01
Malaysia
Di rumah pak Faisal
Di depan kamar Hakim..
"Saye mohon abang, jangan kirim anak kito, Hakim ke indonesia, kerana saye tak bise jauh dari anak kito, sekali lagi saye mohon abang, jangan", kata Nurmala yang meminta suaminya agar tidak mengirim anaknya ke Indonesia.
"Tak bini saye, saye tetap akan mengirim anak kito ke indonesia, awak lupo anak kito udah membuat malu saye kat acare ulang tahun kantor kemarin, anak kito ikot tauran dan kat tahan oleh polisi, itu yang baru saja terjadi kekmana yang udah lalu, pokoknya tetap saye kirim Hakim ke indonesia sekarang juga", sambung Faisal yang bersikeras mengirim anaknya ke Indonesia.
Faisal akhirnya masuk kedalam kamar Hakim untuk mengepak barang-barang Hakim, setelah anaknya pulang kuliah Hakim melihat barang-barang yang berupa tas dan kopernya sudah ada di ruang tamu.
Di ruang tamu..
"Loh kok, ini kan tas dan koper saye kenapo ade kat sini, kat ruang tamu siape yang taruh kat sini ?", Hakim bertanya-tanya.
"Akhirnya awak balek juga Hakim, sekarang ikot bapa ke bandara kat sano ade seseorang yang udah menunggu awak, oh ya tak perlu ke bilik awak dan juga tak perlu ganti pakaian", kata Faisal.
"Ke bandara, maksud bapa ?", tanya Hakim lagi.
"Udah ikot saja jangan banyak bertanya, nanti awak juga akan tau, cepat bapa tunggu kat mobil", jawab Faisal.
Di depan rumah Faisal..
"Abang jangan, abang", kata Nurmala yang masih meminta suaminya agar tidak mengirim anaknya ke Indonesia.
"Bapa tunggu, bunda", kata Hakim yang melihat ibunya menangis.
"Udah cepat", kata Faisal dengan tegas dan tidak peduli pada istrinya yang sedang menangis.
Di bandara..
"Assalamu'alaikum Abdullah", Faisal memberikan salam pada pak kyai Abdullah.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Faisal", pak kyai Abdullah menjawab salam dari Faisal.
"Ini anak saya, titip dia ya Abdullah", kata Faisal.
"Iya Faisal, ini pasti anakmu Hakim ya ?", tanya pak Kyai Abdullah.
"Iya kamu benar Abdullah, dia Hakim anakku", jawab Faisal.
"Sudah dewasa ya, tampan lagi Faisal, mirip kamu dulu, hehe", kata pak kyai Abdullah.
"Ah kamu ini bisa saja Abdullah, kamu juga tampan, hehe", sambung
"Bapa, dia siape ?", tanya Hakim.
"Pak kyai Abdullah, pak kyai Abdullah yang memberikan kamu nama", jawab Faisal.
"Oh..", kata Hakim.
"Oh ya anakmu bagaimana kabarnya Abdullah dan seperti apa ya dia sekarang ?", tanya Faisal.
"Kabarnya baik, sekarang dia tumbuh menjadi perempuan yang sangat cantik, dan sudah dewasa juga seperti anakmu Faisal", jawab pak kyai Abdullah.
"Alhamdulillah", kata Faisal.
"Oh iya Nurmala dimana, dia tidak ikut bersama dengan kamu ?", tanya pak kyai Abdullah.
"Tidak, dia ada di rumah, oh iya hampir saja lupa ini tas dan koper Hakim", jawab Faisal.
"Jo..", pak kyai Abdullah memanggil Paijo.
"Inggih pak kyai", jawab Paijo.
"Ini tas dan koper anaknya teman saya, tolong dibawakan sekalian ya jo, dan kamu Hakim ikut bapak ke Indonesia", kata pak kyai Abdullah.
"Apa Indonesia!!, bapa ini bukan gertak saja, tapi benar bapa ingin mengirim saya jauh dari negara dan juga bunda saya sendiri ?", tanya Hakim.
"Ya dan keputusan bapa sudah bulat, tidak bisa diubah", jawab Faisal.
"Ya sudah kita naik ke pesawat, Faisal saya pamit ya", kata pak kyai Abdullah.
"Iya Abdullah, hati-hati", sambung Faisal.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh", pak kyai Abdullah memberikan salam pada Faisal.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh", Faisal menjawab salam dari pak kyai Abdullah.
Dua jam kemudian Hakim dan pak kyai Abdullah sampai di Indonesia dan langsung melanjutkan perjalanan ke yogyakarta.
Indonesia - Yogyakarta
Pesantren Darussalam
Di depan asrama putri..
"Mil, mil", kata Oyong dan Frenski.
"Muhun, aya naon ?", tanya Kamil.
"Iki asrama putri ta, asrama putra neng kono panjenengan lali atau piye ta mil ?", tanya Oyong juga.
"Ora, aku ora lali iki memang asrama putri Oyong Suroyong", jawab Kamil.
"Terus ngapain kita neng merene mil, mangga kembali ke asrama putra, mengko yen pak ustadz Maulana tau kita neng merene iso kena hukuman kita ?", tanya Frenski.
"Ora gelem, sebelum aku melihat pujaan hatiku, aku ora gelem lungo", jawab Kamil.
"Iku trio kwek-kwek ngapain neng kana ya, neng ngarep asrama putri meneh, em ora lain ora bukan pasti Kamil arep melihat Titah ini, ehem..", kata pak ustadz Maulana yang berasa di belakang Kamil, Frenski, dan Oyong.
"Ki..", Oyong menegur Frenski yang menyadari keberadaan pak ustadz Maulana ada di belakang mereka.
"Inggih yong, ngapa ?", tanya Frenski.
"Kowe merasa yen neng buri awake ada sing mengawasi ra ?", tanya Oyong juga.
"Inggih yong", jawab Frenski.
"Ya wis mangga awake padha-padha delok marang buri, kowe etung ya ki", kata Oyong.
"Siap mas bro, siji, loro, telu", sambung Frenski yang menghitung.
"Pak ustadz Maulana..", sorak Oyong dan Frenski yang di sumpal mulutnya oleh pak ustadz Maulana.
"Sttss ojo keras-keras suarane berisik wis waktunya wong istrahat tau, kalian sedang opo neng merene, aku wis tau jawabanne pasti Titah ta, konco panjenengan sing ana neng ngarep kalian iki ?", tanya pak ustadz Maulana.
"Inggih pak ustadz Maulana", jawab Frenski.
"Ya wis kalian kembali kono ke asrama putra, Kamil biar kulo sing urus", kata pak ustadz Maulana.
"Siap pak ustadz, yen ngono kulo lan Frenski pamit bali ke asrama putra ya pak ustadz", kata Oyong yang berpamitan pada pak ustadz Maulana.
"Ya", kata pak ustadz Maulana.
"Assalamu'alaikum pak ustadz", Frenski dan Oyong memberikan salam pada pak ustadz Maulana.
"Wa'alaikumussalam Oyong dan Frenski", pak ustadz Maulana menjawab salam dari Oyong dan Frenski.
"Em sekarang tinggal mengurus keponakan ku yang satu ini, em mil, mil", kata pak ustadz Maulana.
"Ih kowe iku ya saka tadi ganggu aku wae yong, yen kowe wedi dihukum oleh pakde ku sing jenenge maulana lan sing uga wedi bojo kono kowe lan Frenski ke asrama putra wae duluan, isih masih gelem menunggu dedek Titah metu saka asrama putri, hus, hus", kata Kamil yang tidak menyadari keberadaan pak ustadz Maulana yang dari tadi sudah ada di belakangnya.
"Apa tembung dia mau aku wedi bojo, eh tapi bener uga aku wedi bojo tapi masa aku di hus, hus kaya kuwi ta emange aku kuwi kucing apa, em dedhasar keponakan kurang asem", keluh pak ustadz Maulana yang mendengar perkataan dari keponakannya.
"Assalamu'alaikum Kamil", pak ustadz Maulana memberikan salam pada Kamil.
"Wa'alaikumussalam pakde", Kamil menjawab salam dari pak ustadz Maulana.
"Mau aku ngomong apa ya pakde, haduh gawat ini, eh pakde, hehe", kata Kamil yang baru menyadari keberadaan pak ustadz Maulana.
"Kowe lagi apa neng kene mil, dedek Titah mu ora ana neng kene, dia neng omah pak kyai Abdullah kancani umi Aisyah", sambung pak ustadz Maulana.
"Oh.., tapi ampun ya pakde aja hukum aku", kata Kamil yang takut dihukum oleh pak ustadz Maulana.
"Tunggu dhisik ben pakde pikir-pikir dhisik ya, em..", sambung pak ustadz Maulana.
Satu menit kemudian..
Masih di depan asrama putri..
"Oke, baik pakde ora bakal menghukum kowe, tapi..", kata pak ustadz Maulana.
"Ana tapine pakde ?", tanya Kamil.
"Iya ada, piye gelem apa ora ?", tanya pak ustadz Maulana juga.
"Gelem pakde asal aku ra dihukum, ya wis apa tapine kuwi pakde ?", tanya Kamil lagi.
"Sesuk bar sholat subuh berjama'ah kowe lan loro kancamu bertemu karo pakde neng ngarep Pesantren Darussalam", jawab pak ustadz Maulana.
"Oh inggih pakde", kata Kamil.
"Ya wis kana kowe mulih marang asrama putra", sambung pak ustadz Maulana.
"Inggih pakde", kata Kamil lagi.
"Assalamu'alaikum pakde", Kamil memberikan salam pada pak ustadz Maulana.
"Wa'alaikumussalam mil", pak ustadz Maulana menjawab salam dari Kamil.
"Akhire ana uga sing bantu sesuk, saiki aku mulih marang omah kanggo turu hehe", kata pak ustadz Maulana.