Follow Him

1374 Kata
Jangan tanya sebosan apa Marinka sekarang, karena jawabannya yang pasti adalah amat sangat bosan. Jelas saja Marinka bosan karena hampir 3 jam, Marinka tidak melakukan hal apapun selain duduk dan bermain gadget miliknya. Sebenarnya Marinka sudah keki sejak lama karena sedari tadi Marinka merasa diabaikan disini. Oh tidak, bukan diabaikan, lebih tepatnya Marinka tidak dianggap keberadaannya sama sekali di ruangan itu. Dia merasa keberadaannya, antara ada tapi tiada. Marinka juga terlalu gengsi untuk menanyakan apa yang perlu dia kerjakan, hingga membuatnya menganggur total seperti sekarang. Marinka lebih memilih untuk berdiam diri dan memikirkan apa yang harus dikerjakannya. Hingga akhirnya sebuah ide melintas diotaknya. Dengan senyum miring yang terlihat licik, Marinka memperhatikan Leon yang memiliki meja kerja dekat dengannya. Marinka sudah mendapatkan apa yang harus dia kerjakan. Kerjaan yang Marinka maksudkan adalah mengikuti kemanapun Leon pergi. Dengan dia mengikuti kemanapun Leon pergi, Marinka akan punya banyak waktu untuk mengenali lawannya itu. Bukankah ada pepatah yang menyuruh untuk memastikan lawan kita agar selalu berada dekat dengan kita? Itulah kenapa Marinka memutuskan untuk mengikuti Leon kemanapun saat ini. Mungkin akan terlihat aneh bagi orang-orang nantinya saat melihat Marinka mengikuti Leon, tapi Marinka akan bersikap bodoh amat akan hal itu. Lagipula, seingat Marinka tadi, atasan Leon menugaskan dia jadi asisten Leon. Jadi Marinka pikir, mengkuti Leon kemanapun bukanlah kesalahan karena dia punya alasa dia adalah asisten Leon. Soal mengikuti Leon, sebenarnya sejak dia keluar dari ruangan pimpinan Leon tadi, dia sudah mulai mengikuti pria itu. Leon tidak kelihatan marah atau protes diikuti oleh dia, hingga Marinka mengambil kesimpulan kalau tidak akan jadi masalah kalau dia mengikuti Leon kemanapun dia pergi. Leon, orang yang Marinka tidak tau harus mengalamatkan dirinya sebagai apa pria itu. Tunangan? Jelas Marinka tidak mau. Dia masih akan berjuang membatalkan pernikahan ini. Boss? Cih, mana mau Marinka punya boss seperti Leon. Marinka tidak merasa melamar dan ingin bekerja disini, jadi Marinka menolak untuk untuk dianggap pekerja dikepolisian itu. Sebenarnya Marinka sudah merasa tidak nyaman sedari tadi, apalagi dengan lirikan orang-orang dalam ruangan itu padanya. Marinka yakin kalau mereka pasti KEPO dengan keberadaan Marinka diruangan itu. Wajar sebenarnya kalau mereka KEPO dengan keberadaan Marinka karena ruangan ini bukanlah ruangan yang bisa dimasuki siapapun dengan sembarangan. Hanya polisi dan pegawai yang memang bertugas di divisi ini saja yang biasanya ada di ruangan ini. Lalu Marinka, siapa Marinka? Marinka tidak jelas kedudukannya di ruangan itu, pegawai tidak, polwan bukan, honorer juga bukan. Kalau menurut penjelasan papanya, Marinka itu memiliki status sebagai pekerja magang disana. Selain menjadi penghuni yang tidak jelas, Marinka juga terlihat seperti anak hilang dalam ruangan itu. Dia tidak melakukan hal apapun selain diam, bengong dan sibuk dengan dunianya sendiri. Marinka sibuk merenungi dan mengkasihani dirinya sendiri. Lihatlah, hanya mejanya saja yang kosong melompong. Disana tidak ada tumpukan berkas atau alat tulis seperti meja lainnya di ruangan itu. Di atas meja Marinka hanya ada sehelai tissu kotor, tissu yang tadi dia gunakan untuk melap meja kerjanya yang menurutnya berdebu. Jadi, wajarkan kalau orang-orang disana KEPO kepadanya. Sebenarnya Marinka mau pergi saja dari ruangan itu karena dia tidak diberi kerja apapun dan tidak dianggap oleh orang disampingnya. Tapi ego Marinka yang tinggi melarang dia melakukan hal itu. Jika dia pergi begitu saja, dia tidak mau Leon akan semakin memandangnya sebelah mata. Ini pertama kalinya dalam kehidupan Marinka, ada orang tidak menganggapnya sama sekali. Bukankah seharusnya semua orang yang tau siapa dia, mau kenal dan dekat dengannya? Atau paling tidak berpura-pura suka dan ramah kepadanya. Lalu kenapa Leon, Leon ini bisa bersikap acuh kepadanya? Hal itu menyentil ego Marinka. Itulah alasan Marinka bertahan, meski sebenarnya dia muak harus menghadapai wajah datar, tidak berperasaan dan dingin dari pria yang katanya calon suaminya itu. Marinka sudah memutuskan, dia akan bertahan biarpun dia diabaikan. Ini bukan lagi soal dia yang tidak akan bisa bertahan tanpa ATM, credit card dan semua fasilitas dari papanya, tapi juga sola harga dirinya yang tersentil. * Marinka segera berdiri saat dilihatnya Leon berdiri. Marinka akan mengikuti kemanapun Leon pergi, Marinka tidak akan peduli meskipun itu membuatnya terlihat bodoh. Seperti tadi, saat pria itu ke toilet, Marinka mengikuti dan menunggui Leon di depan toilet. Hal itu sempat membuat Marinka menjadi tontonan beberapa orang, tapi mana peduli Marinka dengan orang-orang itu. Marinka akan melakukan apapun untuk membuat Leon menyadari dan menganggap keberadaannya. Marinka mengikuti Leon yang ternyata masuk ke ruang pengaduan masyarakat. Marinka terus mengikuti Leon yang datang ke ruangan itu untuk meminta berkas-berkas kasus dari seorang petugas disana. Melihat Leon yang sibuk mendengarkan penjelasan petugas yang ditemui Leon tadi, membuat Marinka memilih mengedarkan pandangannya pada orang-orang dalam ruangan itu. Disana terlihat orang-orang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Kalau boleh jujur, sebenarnya image polisi tidak begitu baik dimata Marinka. Menurut Marinka, terlalu banyak polisi di Indonesia yang memberi image negative tentang mereka kepada masyarakat. Tapi, dalam beberapa jam saja Marinka di kepolisian ini pandangan Marinka sedikit berubah tentang mereka. Lihat saja, betapa seriusnya polisi-polisi itu melayani dan menanggapi keluhan masyarakat yang datang ke mereka. Itu membuat Marinka sedikit merasa bersalah karena menyamaratakan semua polisi, seharusnya dia sadar kalau tidak semua polisi sama. Melepaskan perhatiannya dari orang lain yang ada di ruang pengaduan masyarakat itu, Marinka kembali fokus pada Leon. Marinka pikir, pria itu hanya bersikap dingin dan datar kepadanya dia seorang saja. Ternyata wajah datar, suara dingin dan mata tanpa perasaannya itu juga berlaku hampir ke semua orang dikepolisian ini. Kalau boleh jujur, ada rasa sedikit penasaran dalam hati Marinka. Untuk tau kenapa laki-laki itu begitu datar, dingin dan tidak tersentuh, tapi Marinka segera menepis keinginannya untuk mencari tau kehidupan pribadi Leon. Marinka tidak mau rasa KEPO-nya membuat dia tertarik pada Leon nantinya. Marinka merasa harus membentengi dirinya sesegera mungkin, sebelum rasa penasarannya berubah jadi rasa tertarik. Marinka lagi-lagi berjalan mengikuti Leon yang sudah keluar dari ruangan tadi. Melihat lorong yang dia lewati bersama Leon, Marinka yakin mereka akan kembali keruang kerja mereka dan Marinka tidak suka itu. Namun, saat mereka baru menyelesaikan setengah perjalan mereka menuju ruang kerja mereka, seseorang sudah menghentikan mereka dengan panggilannya. "Komandan Leon!" Seru orang itu. Marinka segera menoleh, refleksnya terhadap sesuatu yang berhubungan dengan Leon sungguh cepat dan baik. Leon yang dipanggil, dia yang menoleh. Bukankah itu baik? Polisi berseragam itu sempat sedikit terkejut akan kehadiran Marinka di samping Leon. Namun, rasa terkejut polisi itu segera dia tutupi dengan tersenyum dan mengedipkan satu matanya pada Marinka. Hal yang membuat Marinka memutarkan matanya sambil. "Ada apa?" tanya Leon yang juga sudah ikut menoleh. "Saya diminta komandan Rifan buat menyampaikan soal pengintaian di pub Hexagon. Katanya razia akan diadakan lagi malam ini." Ucap polisi muda itu. Marinka sedikit melirik nama si polisi genit itu. 'Moureno A,' sebut Marinka dalam hatinya saat membaca nama si polisi itu. Wajah polisi itu sedikit familiar bagi Marinka, tapi Marinka lupa dimana dia pernah bertemu dengan Moureno. "Baiklah, suruh anggota lainnya bersiap. Kita akan memulai razia jam 11 malam nanti" kata Leon datar menyadarkan Marinka dari lamunannya. Sebelum meninggalkan Leon, pria bernama Moureno itu dempat memberi hormat dulu pada Leon. Marinka pikir setelah itu pria itu akan langsung pergi, namun pria itu malah sempat-sempatnya mengedip-ngedip genit lagi pada Marinka. 'Sial' umpat Marinka dalam hati. Marinka paling sebal digoda begitu oleh laki-laki. Marinka merasa seperti cabe-cabean jika digenitin dengan cara murahan seperti tadi. Saat Marinka berbalik, dia tidak menemui Leon lagi didekatnya. Pria itu sudah mulai berjalan cepat lagi meninggalkan Marinka jauh dibelakangnya. Tidak mau ditinggalkan, Marinka lalu sedikit berlari ke arah dimana Leon sekarang. "Hahh... tunggu!" Ucap Marinka sambil membentangkan tangannya di hadapan Leon. Kelakuan Marinka itu jelas mendapat tatapan dingin dan tidak berperasaan dari Leon. Jujur saja, Marinka takut sebenarnya. Tapi dia harus melakukan ini, agar dia jelas tau apa yang akan dilakukannya lagi. "Apa gue kerja sesuai jam kerja elo? Kalau iya, gue ikut ngegrebek juga gitu? Terus, itu nggak bakal nyalahin aturan kalau gue ikut?" tanya Marinka penasaran setelah membuang jauh-jauh rasa takutnya. Sayangnya, bukannya jawaban yang didapat Marinka, pria itu malah pergi begitu saja tanpa menjawab Marinka. Emosi Marinka naik seketika, tidak peduli dia dimana sekarang, Marinka memilih berteriak untuk melepaskan emosinya kepada Leon. "Woi polisi nyebelin, lo ngejawab itu aja susahnya sih? Lo pikir gue bakal nyerah dan ngalah karena lo terus nyuekin gue? Sorry gue nggak bakal nyerah ama kalah gitu aja ama lo!" teriak Marinka tanpa peduli dengan tatapan yang tertuju padanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN