R 1.3

1027 Kata
Setelah mendapat penjelasan dari Arthur dan kawan-kawan, Shana dan Agatha barulah paham. Untuk memastikan dengan mata kepala mereka, keduanya berjalan mendekati gadis itu. "Jadi yang tadi itu hanya rumor belaka, ya? Tapi siapa yang nyebari?" Agatha mengedarkan pandangannya, menatap satu per satu orang yang ada di sana. Semua orang tampak terdiam. Rumor memang biasanya sulit dicari sumbernya. Namun bagaimana para peserta makrab tahu soal itu dan menyimpulkan bahwa si gadis yang ditemukan di ruang penyimpanan mesin air itu sudah tewas? "Mungkin ada dari mereka yang mencoba membesar-besarkan nasalah?" duga Shana. Ia pun bercerita, "Soalnya tadi waktu minta bantuan, gue memang bilang kalau ada orang nggak sadarkan diri di ruang penyimpanan mesin air di dekat kamar mandi. Tapi gue nggak bilang dia kenapa-kenapa atau bahkan meninggal dunia." Semua orang yang ada di dalam sana tampak terdiam. Mereka sibuk dengan pikiran mereka sendiri. Lalu setelah beberapa saat tak ada yang bicara, Hea tampak membenarkan kemungkinan yang Shana beberkan. Lantas kemudian ia meminta agar si gadis yang terbaring lemah di atas kasur angin juga sedang menangis itu untuk tidak berisik. Kalau berisik, bisa-bisa orang-orang kepo dan tidak berkepentingan turut datang ke sana. Ganendra mengangkat tangannya, berniat menginterupsi. Setelah mendapat persetujuan teman-temannya, pemuda itu berujar, "Tapi kayanya kita perlu membuat orang tidak berlanjut menyebarkan rumor itu. Atau keadaan akan semakin kacau karena orang mengira ada yang tewas di kegiatan ini." Arthur mengangjat tangan, ia juga meminta kesempatan untuk menginterupsi setuju. Ia pun berkata, "Kalau kalian memang punya tenaga buat mengklarifikasi, silakan klarifikasi. Tapi yang lebih penting sekarang adalah mencari tahu identitas gadis ini dan apa masalahnya hingga ia bisa berakhir seperti ini. Atau kalau dari kalian ada yang kenal dia, kalian bisa kasih tau gue." "Gue sih nggak kenal dia siapa," ujar Hea, "tapi gue bisa usahain buat cari tahu identitasnya dari data peserta kegiatan makrab ini atau tanya ke panitia lain." Akhirnya mereka sepakat dengan itu dan mulai membubarkan diri. Mereka tak ingin bicara panjang lebar di ruang kesehatan karena itu akan menggangu orang sakit yang sedang beristirahat di sana. Hea dan Ganendra pergi ke aula untuk bergabung dengan teman-teman sesama panitia. Sementara Arthur, Shana, Verrel, Agatha, dan Rick berjalan kembali ke tenda mereka. Di sepanjang perjalanan itu, apabila mereka mendengar ada yang membicarakan soal ada peserta yang tewas, mereka langsung menegur dan mengatakan bahwa rumor itu tidak benar. Mereka juga meminta agar orang-orang tidak bersikap bodoh dengan menyebarluaskan info yang salah. Beberapa orang menanggapi teguran mereka dengan patuh. Beberapa lainnya tampak acuh tak acuh. "Dah, lah, susah bikin mulut orang-orang diem," kesal Agatha, "biarin aja nggak, sih? Nanti juga pada capek sendiri. Apalagi kalau ternyata acara tetap berlangsung dan panitia tidak menunjukkan bahwa ada yang salah dengan kondisi peserta mereka." Arthur menganggukkan kepala, setuju dengan ucapan Agatha. Ia juga lelah menghadapi orang-orang yang tidak mendengarkan penjelasannya juga penjelasan dari teman-temannya. Hingga tak terasa, mereka sudah sampai di depan tenda glamping Shana dan Agatha. "Gih, kalian masuk," perintah Verrel pada Agatha dan Shana. Agatha tampak menurut. Ia melambaikan tangan ke arah Verrel lalu masuk ke dalam tenda dengan langkah yang lunglai. Sementara Shana, gadis itu tidak bergeming sedikit pun dari tempatnya. Ia justru berujar, "Gue mau ngomong sama Arthur dulu. Bisa ya, Ar?" Arthur menganggukkan kepala, mengiakan permintaan Shana. Pemuda itu pun meminta agar kedua temannya alias Verrel dan Rick kembali terlebih dahulu ke tenda mereka. Jadi lah, sepeninggal Verrel dan Rick, Arthur membawa Shana berjalan ke bangku yang berada tak jauh dari tenda Shana. "Mau ngomong apa?" tanya pemuda itu to the point. Shana menarik napas dalam-dalam dan bertanya, "Gadis yang tadi itu mencoba bunuh diri atau ada orang yang mau bunuh dia dengan menggantung gadis itu di plafon?" Shana bicara dengan berbisik-bisik karena tak ingin ada orang lain yang mendengar pembicaraannya dengan Arthur itu. Arthur membasahi bibirnya. Ia pun tampak melempar pandangan jauh ke depan. Lantas pemuda itu menggelengkan kepala. "Gue juga nggak yakin, Sha." "Tapi kenapa dia gantung diri di saat dia mengikuti kegiatan makrab? Seharusnya di sini dia bersenang-senang. Bukan malah pergi dengan tujuan gantung diri, kan?" "Kemungkinan kaya gitu juga ada, Sha," kata Arthur. Seperti biasa, ia tak ingin menutup kemungkinan begitu saja. Shana menaikkan alisnya. "Jadi dia ikut kegiatan ini dengan tujuan untuk bunuh diri?" Arthur menganggukkan kepala. "Bisa jadi," katanya. "Tapi gimana kalau ada yang berusaha bunuh dia?" tanya Shana kemudian. Arthur menoleh sejenak ke arah Shana sambil menjawab, "Kalau itu, berarti udah masuk ranah kriminal." "Berarti kita perlu cari tahu lebih lanjut, kan? Apa jadinya kalau ada pembunuh di antara kita-kita yang ada di tempat makrab ini?" Shana menegaskan. Ia bahkan mengungkit soal kejadian yang juga terjadi hari itu. “Bahkan kita juga belum tahu kejadian alergi yang menimpa salah satu peserta itu karena ulah siapa. Secara, Hea dan kawan-kawan juga sudah mengatakan dengan jelas bahwa bukan panitia yang memasukkan potongan daging ikan ke sana. Kalau ini ulah orang yang sama, ini bukan iseng semata, Ar. Guyonannya itu membahayakan nyawa orang lain.” Arthur mengiakan ucapan panjang kali lebar yang keluar dari mulut Shana. Pemuda itu lantas bertanya, “Lo udah tahu mau mencaritahu dari mana?” Shana meneguk ludahnya. Ia belum memikirkan itu. Biasanya kan, Shana hanya perlu iku-ikut dengan Arthur saja. “Ya, udah. Sekarang lo balik ke tenda lo dan kita lanjut bahas ini besok. Gue pastikan kalau lo juga akan gue kasih tau kalau ada apa-apa.” Arthur berjanji. Shana menganggukkan kepala dengan nurut. Ia pun mengkit dari duduknya dan melambaikan tangan pada Arthur sembari mengucapkan selamat malam. Gadis itu pun balik badan dan kembali ke tendanya. Setelah memastikan Shana masuk ke dalam tenda dengan selamat, Arthur pun melangkah menjauh dari sana. Di dalam tenda, Shana mendapati Agatha, Seva, dan Indi sedang saling mengobrol membicarakan kejadian tadi. Sehingga saat Shana menginjakkan kaki di dalam tenda, Agatha buru-buru berujar, “Nih, kalau kalian nggak percaya, kalian bisa tanya ke Shana. Kami berdua ada di sana dan kami melihat dia nggak tewas.” Seva dan Indi tampak mengangguk-anggukkan kepala. “Berarti rumor itu salah, ya? Iya, sih, serem banget kalau ada yang tewas,” komentar Seva. Shana tak ikut bicara dengan Agatha dan kedua teman barunya. Ia memilih melepas jaket dan langsung berbaring di atas kasurnya lalu pergi tidur. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN