum?." Pemuda bernama Dirta ini menolehi Mauris. Maksudnya Tsauna? ya, dia memang sedari awal merasa tidak enak karena tidak membawa Tsauna seperti biasanya. "Nggak usahlah... sekali saja Tsauna nggak usah ikut." Sahut Mauris. Itu membuat Dirta jengkel dan menimpuknya pakai akua gelas yang sudah kosong. "Kalau gitu aku pulang duluan deh." Ujar Dirta. Tanpa mendapat persetujuan dari kedua temannya Pemuda itu sudah berlari menjauh. Dirta memang sangat menyayangi Tsauna seperti adik kandungnya sendiri. Jika Mauris tidak ada, maka dialah yang akan menggantikan posisi seorang kakak untuk Tsauna. Dirta akan menemui Tsauna. Mungkin akan meminta maaf karena membuat gadis itu kesal. Setahu Dirta, gadis itu tipe orang yang suka ngambek. Di perjalanan ke rumah Tsauna, Dirta melewati sebuah jembatan. Di bawahnya ada sungai yang sering kali banyak orang yang menjaring ikan. Dirta juga melihat bapak penjual ikan hias di pinggir jalan. Dagangan bapak tersebut terlihat masih banyak. Hati nurani pemuda itu terusik dan akhirnya membeli satu bungkus, yang isinya dua ikan mas. "Tsauna minta toples kaca dong Bu?." Gadis bermata agak sipit itu berlarian di belakang tubuh Ibunya, mencari wadah untuk ikan mas yang Dirta berikan. Firda tersenyum melihat tingkah Tsauna. "Buat apa?." Tanya Firda masih sibuk membentuk adonan kue keringnya. "Kak Dirta kasih Tsauna ikan mas. Orangnya ada di depan." Ujar Tsauna masih mengutak-atik lemari peralatan dapur. "Ayo dong Bu... ." Rengek Tsauna. "Iya, iya." Firda mengalah kemudian melangkah ke ruangan di sebelah dapur. Dari ruangan itu dia mengambil toples yang sesuai dengan permintaan Tsauna. "Ah, ini dia toplesnya. Makasih ya, Bu." Tsauna mengecup pipi kanan Ibunya sekilas lalu berlari ke depan menemui Dirta yang sudah menunggu sedikit lama. Tsauna meletakkan toples kaca itu di atas meja. Kemudian... mengambil air bersih di kamar mandi sebelum memasukkan dua ikan mas itu ke dalamnya. Manis sekali, pikir Dirta. Pemuda itu menahan tangannya yang ingin sekali mengelus rambut gadis tersebut. Kalau saja dirinya memiliki seorang adik yang semanis Tsauna... dirinya tidak akan membiarkan nya lepas dari pandangannya meski itu sebentar saja. Mauris kurang mensyukuri apa yang dia punya. "Aku mau kasih nama boleh nggak kak?." "Boleh dong. Sahut Dirta. Mau kasih nama apa?." Dirta ganti bertanya. "Gimana kalau kasih nama kita saja? lucu kan, Dirta dan Tsauna?." Ah... hanya kepada Tsauna, Dirta akan meminjamkan nama berharganya kepada seekor ikan. Demi membuat gadis itu senang, Dirta mengangguk lantas tersenyum. "Terserah padamu." Ujarnya mengembangkan senyuman. Untuk kedua kalinya Dirta terpana dengan tingkah manis Tsauna. Bagaimana tidak? gadis itu dengan sengaja mengajak bicara dua ikan yang ada di dalam toples kaca. Wajahnya dia tempelkan hingga hidung gadis itu menekan toples kaca. "Ah... lucunya." Desah gadis itu begitu mengagumi dua ikan yang saling berkejaran. Lebih lucu lagi kamu, Tsauna. Dirta menarik nafas perlahan. Di dadanya seakan ada angin segar setiap melihat Tsauna tersenyum. "Kak Dirta sudah sarapan?." Tiba-tiba saja gadis itu teringat jika dirinya belum sarapan. Tentu saja Dirta sudah sarapan, perutnya kenyang. Tapi dia ingin sekali sarapan bersama dengan Tsauna, mungkin gadis itu ingin mengajaknya makan bersama. Dirta menggeleng lantas memegangi perutnya. "Belum." "Aku juga belum." Ujar Tsauna menggerakkan bibir tipisnya maju mundur. "Bentar ya Kak!." "Mau kemana?." Tanya Dirta namun Tsauna tidak mendengar ucapan pemuda itu. Gadis itu suka sekali berlarian meski di dalam rumah. Dirta hanya bisa menunggu. Hingga gadis itu kembali dengan penampilan yang berbeda. Celana jeans pendek dia ganti dengan yang panjang. Tsauna mengajak Dirta sarapan di luar. Hari minggu Ibu gadis itu memang tidak menyediakan makanan, karena kedua anaknya tidak akan menyentuh masakannya dengan alasan ingin makan di luar. "Sate kelapa bagaimana?." Tsauna meminta pendapat dari Dirta. Gadis itu menghentikan langkah, mengamati warung tenda yang sudah padat dengan pembeli. "Kalau rasanya tidak mengecewakan." Sahut Dirta. "Yes!." Pekik Tsauna girang. Kaki gadis itu tergesa-gesa mendekati warung sate. Dia memesan dua porsi sate kelapa. Pemilik warung mengacungkan jempolnya. Tsauna mengedarkan pandangan, Dirta tidak ada di belakangnya. Kemana? Tsauna mendadak kecewa jika memang Dirta pergi begitu saja. Padahal sudah pesan dua porsi? desah Tsauna kecewa. "Tsauna!." Panggilan dari seseorang menghambat tangan gadis itu saat menerima dua piring sate pesanannya. Gadis itu bernafas lega. Tidak jadi kecewa. Ah, ternyata Dirta sedang mencari tempat yang nyaman untuk mereka tempati. Tsauna menunduk malu. Lantas dengan gerakan pelan dia menerima dua porsi pesanannya, lalu melangkah mendekati Dirta yang sudah menunggunya. Tsauna meletakkan piring itu di atas meja. Lalu duduk berhadapan dengan Dirta. Gadis itu mendadak canggung saat Dirta menyalakan kamera HPnya. "Sebagai kenang-kenangan." Ujar pemuda tersebut. Mengambil dua gambar dengan latar jalanan dan di dekatnya ada Tsauna, sedang melihatnya dengan pandangan sendu. Tsauna meletakkan kedua tangannya di atas meja. Mengamati teman kakaknya itu, dipikir lagi mereka mungkin akan jarang bertemu setelah ini. Dirta, Mauris dan Bima sebentar lagi akan lulus SMA. Membayangkan dirinya tidak akan bersama dengan ketiganya... entah perasaa apa itu, tapi Tsauna sedih. "Apa harus aku hapus saja? tanya Dirta tanpa mengalihkan pandangan dari layar HP. Aku merasa malu berfoto dengan kamu, seperti black and white." Ujar Dirta terkekeh. "Di simpan saja." Sahut Tsauna. Gadis itu memegang perutnya. Lapar menyadarkannya, bahwa semuanya tidak perlu dipikirkan sebelum terjadi bukan? Lalu senyum itu kembali terbit dan gadis itu kembali menjadi Tsauna seperti biasanya. Dirta meletakkan HP nya. "Ayo makan!." "Ah... lapar sekali." Keluh Tsauna sebelum memulai makannya. .... Di perjalanan pulang, Mauris dan Bima tidak sengaja melihat Dirta sedang makan berdua bersama Tsauna. Sudah mereka duga jika Dirta meninggalkan mereka karena ingin bersama dengan Tsauna. Mauris selalu merasa... jika Dirta selalu bersikap seakan pemuda itulah kakaknya Tsauna. Apa harus Dirta bersikap seperti itu? Bima berpendapat, mungkin saja Dirta menyukai Tsauna. Mauris tidak perlu marah hanya kerena tempatnya diisi oleh temannya sendiri. Toh tidak selamanya bukan, jika Mauris akan menjaga Tsauna? Tsauna memiliki hidupnya sendiri, dan Mauris juga mempunyai masa depannya sendiri. "Kita datangi?." Tanya Bima kepada Mauris. Kakak dari Tsauna tersebut hanya diam memandangi adik satu-satunya tersebut bersama dengan orang lain. "Tidak usah! kita pulang saja." Ujar Mauris pelan. Mauris dan Bima menunggu kedatangan Dirta. Gelak tawa memberitahu mereka jika dua orang yang dinanti sudah berada di depan rumah. Sudah masuk ke dalam rumah, dan tawa merea surut ketika melihat Bima dan Mauris memperhatikan mereka dengan tidak biasa. Tiba-tiba Tsauna ingin mengomeli kakaknya. Sudah berani meninggalkannya padahal sebentar lagi mereka mungkin akan jarang bertemu. Tapi tidak jadi. Gadis itu justru mengambil toples kaca yang berisi dua ikan mas miliknya. "Kak Dirta memberikan ini untuk Tsauna." Pamer gadis itu meletakkan toples di atas meja. "Apa bagusnya itu?." Mauris bertanya. Dirta mendudukkan dirinya di samping Bima. Pemuda itu merasakan hal yang tidak beres sedang terjadi. "Kakak sering memberikanmu hal-hal bagus lainnya." "Tapi ini bernyawa." Ujar Tsauna. Pandangan gadis itu turun, tertuju hanya pada dua ekor ikan miliknya. "Mereka hidup... berharga, harus dijaga agar tetap hidup. Bukankah itu menarik?." Gadis itu kembali mengangkat pendangannya. Memandang wajah kakaknya, lalu tersenyum cerah. Kekesalan Mauris menguap begitu saja. Lain lagi Bima yang memandang Tsauna dengan pandangan takjub, dalam pikirannya sedang ada bidadari yang berada di hadapannya. .... Gadis bidadari itu sibuk mengemasi buku pelajarannya. Nyaris tertinggal satu, karena tidak sengaja terjatuh dari atas meja belajar. Jarak sekolah yang tidak bisa dikatakan dekat harus ditempuhnya dengan naik angkot. Tidak ada kakak... semua harus Tsauna kerjakan sendiri. Kakak satu-satunya tersebut sudah terlebih dahulu berangkat ke sekolah, katanya ada tugas yang harus segera diselesaikan. Gadis itu menaiki angkot, tidak perduli jika berdesak-desak an karena jam sekolahnya akan segera dimulai. Angkot berhenti sudah dua kali. Gadis itu gregetan karena masih belum sampai tujuan. Ingin sekali mengatakan kepada pengemudi angkot agar melajukan angkotnya dengan kecepatan penuh. Tapi... tempo hari gadis itu nyaris diomeli seisi angkot karena terlalu cerewet. "Stop Pak!." Tsauna menyerahkan uang tiga ribu dengan asal-asalan. Sebelum angkot berhenti dengan sempurna, sepatunya sudah lebih dulu menginjak aspal. Nyaris oleng kalau saja dia tidak biasa dengan hal itu. Si gadis lembut dan manja itu perlahan tumbuh menjadi seseorang yang kuat dan pemberani. Meski tidak jika dia sedang mengingat satu nama... Dirta! Dirta mengajarinya jika penantian itu bukti kalau mencintai berarti rela memberikan segalanya, termasuk waktu.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.9K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook