2. FAUXPOLOGY

1374 Kata
Kim Taeri Permintaan maaf Jeongoo adalah sebuah omong kosong. Sejak awal dia bukanlah apa yang harus dipercaya. Seharusnya aku memasang pagar serapat dan setinggi mungkin agar dia tidak seenaknya mendobrak masuk. Bahkan dihadapanku dengan kebusukan yang jelas-jelas tercium anyir, dia masih pongah seolah memegang kendali. Tak ada rasa malu atau tahu diri. Seperti mendeklarkan kalau apapun dapat dikuasai dalam genggamannya. Aku merasa muak melihat wajah Jeongoo yang sekarang menatapku dengan begitu seduktif. Tetapi lebih merasa mual mengingat tatapan itu semalam membuatku membuka kaki lebar. Membiarkan jemarinya menjalar ke pahaku dan menginginkan dia bermain di sana lebih lama—lebih dalam. Bahkan mempersilahkan bagian lain mengacak-acakku. Menghentak begitu cepat sementara aku menikmati perih dan ego-nya yang meluap keluar berantakan mambasahi kulitku. Wajah puas dan penuh kemenangan di mana dirinya dapat menggagahiku. Haruskah aku menangis? Ataukah mengamuk dan menjerit? Kenyataannya aku hanya bisa diam dengan tubuh gemetar. "Sebagai permintaan maafku, aku memiliki penawaran," katanya sambil berdiri di depan pintu kamar yang mengarah langsung ke balkon. Pintunya memiliki dua bagian—kayu yang menjadi penyangga dan kaca untuk permukaan tengahnya. Biasanya ditutup oleh gorden tebal cukup mahal yang dapat mencegah sinar matahari masuk ketika dia masih ingin berbaring. Jeongoo menatap keluar menyaksikan pemandangan langsung ke sungai Han dengan beberapa gedung yang kalah tinggi oleh apartementnya ini. Aku benci mendengar apa yang keluar dari mulutnya. Tak ada satupun lagi yang kupercaya sejak sikap semena-mena yang terkesan tak menyukaiku itu malah berakhir membawaku ke atas kasur. Maksudku—sungguh, tak pernah membayangkan kalau Jeon ini memiliki gairah seksual padaku. Jelas dia tak mabuk sama sekali semalam. Dan lagi benar-benar sengaja dengan memasukan pil itu ke minumanku. Dia sungguh membuatku menjelma menjadi jalang pemuasnya. Apa tadi katanya? Memiliki penawaran? Lihat bagaimana masih sombongnya dia. Bahkan ketika dia mengucapkan kata maaf, aku tahu dia tak benar-benar mengatakan itu. Tak benar-benar berniat seperti itu. Bahkan rasanya tak ada secuilpun rasa bersalah dari menyetubuhiku seenaknya. Bisakah ini disebut pemerkosaan? Bahkan setelah kata maaf dia menambahkan kata penawaran. Jika dia benar-benar meminta maaf, harusnya tak ada embel-embel apapun di belakangnya. Atau mungkin dia bisa mengganti dengan pemilihan kata lebih baik. Penawaran membuat segala terdengar bertambah buruk. Ya, aku tahu bahwa itu semua adalah omong kosong. Jeon Jeongoo itu pebisnis handal, semua hal akan dia lihat sekecil apapun peluang yang ada. Tak mungkin membiarkan dirinya sendiri merugi. Dan aku di sini adalah sesuatu yang harus dia rauk kesempatan sebesar-besarnya. "Kau bisa menuntutku. Aku akan memfasilitasi pengacara yang kau tunjuk. Siapapun dengan harga berapapun boleh. Aku akan membiayainya," ujarnya sambil melihat reaksiku—berhenti dahulu tak langsung melanjutkan. Benar-benar tipikal pebisnis—pengusaha. Aku berusaha sedater mungkin agar dia tak dapat membaca apapun dari ekspresiku. Sepertinya memang dia tak mendapatkan apa yang dia inginkan sehingga kembali melanjutkannya. "Tentu aku tak akan diam saja. Akupun akan mempertaruhkan namaku habis-habisan. Aku akan menyuruh pengacara pribadiku untuk menangani. Cukup adil bukan?" lanjutnya. Aku sudah tahu sejak awal kalau dia tak akan membiarkan semuanya berjalan manis begitu saja untukku. Baginya aku hanyalah gadis yang dia inginkan untuk dicicipi dan berlalu begitu saja. Perbedaannya dengan gadis yang biasa dia tiduri, Jeongoo mendapatkanku dengan cara menipu dan menjebak. Melakukan kriminalitas yang dapat membuat hidupnya hancur. "Kenyataannya melawan orang sepertimu hampir mustahil kan? Tak peduli aku menyewa pengacara sehebat apapun, kau bisa saja menyuap semua yang ada di pengadilan. Bahkan kau bisa menyuap pengacaraku sendiri. Kau mengatakan akan menanggung semuanya, berarti tidak peduli jika aku ingin memakai cara curang kan? Begitu juga dengan dirimu kan?" Jeongoo yang sedari tadi menatap keluar sontak melihat ke arahku. Matanya membulat menatapku dengan kedua bibir tipis yang terbuka sedikit. Sungguh kalau orang melihatnya seperti ini, dia itu lebih mirip malaikat. Nyatanya yang terlihat seperti malaikat justru yang paling berbahaya. Karena iblispun memiliki sayap kan? "Kau—benar-benar luar biasa. Bukan hanya di atas kasur tetapi juga pemikiranmu." Entah aku dapat menyebut itu sebagai sebuah pujian atau pelecehan. Kenapa dia harus menegaskan tentang bagaimana aku bermain di atas kasur. Jelas itu adalah penyebab bagaimana aku membencinya sekarang. Dan lagi kenapa dia baru sadar sekarang kalau aku memang luar biasa? Tidakkah dia sadar bahwa sikapnya sebagai bos itu begitu semena-mena dan hanya aku yang bisa tahan, cepat tanggap dan sabar menghadapinya? Kalau orang lain mungkin sudah resign dalam seminggu. "Tapi kau akan mendapatkan uang kompensasi pastinya karena kujamin akan berakhir damai dengan denda yang harus kubayarkan." "Terdengar seperti kau sudah ahli berbuat criminal," sarkasku. Jeongoo kembali terperanggah dan berakhir terkekeh. "Sialan , aku benar-benar tak tahu kalau kau begitu luar biasa. Menarik dan menantang sekali." Aku memutar bola mata muak. Dia pikir aku mainan? Ya Tuhan—ya aku agnostic, bukan atheis—kenapa pula aku harus dihadapkan padanya. Wajah seperti malaikat yang terlihat inosen dan super baik itu nyatanya hanyalah topeng yang biasa dia kenakan. Atau mungkin dia dianugerahi wajah seperti itu setidaknya untuk menutupi kelakuannya yang seperti b******n itu. "Tapi aku lebih suka kalau kau menerima penawaran kedua," ujarnya sambil mengedikan bahu. Aku teramat berhati-hati dengan segala penawarannya karena pada akhirnya aku tahu tak satupun menguntungkan untukku. Maka saat ini aku harus mencari yang paling tidak buruk di antara keduanya sebelum akhirnya kubunuh sekalian si Jeon ini. Sungguh memuakan kalau kenyataannya kekuasaan memang sangat berperan. Kalau kau bukan apa-apa, maka makan saja segala deritamu sendiri. Jeongoo perlahan mendekat ke akasur miliknya di maa aku masih meringkuk dengan selimut yang menutupi. Aku tak tahu ke mana pakaianku pergi karena ketika aku bangun, Jeongoo sudah ada di sana menatapku seperti seekor buruan. Padahal jelas semalam dia sudah menyantapku habis-habisan. Tubuhku penuh dengan beberapa bekas merah yang dia buat. Bahkan masih ingat ketika dia menjilat dan menggigit kulitku dari ujung kaki sampai d**a. Dengan rakus menimbulkan bunyi kecap pada kewanitaanku dan bibirnya. Menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakiku. Dia mencondongkan badannya sehingga bagian atas tubuhnya mengintip dari bathrobe putih yang dia pakai. Aku perlu menelan saliva secara paksa karena sulit tak mengakui bagaimana dia terlihat sangat seksi. Jeon Jeongoo itu memang dianugerahi dengan wajah inosen dan tubuh seksi—sangat tidak beriringan. Pantas banyak yang tergila-gila padanya ditambah dia cerdas dan kaya raya. Hanya saja kepribadiannya jauh dari kata baik. Dan tidak menutupi kenyataan dia mendapatkanku di atas kasurnya dengan cara paling b******n yang aku ketahui. "Aku sudah mencari tahu segala hal tentangmu." Wow, sekarang bahkan dia menguntitku. "Kau tinggal seorang diri dan menghidupi dirimu sendiri. Tinggal di apartement pinggir kota yang tentu kesulitan membayarnya dengan harga menjulang. Beruntung kau diterima di perusahaanku sebagai sekertaris. Kemudian kau menghabiskan masa kecilmu di panti asuhan. Kau benar-benar tidak memiliki siapapun." "Apa menjadi stalker adalah salah satu pekerjaan CEO?" Jeongoo lagi-lagi tertawa. "Jadilah milikku dan kau akan menjadi tanggung jawabku. Aku akan memberikanku apartement dan menaikan gajimu jika kau melakukan apa yang aku inginkan. Kau bukan hanya dapat memenuhi kehidupanmu tetapi juga memuaskan dirinya. Kau bisa berbelanja tanpa memikirkan harga. Kau akan aku manjakan dengan uangku. Kau hanya perlu menjadi sekertaris yang baik." Dia semakin mendekat sehingga aku tersudut ke bahu kasur. Wajah kami berhadapan dengan jarak hanya beberapa centi. "Kim Taeri semalam adalah pengalaman paling luar biasa yang pernah aku dapatkan. Kau begitu liar tetapi juga menyerahkan diri untuk didominasi. Aku tak dapat melupakan bagaimana nikmatnya kita bermain. Kau yang ternikmat. Aku mengerti mengapa orang-orang tergila-gila padamu. Kau cantik dan luar biasa. Bahkan mereka tak perlu mencoba, hanya membayangkan saja sudah mengetahui. Dan aku—rasanya aku bisa terus bangun hanya karena melihat kau yang teracak atau suara serakmu ini. Sama seperti betapa sensitifnya dirimu ketika kita bermain," bisiknya lembut dan terdengar begitu seduktif. Aku merinding. Kurapatkan kedua pahaku. Rasanya tidak nyaman. Jeongoo memberikan reaksi yang tidak seharusnya aku rasakan. Pheromonnya begitu besar hingga tubuhku rasanya begitu pilu bahkan ketika dia tak menyentuhku saat ini. Dia tahu jelas bagaimana sensitifnya aku. "Basah?" tanyanya menggoda. Aku langsung membuang muka tak berniat menjawab. Tapi itu tak menghentikannya sama sekali karena tiba-tiba dia mengecup pucuk kepalaku. Aku tersentak karena tak menduga hal itu. Kami kembali bertatapan saat ini. "Kalau kau jadi milikku, hidupku akan bahagia dan aku akan memperlakukanmu sangat baik." Tawaran pertama jelas aku tak mendapatkan keuntungan apapun dan bahkan dapat merugi besar karena tak mungkin Jeongoo membiarkan aku menang. Pasti dia akan berusaha untuk menekan kerugian sedikit mungkin. Sementara tawaran kedua adalah tergila yang pernah aku dengar. Nyaris seperti malah menenggelamkan diriku sendiri dalam kubangan kegelapan. Tapi mungkin aku memang wanita gila. []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN