Internship Worker

1186 Kata
Marinka Anindya Dinatra, gadis berumur 23 tahun Lulusan salah satu fakultas hukum, universitas negeri di Indonesia. Marinka sebenarnya sudah lulus sejak beberapa bulan yang lalu, hanya saja Marinka memilih menganggur karena merasa tidak tertarik lagi dengan dunia hukum Indonesia. Bukan apa-apa, kenyataan banyaknya orang hukum yang terjerat hukum adalah salah satu hal yang membuat Marinka malas bekerja di bidang pekerjaan yang sesuai dengan ijazahnya. Terdengar naïf memang, tapi begitulah cara berpikir Marinka. Tapi kini, Marinka dihadapkan kepada kenyataan kalau dia harus bekerja sebagai pekerja magang dikepolisian. Tempat dimana hukum bekerja dengan nyata dan cepat, tempat yang sebenarnya sangat Marinka hindari. Tapi apa yang mau Marinka katakan, dia sudah dihukum dan diwajibkan untuk menjalankan tugasnya. Lagipula, Marinka pikir dengan dia bekerja dan dekat dengan calon suaminya, Marinka akan dengan mudah membujuk pria itu untuk membatalkan pernikahan mereka. Marinka menggunakan gaun hitam lengan pendek miliknya, rambut sepunggung yang telah dicatnya menjadi warna coklat dia biarkan tergerai. Lalu untuk make up, Marinka menggunakan make up yang sedikit tebal. Make up yang dia gunakan kalau dia sedang pergi jalan bersama teman-temannya. Dan untuk sentuhan terakhir, Marinka menggunakan sepatu heels merah 15 cm miliknya. Baiklah, penampilan ini memang tidak cocok dia gunakan untuk ketempat kerjanya. Tapi apa peduli Marinka karena dia memang tidak menginginkan pekerjaan itu. * Mobil Mini Cooper merah Marinka memasuki wilayah Kepolisian Jakarta Selatan, setelah memastikan mobilnya terparkir dengan baik, barulah Marinka keluar dari dalam mobilnya. Marinka memasuki salah satu gedung disana dengan langkah gontai miliknya. "Maaf mbak, saya mau keruangan pak Ali Darmawan, dimana ya mbak?" tanya Marinka pada petugas yang berjaga di post depan kepolisian. Polwan itu menatap sebentar pada Marinka lalu tersenyum. "Mbak sudah ada janji?" tanya polwan tadi. Marinka mengangguk, mengingat papanya yang tadi mengatakannya untuk menemui yang namanya Ali Darmawan terlebih dahulu. "Kalau gitu ikut saya mbak," si polwan menuntun Marinka untuk masuk ke dalam gedung kepolisian itu. Tepat di depan sebuah pintu, si polwan mempersilahkan Marinka untuk mendekat setelah mengetuknya. "Masuk..." Setelah terdengar perintah dari dalam, barulah Marinka berani membuka pintu dan masuk kedalamnya. Untuk sesaat, Marinka merasa tidak nyaman dengan tatapan menilai dari polisi paruh baya didepannya itu. "Kamu siapa? Ada perlu apa dengan saya?" tanya pria itu dengan raut datar dan galak miliknya. Marinka sempat merasa ciut dan memilih untuk mundur hanya dengan melihat wajah sangar milik polisi itu. "Saya Marinka Dinatra pak, mmm saya putri dari Aranda Dinatra," jawab Marinka ragu dan sedikit takut-takut. Keadaan sempat hening sejenak, sampai akhirnya wajah pria bernama Ali Darmawan itu melunak dan berubah ramah. "Wah ternyata Marinka sekarang udah gede ya. Om nggak nyangka." Marinka mengernyitkan alisnya bingung, seumur hidupnya sepertinya tidak pernah bertemu pria ini. Jadi kenapa polisi ini berbicara seolah dia sudah pernah bertemu Marinka sebelumnya. "Kamu pasti lupa ya? Iya sih, kita ketemunya pas kamu baru umur 3 tahun." Si polisi itu berkata lagi. Marinka mencoba mengingat sosok di depan matanya itu, namun Marinka tetap tidak mengingatnya. Tapi Marinka tau kalau pria itu pasti benar-benar mengenalnya karena polisi itu adalah kenalan papanya. "Duduk Ca, om panggilin Leon dulu," kata pria itu sambil beranjak dari duduknya dan menelpon seseorang. "Tolong panggilkan Doleon keruangan saya," perintah polisi tadi pada orang di seberang melalui telepon diruangan kerjanya. Setelah melakukan hal itu, polisi kenalan papa Marinka itu kembali duduk di depan Marinka. "Tunggu sebentar ya Ca, Leon nya lagi dipanggil," kata polisi itu lagi. "Om nggak nyangka kalau kamu kan tunangan dengan Leon secepat ini. Selama ini om pikir, dia tidak tertarik untuk urusan seperti ini." Ujar si polisi mulai bicara dengan panjangnya. "Sebenarnya pak..." sebelum melanjutkan omongannya, Marinka sudah dipotong terlebih dahulu. "Nggak usah panggil pak, panggil om aja. Papa kamu udah nitipin kamu sama om selama bekerja disini," terang pria itu. Marinka mengangguk, dia lalu membuka mulutnya untuk kembali untuk menjelaskan kalau dia bukanlah tunangan pria yang bahkan baru dia tau namanya itu. "Sebenarnya..." lagi-lagi perkataan Marinka terpotong ketika terdengar ketukan pintu. Rasa kesal dan tidak suka Marinka menguar seketika. Marinka sedang tidak ingin bertemu dengan pria yang memberikannya kesialan beberapa waktu belakangan ini. Meski begitu, Marinka tidak dapat melakukan apapun. Mungkin sudah jadi takdirnya untuk sering bertemu dengan laki-laki itu. Dengan diam-diam Marinka memperhatikan penampilan si calon suaminya. Marinka baru menyadarinya sekarang, kalau wajah pria itu sangat tampan. Rambutnya dipotong cepak, kulitnya coklat khas orang Indonesia biasanya membuat dia terlihat manly, rahangnya yang kokoh dan tegas membuat kesan cool polisi itu muncul begitu saja. Mungkin kalau pertemuan Marinka dengan polisi itu tidak seperti kemarin, mungkin dia akan dengan mudahnya jatuh cinta pada pria ini. "Jadi gimana? Inca bisa kan?" tanya orang yang dipanggil komandan oleh pria yang disampingnya ini kepada Marinka. Marinka mengerjapkan matanya lalu menatap bingung sang pimpinan, dia terlalu sibuk menilai penampilan pria disebelahnya hingga membuatnya tidak mendengarkan apapun perkataan dari polisi yang akan menjadi atasannya itu juga. Meski tidak tau apa yang diucapkan sang pimpinan, Marinka memilih utnuk menyengir kecil sambil mengangguk. "Baiklah kalau begitu, Marinka boleh ikut Leon," kata pria itu lagi. Marinka tidak menjawab, hanya saja dia ikut berdiri berdiri ketika pria disebelahnya berdiri dan memberi hormat yang dibalas anggukan oleh pria di depan mereka. Setelah itu, barulah Marinka ikut pamit pada pimpinan kepolisian itu. Tapi sebelum keduanya keluar dari ruangan itu, pria paru baya itu menghentikan langkah mereka. "Tunggu, saya tau kalau kalian akan menikah, tapi jangan bermesraan ya selama bekerja," ujar polisi bernama Ali Darmawan itu menggoda keduanya. Seketika wajah Marinka merengut sebal, dia paling sebal kalau sudah diingatkan lagi soal pernikahannya. Meski begitu, kemudian dia memaksa untuk tersenyum. Jangan tanya soal pria disampingnya yang hanya diam dan memilih menunduk sebentar lalu berlalu. "Tunggu, gue mau ngomong ama lo," kata Marinka saat keduanya sudah berada di luar ruangan pimpinan mereka. Namun calon suami Marinka itu tetap berjalan seolah tidak mendengar perkataan Marinka. "Hei tunggu, gue mau ngomong ama lo!" suara Marinka semakin kuat. Tapi lagi-lagi pria itu mengabaikan Marinka. Akhirnya dengan emosi Marinka segera menarik tangan pria itu dan langsung membuatnya menghadap kepadanya. "Menurut gue ini semua nggak masuk akal. Gue nggak mau nikah ama lo, gue punya pacar. Dan gue nggak ada niat bekerja, apalagi kerja sama lo," kata Marinka cepat dan singkat untuk menyampaikan apa maunya dia. Pria itu menatap Marinka datar, tidak ada balasan dari pria itu untuk Marinka. Polisi itu hanya melepaskan lengannya yang Marinka tadi pegang. Setelah melepaskan tangannya, si polisi kembali melanjutkan langkahnya. Sikap diam dan cuek pria itu mau tidak mau membuat Marinka semakin emosi. Dengan sedikit berlari Marinka menyusul si polisi. Setelah berhasil menyusulnya, dengan cepat ditangkapnya lagi lengan pria itu. Marinka pikir dia berhasil menangkap si polisi, tapi ternyata dia salah, karena polisi itu duluanlah yang menarik Marinka untuk berhadapan dengannya langsung. "Lakuin apa yang lo mau dan kalau lo bisa. Yang penting jangan sampai lo bawa-bawa gue!" Singkat memang perkataan si polisi itu, tapi nada dan perkataannya mampu membuat Marinka terdiam, merinding dan ketakutan. Tatapan mata hitam gelap pria itu seolah tidak berdasar, suara dinginnya seolah mengancam dan raut datarnya seolah tidak memiliki perasaan apapun. Dan semua itu mampu membuat Marinka seolah kehilangan dirinya untuk sesaat. Baru kali ini Marinka merasakan hal seperti ini, merasakan takut akan seseorang hanya karena tatapan mata miliknya. *   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN