Bab 3. Menjadi Istri Ivan

1638 Kata
Menit demi menit berlalu dengan lambat bagi Mayang. Ia sudah menunggu di depan ruang operasi selama berjam-jam dan rasanya ia tak bisa tenang. Sesekali, Mayang berdiri lalu mondar-mandir. Ia juga memeriksa ponselnya untuk mencoba mengirim pesan pada Bayu, tetapi tak satu pun dari pesannya yang yang terkirim. Entah apa yang sedang dilakukan oleh Bayu di saat ia butuh sandaran. Mayang baru merasa lega ketika beberapa dokter dan perawat keluar dari pintu ruang operasi. Ia langsung berdiri dari duduknya untuk melihat Damar. Kedua matanya membola, mengikuti gerakan brankar Damar yang sedang dipindahkan. "Apa yang terjadi? Bagaimana kondisi kakak saya?" tanya Mayang frustrasi. Mayang tak mendapatkan banyak penjelasan, jadi ia terus mengikuti mereka. Hingga akhirnya, ia sadar bahwa Damar dibawa ke ruang ICU dan ia pun didorong menjauh oleh salah satu perawat. "Kakak saya ... bagaimana?" tanya Mayang tak tahan lagi. "Maaf, operasi berjalan dengan baik. Tetapi kondisi pasien sangat lemah dan luka di otaknya begitu parah. Jadi, kita tunggu saja perkembangan pasien. Semoga ada keajaiban dan pasien bisa terbangun dari komanya," kata dokter menjelaskan. Mayang menatap nanar tubuh Damar yang terbaring tanpa kesadaran itu. Koma. Mayang merasa hidupnya sudah mencapai titik kali ini. Bukan lagi koma. Tubuhnya langsung merosot ke lantai usai mendengar penjelasan dokter. Bagaimana tidak? Ia sudah menandatangani kontrak pernikahan dengan Ivan, tetapi kini kondisi Damar tak bisa diprediksi. Bahkan dokter berkata mereka hanya bisa menunggu keajaiban. "Kakak, ayo bangun!" isak Mayang. "Aku mohon bangun. Jangan tinggalin aku sendirian!" Mayang mencoba berdiri lalu dengan hati-hati, ia menggenggam tangan Damar. Air mata Mayang tak berhenti mengalir karena setengah hidupnya telah hancur. Tak jauh dari Mayang, berdiri Ivan dengan kedua mata terpaku padanya. Ivan sudah mendengar kondisi Damar yang tak bisa diharapkan lagi meskipun operasi itu bisa dibilang sukses. Ia terus menatap Mayang yang sedang meratapi kondisi kakaknya. "Sungguh malang," gumam Ivan sebelum akhirnya berlalu dari ruangan tersebut. *** Dua hari berlalu dalam kehidupan Mayang. Ia baru datang ke kampus hari ini karena sejak kemarin ia menunggu Damar di rumah sakit dengan harapan akan datang keajaiban itu. Sayangnya, hingga saat terakhir ia meninggalkan rumah sakit, Damar sama sekali tak menggerakkan jemarinya. "Bayu ke mana sih?" gumam Mayang. Sejak malam Minggu ia tak bisa menghubungi pacarnya. Itu membuatnya dua kali lebih resah. Apalagi ia sedang terpuruk. Dan seharian ini di kampus, ia juga belum bertemu dengan Bayu. Mayang sedang berjalan menuju parkiran ketika tiba-tiba ia mendengar suara motor yang tak asing. Ia pun menatap motor merah Bayu memasuki parkiran. Bayu tak sendiri, tetapi ada Sekar yang duduk di boncengan. Seketika, Mayang pun menyipitkan matanya. "Hei, Beb! Lo kok baru kelihatan di kampus?" tanya Bayu usai berlarian mendekati Mayang. "Ehm, kakak gue sakit," jawab Mayang datar. Ia sudah mengirim puluhan chat pada Bayu, tetapi tidak terkirim sama sekali. "Kok kalian bisa bareng sih?" "Ah, sorry gue nebeng cowok lo, May. Tadi motor gue ngadat di jalan terus pas banget liat Bayu. Jadi gue nebeng aja deh. Motornya gue tinggal di bengkel," ujar Sekar seraya memeluk lengan Mayang. Ia memamerkan senyuman lebar. "Lo nggak marah 'kan gue bonceng cowok lo bentar?" "Nggak kok. Ngomong-ngomong, nomor lo kok nggak aktif, Beb?" tanya Mayang pada Bayu. "Ponsel gue ilang, Beb. Ini gue baru beli baru. Tapi gue ganti kartu, soalnya yang lama udah nggak bisa diaktifkan lagi," jawab Bayu. "Chat gue! Gue butuh curhat sama lo," kata Mayang. Bayu mengangguk pelan. Ia lantas merangkul Mayang dan memberikan tatapan penuh makna pada Sekar agar memberikan waktu berdua dengan pacarnya. "Kakak lo sakit apa, Beb?" "Kecelakaan. Kondisinya parah, Beb. Gue takut," ujar Mayang. "Ntar gue telepon lo. Lo bisa cerita ke gue. Sekarang, gue harus masuk. Kelas gue udah mau mulai," kata Bayu. "Oke. Bye!" "Bye, Beb." Bayu berlari sambil melambaikan tangan pada Mayang lalu mendekati Sekar. Keduanya menjauh dari tatapan Mayang. Mayang berdiri terpaku menatap Bayu dan Sekar. Ia memang kuliah di jurusan yang berbeda dengan mereka, jadi ia memiliki jadwal yang berbeda. Ia dan Sekar sudah berteman sejak SMA, sementara ia dan Bayu baru mengenal dan berpacaran sejak masuk kuliah. Jadi, ia tak heran jika Bayu pun dekat dengan Sekar, sahabatnya sendiri. Mayang kembali menggerakkan tungkainya menuju parkiran. Namun, tiba-tiba seorang pria membarengi langkahnya. Ia terkesiap ketika sadar itu adalah Toni. Ia belum bertemu lagi dengan Toni maupun Ivan sejak kesepakatan yang ia lakukan. "Anda harus ikut dengan saya sekarang." Toni mengedikkan kepalanya. "Ke mana?" tanya Mayang kaget. Toni membuang napas panjang. "Anda harus menikah dengan tuan Ivan hari ini juga! Jangan lupa dengan perjanjian Anda!" Mayang menoleh ke kanan-kiri, ia tak ingin ada orang yang mendengar hal ini. "Kak Damar belum bangun, kenapa aku harus nikah sekarang?" "Karena Anda sudah menandatangani perjanjian itu, Nona. Cepat, tuan Ivan tak suka menunggu! Saya antar Anda ke hotel sekarang juga." Mayang menghentakkan kakinya. Ia sangat ingin kabur, tetapi ia tahu Toni tak hanya sendirian. Ia bisa melihat orang-orang berpakaian rapi di sekitar mereka dan ia yakin itu adalah orang-orang Ivan. Ia mulai bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya siapa Ivan? "Bisa Om cerita sedikit tentang om Ivan?" tanya Mayang ketika ia sudah duduk di dalam mobil. "Ehm, Anda belum pernah mendengar nama Ivan Maulana? Beliau pengusaha yang cukup terkenal," kata Toni. Mayang mendesis. "Nggak, aku nggak kenal sama sekali." "Oke, jadi tuan Ivan adalah CEO PT Bersih Jaya. Anda pernah mendengar itu?" Toni melirik Mayang melakukan kaca mobil, tetapi Mayang hanya mengangkat bahunya. "Perusahaan tuan Ivan menyediakan jasa layanan bersih-bersih untuk berbagai instansi." "Oh. Jadi, dia bos cleaning service?" tanya Mayang. "Sederhananya seperti itu. Tapi, itu hanya satu di antara bisnis tuan. Pokoknya, Anda tak akan rugi menikah dengan beliau. Lagipula ini hanya setahun," kata Toni. Mayang meremas tangannya sekarang. Hanya setahun, ia kembali meyakinkan dirinya. Ia bisa melakukan itu. Ia memang butuh uang untuk Damar. *** Dan beberapa jam kemudian, Mayang pun akhirnya resmi menjadi istri Ivan. Ia bahkan didandani dengan sangat cantik dan berfoto dengan Ivan dalam berbagai pose. Mayang mencoba tersenyum meskipun ia sangat sedih jika teringat kakaknya. Dulu, Damar pernah berkata bahwa meskipun mereka tidak memiliki ayah, jika ia menikah maka Damar lah yang akan menjadi wali nikahnya. Sayang, itu sama sekali tak terwujud. "Kamu ikut sama aku sekarang!" ajak Ivan. Ia menatap Mayang yang sedang membersihkan riasan di wajahnya. "Ke mana?" tanya Mayang was-was. Ia menatap Ivan yang berjalan mendekat. Sama seperti dirinya, Ivan juga telah berganti pakaian. Mereka juga sudah makan malam bersama di hotel tersebut. "Pulang ke rumah aku. Kamu harus tinggal sama ku mulai malam ini," ujar Ivan. "Oke. Tapi, aku nggak akan jadi b***k tawanan di rumah Om, 'kan?" tanya Mayang. Ivan tertawa. "Itu sih terserah aku. Kamu udah mendatangani surat perjanjian itu. Dan sekarang, kamu milik aku. Nggak usah protes! Buruan kita turun!" Mayang mendengkus. Rasanya sangat aneh karena kini ia harus tunduk pada pria yang berstatus sebagai suaminya itu. "Inget, May, dia cuma suami kontrak! Bukan suami beneran, jadi lo jangan lemah sama dia!" Mayang mengingatkan dirinya. *** Mayang begitu terkesima melihat rumah besar Ivan. Seketika ia langsung terintimidasi. Pantas saja Ivan dengan santai menawarkan uang miliaran rupiah padanya. Ivan pastilah sangat kaya raya. "Ayo masuk!" Mayang dengan canggung melangkahkan kakinya ke ruang tamu. Bahkan desain interior dan furnitur di rumah ini sangat bagus. Mayang langsung menelan saliva, ini adalah rumah terbagus yang pernah ia datangi. Ivan tak perlu repot-repot memperkenalkan Mayang pada semua pelayan di rumah. Ia sudah mengatakan pada mereka bahwa ia akan membawa pulang istri barunya. Ia juga sudah mengungsikan Reva ke rumah orang tuanya sejak pulang sekolah tadi. "Ayo naik! Kamar kita di atas," ujar Ivan pada Mayang yang sedang mengedarkan matanya ke penjuru ruang tamu. "Ka-kamar kita, Om?" tanya Mayang kaget. "Ehm, kita 'kan suami-istri. Jadi, harus tidur di satu kamar," kata Ivan seraya menarik tangan Mayang. Mayang menggeleng pelan. Ia tak mau sekamar dengan Ivan. Ia mengira, ia hanya menikah untuk pura-pura saja, kenapa harus tidur bersama? "Om, aku tidur di kamar lain aja deh," kata Mayang begitu ia dibawa masuk ke kamar Ivan. "Enak aja. Aku bayar kamu untuk melayani aku!" seru Ivan dengan nada pongah. Ia mendekati Mayang yang langsung gemetaran. "Kamu istri aku, jadi kamu harus menuruti apa yang aku katakan. Kamu tidur di sini sama aku setiap malam selama setahun ke depan. Itu ada di dalam surat kontrak kita." Mayang mendesis. Ia melihat Ivan hampir tertawa sementara ia ketakutan. "Tapi, Om, kita nikahnya 'kan cuma pura-pura." Ivan tersenyum miring. "Udah malem, lebih baik kamu ganti baju lalu kita tidur. Aku udah siapin baju yang bagus untuk kamu." Mayang kembali terkesima melihat lemari yang baru saja dibuka oleh Ivan. Ada banyak baju baru yang sangat cantik di sana. "Pakai ini," ujar Ivan seraya mengulurkan sesuatu pada Mayang. Kedua pipi Mayang langsung panas ketika ia melebarkan pakaian seksi yang diberikan oleh Ivan. Ia langsung tahu apa yang diinginkan oleh pria itu. Tidur bersama di ranjang yang sama! Tentu saja itu bukan sekadar tidur! "Om, aku pakai baju tidur aja," kata Mayang seraya meremas kain merah itu. "Nggak, May. Aku mau kamu malam ini. Jangan menolak, aku tahu kamu sudah sering menghibur pria lain. Malam ini lakuin itu untuk aku!" pinta Ivan. Ia menyingkirkan kain di genggaman Mayang lalu mendorong pelan tubuh Mayang. Mayang menggeleng. "Om, sebenarnya aku ... aku bukan ...." Mayang tak bisa berkata-kata lagi karena dalam sekejap tubuhnya sudah ambruk ke atas ranjang besar Ivan. Ia menoleh ke kanan-kiri seolah mencari bantuan. Entah dari siapa, yang jelas ia tak mau Ivan menidurinya malam ini. "Aku nggak mau, Om! Kita cuma nikah pura-pura!" "Kamu pikir, itu artinya kita nggak bakalan ngelakuin itu?" tanya Ivan dengan nada mencela. Kedua tangannya mencengkeram pergelangan tangan Mayang erat-erat dan tubuhnya menindih kuat tubuh Mayang. "Seharusnya kamu membaca lebih dulu apa yang harus kamu tandatangani. Nggak usah jual mahal, kamu nggak boleh menolak!" Ivan hampir mencium bibir Mayang ketika di pintu tiba-tiba terdengar ketukan keras serta teriakan anak kecil. "Papa! Papa, Reva mau masuk. Reva mau bobo sama Papa!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN