1. Hari Pertama

1124 Kata
"Anjrit gede banget!" "Apanya?" "Anu, itu... Ya ampun, gue gak nyangka kalo punya lo bisa segede itu. Mampuss! Gue bisa gilaaa!" Cowok itu tergelak tatkala mendengar setiap komentar yang dilayangkan oleh pacarnya itu. Padahal ini adalah hari pertama mereka sekolah dan menduduki bangku SMA, tapi bahkan pacarnya ini sudah berkomentar yang menjurus ke hal ambigu saja. Membuat cowok yang tak lain adalah Raga lantas terkekeh geli sembari tak melepaskan perhatiannya dari layar ponsel yang sedang ia mainkan sedari tadi. "Ajarin gue kali, Ga! Kan gue juga mau dapet cacing segede itu...." ujar si cewek merengut. Menyandarkan sisi wajahnya ke bahu sang pacar sembari ikut memperhatikan si cacing raksasa yang sedang meliuk-liuk mencari makanan dalam kendali jemari Raga yang bergerak pada layar ponselnya. Cewek itu Amira, pacar Raga yang suka sekali ngajakin cowoknya main game bareng-bareng di dalam kelas kosong yang sudah tak terpakai di setiap ia sedang bete dan malas ikut pembelajaran. Untuk sesaat, Raga pun menoleh ke arah Amira yang sedang memandang fokus ke layar ponselnya. Lalu selanjutnya, ia pun mengecup pucuk kepala Amira bersamaan dengan terdengarnya pekikan sang pacar yang seketika membuat Raga terkesiap. "Cacingnya mati, Ga!" seru Amira memberitahu. Maka langsung saja Raga mengarahkan pandangannya ke layar ponsel yang menampilkan nilai yang ia dapat selepas cacing raksasa yang diciptakannya mati karena bertabrakan dengan cacing lainnya. "Perlu dikubur gak tuh?" tanya Amira iseng. Namun alih-alih menjawab, Raga pun hanya mendengkus sembari menyudahi permainannya. Amira hanya terkikik. Tak dapat dipungkiri, pacarnya itu memang ahli dalam permainan cacing. Bahkan, Amira pun tidak bisa menandingi keahlian pacarnya itu meski ia sudah mencobanya berulang kali. "Abis dari sini mau ke mana?" tanya Raga yang sudah beranjak dari duduknya dan mengantongi ponselnya ke dalam saku celananya. "Mau balik ke kelas lah. Emangnya ke mana lagi," delik Amira sembari ikut berdiri dan menggeliatkan tubuhnya sejenak. "Kali aja mau mabar game online sama aku," cetus Raga ringan, membuat Amira mencebikkan bibirnya karena ia tidak sanggup apabila diajak Raga main game bareng. "Kenapa sih bibirnya harus dicebik-cebik gitu. Mau aku gigit ya?" lontar Raga mengerling iseng. Menyebabkan Amira lantas memelotot kaget dan buru-buru saja ia memukul gemas bahu pacarnya. "Sejak kapan sih lo sodaraan sama nyamuk? Hobi banget gigit-gigit," sahut Amira mendengkus. Namun alih-alih balas menyahut, Raga malah terus tertawa terbahak-bahak. "Udah ah, gue mau balik ke kelas. Mau barengan gak?" Tawar Amira sebelum melangkah. "Duluan aja gih! Aku masih mau di sini," tukas Raga sembari mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya. Menyadari bahwa Raga hendak melakukan kebiasaannya, Amira pun memutar bola mata seraya berkata, "Insyaf, Ga. Sayangi paru-paru sendiri napa!" "Hehehe, cuma sebatang doang, kok...." kilah Raga mengeluarkan sebatang nikotin dari bungkusnya. "Mau satu atau sepuluh batang juga yang namanya penyakit tetap aja penyakit. Gak ada tuh dari sananya ngerokok cuma sebatang bisa menghasilkan emas sekarung dari dalam d**a," cerocos Amira setengah jengkel. Pasalnya, sudah berulang kali ia melarang pacarnya untuk menjauhi gulungan tembakau itu, tapi Raga seakan menulikan pendengarannya dengan tidak mengindahkan perkataan Amira. Mengingat itu, Amira jadi pengin tabok Raga! Seperginya Amira, Raga hanya mengangkat bahu tak acuh sambil menyulut rokok dengan pemantik andalannya. Kemudian, sambil mengembuskan asap pertama dari mulut, ia merogoh saku guna mengambil ponsel. "Apa deh ni si Ovi...." gumamnya sembari membuka room chat grup penghuni GAS. Ovidius : Masih idup lo semua? Anda : Gue udah mati Setelah itu, Raga memilih memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku dan melanjutkan kegiatan menghisap gulungan tembakaunya. *** Ragapan Danendra, makhluk tampan sejuta pesona salah satu penduduk Algateri High School. Habis olahraga sama pacar di gudang sekolah, Raga mendadak lapar. Padahal, hari pertama sekolah pasca selesai MOS baru dimulai, tapi Raga seakan malas masuk kelas dan malah memilih menyatroni kantin. Iya, cowok itu sekarang sedang berjalan menuju kantin. Sesampainya di kantin, Raga mengedarkan pandang. Niat hati ingin langsung memesan, apa daya ketika matanya melihat pasangan paling serasi di seantero Algetari. "Si Bangke tuh," ucap Raga. Kemudian, ia pun mengayunkan langkah menuju meja no 10 di mana ia menemukan Ranjiel dan pacarnya berada. "Heh, pasangan mesumm!" seru Raga lantang. Sontak, dua sejoli yang diteriaki Raga pun menoleh kompak. "Eh ada Dedek Rara, ngapain lo kemari?" tanya Ranjiel mendongak. "Mau basket, lo pikir? Gue mau makan anjir, laper nih perut, susah-susah gedein cacing tapi malah mati gara-gara nabrak cacing lain," ujar Raga cengengesan. "Buset, hobi banget sih mainin cacing! Geli tauuu," pekik Lia lalu bergidik. "Kenapa emang? Bukannya cowok lo juga doyan?" Raga tersenyum miring. “Kata siapa cowok gue doyan juga mainin cacing? Mainin cewek sih kayaknya iya tuh,” serobot Lia sekenanya. “Nah! Kalo itu, gue setuju....” hardik Raga terkekeh. "Lo ngapain seret-seret gue, Ragunan? Gue kan gak ada urusan sama cacing lo," delik Ranjiel mendengkus. Raga pun kembali terkekeh. Lalu ia bersuara, "Eh, lo udah cek grup belum? Dicariin si Ovi tuh...." "Udeh, lagian bahas Nenek Tuti doang. Gue lagi fokus suap-suapan sama Dede Yaya," sahut Ranjiel. Sementara Raga memutar bola mata jengah. "Ya udah deh, lo puas-puasin tuh suap-suapannya. Ati-ati, keselek sendok mampus lu. Hahaha," gelak Raga puas. Kemudian, ia pun langsung melenggang meninggalkan dua sejoli itu. *** Tepat di gedung SMK, Amira berjalan riang menelusuri koridor. Mukanya cerah berbinar, maklum dia kan habis dibikin melayang sama pacarnya. Jadi, gak heran kan kalau hatinya berbunga-bunga? "Amira!" Sebuah suara menyeru, membuat si pemilik nama lantas menoleh menghentikan langkah. Seorang gadis berdagu lancip datang menghampiri. Dia Karenina, teman sebangku Amira di kelas Tata Boga. "Abis dari mana? Keluyuran mulu," tegur Karen memutar bola mata. "Apaan sih, Kar. Kepo amat...." delik Amira balas mengerling. "Gue gak ada teman tau di kelas," curhat Karen mencebik. "Yee, berbaur dong. Jangan mentok di satu orang!" Sindir Amira terang-terangan. Karenina memang satu SMP juga sama Amira. Lalu saat mereka masuk kelas Tataboga yang sama, Karen hanya terpaku dengan Amira saja. Dia tipikal manusia yang sulit untuk bersosialisasi dengan yang lainnya. Maka, saat Amira menghilang di kelas, Karen pun merasa kesepian sehingga memilih untuk berdiam diri dengan buku-bukunya. "Eh, tadi di kelas pada ngapain selama gue gak ada?" Tanya Amira kembali melangkah. Kali ini, Karen berada di sebelahnya. "Gitu-gitu doang sih. Cuma perkenalan sama wali kelas aja, terus pembentukan struktur organisasi kelas deh...." terang Karen. "Lo kepilih?" "Enggak, justru ... malah lo yang kepilih sama anak-anak," "HAH? Kok bisa? Gue kan lagi gak ada di tempat, bisa-bisanya mereka ngerekrut gue...." pekik Amira berkacak pinggang. "Mana gue tau, mungkin ... lo mampu mereka andalkan," duga Karen mengangkat bahu. Amira mendengus, lalu menggembungkan pipi sejenak. Dia tidak menyangka kalau teman-temannya akan memasukkan dirinya ke dalam struktur organisasi. Padahal, Amira tidak mau. Tergabung sebagai pejabat di dalam kelas bukanlah passionnya, jadi Amira merasa kesal akan hal ini. "Eh, lo mau ke mana?" Teriak Karenina saat melihat Amira mempercepat langkah. "Mau protes. Gue ogah dijadiin bagian dari pejabat kelas!" Sahut Amira di tengah langkah mengentak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN