Billa keluar dari pintu ruang kelasnya setelah menyelesaikan mata kuliah yang cukup di bilang berat hari ini. Beberapa materi presentasi yang membuatnya harus lembur dan persiapan-persiapan lainnya yang cukup menguras tenaga dan pikirannya.
Tepat pukul 15.00 dia sudah berada di pinggir jalan kampus, menunggu bis kota yang biasa mengantarkan dirinya kembali pulang. Lalu lalang kendaraan motor, mobil dan juga bis hilir mudik melewati jalanan di depan Billa.
Sesekali billa harus menutup hidungnya dengan tasnya, untuk menghindari asap kendaraan yang membuat tenggorokannya menjadi sakit.
Hari ini Surabaya terasa semakin terik, panas matahari seperti ingin membuat kulit Billa yang tidak terlalu putih menjadi semakin bertambah hitam, sialnya dia lupa membawa jaket pagi tadi. Beberapa kali Billa harus mengelap butiran keringat yang ada di dahinya sambil melihat ke kanan berharap bis yang ditunggunya segera datang.
Aktivitas itu terhenti ketika sebuah motor cowok berwarna hitam berhenti tepat di hadapannya. Billa mencoba mencermati siapa laki-laki dihadapannya, selama ini tidak sekali pun Billa dekat dengan laki-laki diluar batas pertemanan kampus.
Buku yang dia pegang hampir saja terjatuh karena kagetnya, ketika laki-laki dihadapannya membuka helm fullface yang ia kenakan. Fakhri-lah yang sedang duduk dengan gagah diatas motor dihadapan Billa membuat gadis itu sedikit salah tingkah, membenahi tas dan kemeja nya kemudian berdehem untuk menyembunyikan kegugupannya.
“Nunggu jemputan ?”
Billa menelan ludah, membalikkan badannya ke arah belakang tubuhnya, memastikan bahwa tidak ada orang di belakangnya. Siapa tau fakhri sedang berbicara dengan seseorang dibelakangnya bukan ?
Kembali berbalik ke arah fakhri ketika tidak mendapati seseorang di belakangnya. Responnya yang pertama adalah menunjukkan tangannya kearah dirinya sendiri, mencoba bertanya kepada fakhri tanpa suara, Apa laki-laki itu sedang mengajak dirinya berbicara ?
“Aku bertanya kepadamu, gadis dengan kemeja warna coklat” Jawaban fakhri menjawab semua pertanyaan yang kini ada di pikiran Billa.
“Saya nunggu bis kak”
Laki-laki itu membalikkan badannya ke arah belakang “Sepertinya bis nya akan datang lama, mau bareng ?”
Oh Tuhan, apa ini mimpi ? Apa ini nyata ?
“Aku bawa helm” Laki-laki itu membuka kaitan helm yang berada di belakang bagian motornya, kemudian mengarahkan helm itu ke hadapan Billa.
Billa menatap helm itu mencoba menimbang sejenak tawaran Fakhri, tawaran mengejutkan seperti hadiah dari Tuhan karena dia sudah melewatkan beberapa hari yang berat belakangan ini.
“Ayo, aku berjanji akan mengantarkanmu sampai di rumah hari ini” Fakhri sekali lagi menawarkan mengantarnya, dengan senyum yang membuat Billa enggan memindahkan titik pandangnya.
Akhirnya Billa menerima helm yang diberikan fakhri, kemudian menggunakan nya dengan kegugupan yang enggan menguar.
Motor fakhri berjalan membelah kota surabaya di sore yang terik, melaju dengan cepat dan hati-hati. Ramainya kota Surabaya saat ini sama seperti dengan gejolak perasaan Billa yang riuh, suara detak jantung yang bertalu-talu, suara-suara monolog nya yang ramai.
Dan ketika motor sedikit melaju kencang, refleks tangan Billa menggenggam jaket fakhri dengan kuat.
Mungkin benar lagu-lagu yang sering Billa dengarkan, jatuh cinta memang begitu menggetarkan. Bahkan hanya menggenggam jaket milik orang yang disukai, rasanya bisa menghapus kelelahan yang sebelumnya ada, membuatnya senyum-senyum sendiri di balik punggung Fakhri. Semoga saja laki-laki itu tidak mendapatinya senyum-senyum sendiri seperti orang gila.
Motor mereka berhenti di kawasan pedagang pinggir jalan, di kawasan Alun-alun Contong kota Surabaya. Memarkirkan motornya, fakhri kemudian melepas jaket dan menggantungkannya di stang motor.
“Aku memang berjanji mengantarmu pulang, tetapi mungkin tidak tepat waktu, disini ada es teller enak, mau coba ?”
“Boleh kak”
Jika saja waktu bisa sebentar saja berhenti, ingin sekali Billa menghentikan waktu dan mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Kedekatannya dengan fakhri sudah mengambil hampir seluruh pasokan oksigen di dekatnya, membuatnya harus sesering mungkin mengambil nafas dengan dalam.
Mereka memilih tempat duduk di lesehan pinggir jalan, menikmati pemandangan kota Surabaya yang mulai redup tidak seterik tadi. Apa karena perasaan Billa yang menghangat, jadi panas terasa sejuk.
Billa lagi-lagi tersenyum dengan pemikirannya sendiri.
“Apa ada yang lucu?”
Sial..pasti Fakhri melihat Billa yang senyum-senyum sendiri seperti orang gila.
“Enggak kak” Ucapnya malu
“Oh ya aku Fakhri –Fakhri Akbar, mahasiswa semester akhir jurusan arsitektur, kita pernah bertemu di lorong kampus waktu kamu terburu-buru mengikuti kelas pagi”
Ternyata fakhri mengingatnya..
“Saya Billa, Nabilla Saraswati”
“Aku minta maaf jika waktu itu sudah membuatmu terjatuh”
“Tidak kak, saya yang ceroboh karena terburu-buru”
Obrolan mereka terhenti ketika penjual es teller mengantarkan pesanan mereka. Fakhri dan Billa menikmati es dalam diam, namun pelan-pelan fakhri yang memiliki kemampuan mumpuni dalam berbicara membuat Billa yang pendiam mau tidak mau ikut masuk kedalam pembicaraan yang dibangun Fakhri.
Lambat laun obrolan mereka semakin terjalin, bahkan beberapa kali tawa menghiasi kebersamaan mereka sore ini.
Mereka sudah sampai di depan rumah Billa sebelum senja, sore ini mereka hanya menghabiskan waktu menikmati es teller sambil mengobrol banyak tentang diri mereka masing-masing, atau lebih tepatnya berbicara tentang Fakhri karena tentu saja Billa bukan gadis yang mudah terbuka dengan kehidupannya. Berbeda dengan Fakhri yang memiliki banyak pengalaman yang bisa diceritakan, Billa hanya sedikit menceritakan kehidupannya. Kehidupan Billa yang membosankan, setiap hari aktivitasnya hanya kampus, rumah dan membantu ibunya berjualan nasi di malam hari, tidak akan sebanding dengan pengalaman Fakhri yang membuat Billa antusias mendengarkan ceritanya.
“Boleh aku meminta nomor HP mu ?”
Pertanyaan fakhri menyadarkan Billa, wanita itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
“Apa kak ? Maaf tadi...”
“Jangan terlalu banyak berfikir Billa”
“Maaf”
“Dan jangan sering-sering meminta maaf untuk kesalahan yang memang tidak kamu lakukan”
“...”
“Oke lebih baik sekarang kamu memberikan nomor HP mu, agar aku bisa mengganggumu”
“..”
“Billa, nomor Hp mu”
“Oh iya, 081234999xxx”
“Oke, sekarang kamu masuk rumah, keluargamu pasti sudah menunggu”
“Terima kasih kak sudah mengantarkanku pulang daaan membelikanku es teller” Ucap billa dengan senyum yang sangat manis .
“Terima kasih kembali”
Fakhri melihat Billa, memastikan gadis itu sampai memasuki pintu rumahnya. Setelah bayangan gadis itu tidak terlihat lagi, fakhri menaiki motornya melaju ke arah rumahnya. Di perjalanan senyum fakhri tak pernah lepas dari wajahnya, bayang-bayang wajah Billa berada di mana-mana. Kepolosannya, kecantikannya yang alami, rasa mindernya, Fakhri ingin sekali memberi warna baru dalam kehidupan Billa.
Sekali lagi fakhri tersenyum, mengingat wajah Billa ketika ia meminta nomor Hp gadis itu, padahal tanpa Billa sadari, nomor telefonnya sudah tersimpan dengan rapi di Hp milik Fakhri.
Yaa, sejak pertemuannya di lorong kampus, Fakhri seperti terikat untuk mengenal Billa lebih dalam. Bahkan ia sempat mengikuti Billa ke kantin belakang kampus, waktu itu sebenarnya Fakhri ingin sekali mengajak Billa berkenalan, tetapi keberaniannya belum sekuat hari ini.
Dan ketika melihat Billa yang seperti sedang kepanasan menunggu bis, tiba-tiba keberanian Fakhri menguat untuk mendekati gadis itu.