Rasa Penasaran

1251 Kata
"Aku pulang." Cindy membuka pintu rumahnya dan berjalan ke arah dapur untuk meletakkan makanan yang sempat dia beli setelah selesai menidurkan Violet tadi. Untung saja Rose tidak memintanya untuk menginap lagi sehingga dia bisa menemani Ibunya malam ini. "Ibu?" panggil Cindy sambil menyiapkan makan malam. Dia bersyukur bisa membeli makanan lezat malam ini dengan gaji pemberian Rose. Wanita itu benar-benar pengertian. Bunyi dentuman bola basket membuat Cindy menghentikan kegiatannya. Dia menoleh ke arah Caleb yang baru saja datang dari pintu belakang. Tubuh polos pria itu terlihat basah karena keringat. Sepertinya Caleb baru saja selesai bermain basket di lahan kosong belakang rumah. "Di mana Ibu?" tanya Caleb pada Cindy masih dengan memainkan bola basketnya. "Berhenti Caleb! Kau ingin merusak lantai rumah?!" Caleb meletakkan bola basketnya dan menghampiri Cindy yang sedang menyiapkan makanan di dapur. Pria itu mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih. "Panggil Ibu sekarang." Perintah Cindy yang langsung dilakukan oleh Caleb. Cindy bersyukur jika adiknya bisa mengerti dengan keadaan keluarganya. Caleb memang cukup pendiam, tapi Cindy tahu jika dia hanya memendam perasaannya saja selama ini, sama seperti dirinya. Untung saja Caleb tidak meniru teman-temannya yang suka membuat ulah. Tidak lama Caleb datang dengan mendorong Ibunya yang duduk di kursi roda. Cindy tersenyum dan menunjuk makanan yang sudah ia siapkan di atas meja. "Lihat! Aku membawa banyak makanan!" "Dari mana kau mendapatkan uang Cindy?" tanya Ibunya bingung sekaligus senang. "Rose baru saja menggajiku, Bu. Wanita itu pengertian sekali." Maria mengangguk paham, "Ah, tentu saja Rose, siapa lagi?" Caleb duduk di samping Ibunya dan mulai mengambilkan makanan untuk wanita itu. Mereka makan dengan tenang, sesekali berbincang sampai tidak sadar jika makanan mereka telah habis. Caleb dengan sigap kembali membantu Ibunya untuk kembali ke kamar karena wanita itu perlu banyak istirahat. "Kak?" panggil Caleb yang telah kembali ke dapur. Cindy menatap Caleb sebentar dan melanjutkan kegiatannya mencuci piring. "Kak!" "Astaga! Apa Caleb? Bicaralah." "Aku mendapatkan surat dari sekolah." Kegiatan Cindy terhenti begitu Caleb meletakkan selembar kertas di atas meja. "Apa itu?" tanya Cindy dengan cemas, "Apa surat tagihan?" Caleb menggaruk kepalanya dengan bingung, "Bisa dibilang seperti itu." "Aku pikir beasiswamu benar-benar gratis." Cindy mendengus dan mengelap tangannya. Dia menghampiri Caleb dan mengambil surat itu. "Ya Tuhan, kenapa mahal sekali!" Cindy mengerutkan hidungnya begitu membaca surat itu. Sebenarnya surat itu bukanlah surat tagihan seperti yang Caleb katakan. Kertas itu hanya berisi rincian biaya yang harus dikeluarkan untuk turnamen basket antar sekolah bulan depan. "Jadi bagaimana?" tanya Caleb memastikan. "Apa kau bisa menunggu hingga akhir bulan?" Caleb berdecak dan duduk di atas kursi, "Itu lama sekali." "Caleb, uang $70 bukanlah uang yang sedikit. Lagipula kenapa sekolahmu tidak membayarnya untukmu? Kau mendapatkan beasiswa dari sana, bukan?" Caleb menghela nafas kasar, "Percayalah, Kak. Temanku mendapat tagihan yang lebih banyak." "Kau serius? Mungkin sekolahmu melakukan korupsi Caleb, kau harus menghubungi polisi!" ucap Cindy konyol. Melihat respon Caleb yang datar, Cindy langsung tertawa. Kenapa adiknya serius sekali? Bahkan pria itu tidak terlihat tertarik dengan lelucon yang ia keluarkan. "Serius sekali." Cindy mengusap wajah Caleb kasar yang langsung dibalas dengan u*****n dari bibir pria itu. "Aku serius, Kak!" Cindy bertumpu pada meja pembatas dapur, "Aku tahu, tapi aku tidak punya uang sebanyak itu untuk sekarang. Kau harus menunggu sampai akhir bulan, katakan itu pada Mr. Reynolds." "Kau baru saja mendapat gaji tadi?" "Kau pikir berapa gaji yang didapat oleh pengasuh bayi setiap minggunya. Jangan bodoh!" Caleb mengusap kepalanya yang dipukul Cindy dan mengikuti kakaknya yang berjalan menuju kamarnya, "Kak, aku serius! Kau tahu aku tidak akan masuk tim utama jika tidak membayar itu dan sudah pasti prestasiku dalam basket akan menurun dan yang lebih parahnya lagi jika prestasiku menurun, pihak sekolah akan mencabut beasiswa untukku." Cindy menghela nafas lelah dan berbalik menatap adiknya, "Aku tahu, Caleb. Sekolahmu licik sekali," umpat Cindy kesal, "Oh atau kau bisa membujuk Mr. Reynolds untuk memberikan potongan untukmu? Aku hanya punya uang setengahnya." Lanjut Cindy. Caleb menghela nafas lelah dan mengangguk, "Aku akan mencoba berbicara dengan Mr. Reynolds besok." "Baiklah, sudah malam. Sebaiknya kau mandi karena kau bau!" Cindy kembali berbalik dengan menutupi hidungnya.   ***   Cindy membalikkan tubuhnya menjadi terlentang, kemudian menghadap ke samping, dan begitu seterusnya. Dia tidak bisa tidur malam ini. Banyak hal yang membuatnya tidak bisa memejamkan mata. Mulai dari tawaran pria yang menemuinya tadi pagi sampai Caleb yang harus membayar biaya turnamen. Cindy kembali mengambil kartu nama Chris dari tasnya dan menatapnya dalam. Dengan pasti dia mengambil ponsel dan menuliskan nama Chris di mesin pencari google. Hanya butuh beberapa detik, Cindy langsung bangkit dari tidurnya begitu melihat biografi Chris yang berada di list paling atas. "s****n! Dia benar-benar kaya!" Cindy mengumpat begitu membaca banyak informasi yang dia dapat. Ternyata pria itu adalah pewaris satu-satunya kerajaan bisnis Auredo's company. "Kenapa tiba-tiba dia berada di taman dan menghampiriku?" tanya Cindy pada dirinya sendiri. Sungguh mustahil jika orang penting seperti Chris akan turun tangan langsung dalam mencari anak yang berkompeten. Cindy kembali merebahkan tubuhnya saat kepalanya mulai terasa pening. Begitu banyak hal yang membuatnya harus berpikir keras. Cindy jadi menyesal saat memutuskan untuk mencari tahu tentang kehidupan Chris tadi, karena itu dia jadi tidak bisa tidur sampai jam 3 pagi. Cindy sudah mengambil keputusan, dia akan menerima beasiswa itu. Maksudnya, dia akan mengambil tawaran Chris untuk ikut seleksi terlebih dahulu. Setelah melihat latar belakang pria itu, Cindy menjadi yakin jika Chris memang bisa dipercaya. Bahkan dia mempunyai sekolah desain milik keluarganya sendiri. Apa ada yang perlu diragukan lagi? ***   Cindy menguap ketika sudah sampai di depan pintu apartemen Rose. Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi dan dia harus membawa Violet ke taman seperti biasa, tapi jujur saja Cindy masih sangat mengantuk pagi ini. Dia hanya tidur selama 2 jam karena memikirkan pria yang bernama Chris. Cindy bersandar pada tembok sambil memejamkan matanya. Dia menguap dan mengetuk pintu, tapi dia langsung berdiri tegak ketika menyadari sesuatu. "Astaga! Konyol sekali aku," rutuk Cindy dan mulai menekan kata sandi apartemen milik Rose. Mengetuk pintu selama 2 jam pun akan sia-sia karena tidak ada Rose di dalam rumah. Seharusnya dia langsung masuk seperti biasa dan mulai membangunkan Violet. Cindy meletakkan tasnya di sofa dan berlalu pergi ke kamar Violet. Sebuah senyum terukir di bibirnya begitu melihat Violet sedang tertidur dengan memeluk boneka pemberiannya dulu. Cindy mulai mendekat dan membuka jendela kamar. Meskipun jam masih menunjukkan pukul 6 pagi yang otomatis tidak banyak cahaya yang masuk, tapi setidaknya Violet akan mendapatkan cahaya alami nanti. Itu bagus untuk tubuhnya. "Violet, bangunlah!" panggil Cindy mencari pakaian yang tepat untuk Violet kenakan ke sekolah jam 9 nanti. "Apakah itu kau Cindy?" Violet terbangun dengan nada yang mengantuk. "Iya, Sayang. Kau ingin sarapan apa pagi ini?" Cindy tersenyum melihat wajah lucu Violet yang masih mengantuk. Cindy bersyukur ketika tahu jika Violet adalah tipe orang yang tidak sulit untuk dibangunkan. Gadis itu sangat pintar untuk memilih tidak merepotkan orang-orang di sekitarnya. "Aku ingin omelet dengan bawang bombai." "Baiklah, ayo kita mandi," ucap Cindy melipat selimut Violet. "Aku bisa mandi sendiri, Cindy. Kau masak saja sana." Cindy hanya mengangguk dan menatap Violet yang mulai berjalan ke kamar mandi dengan mata yang sedikit tertutup. Setelah memastikan suara air mulai terdengar, Cindy keluar dan mulai membuat sarapan seperti keinginan Violet. Saat sedang mengiris bawang, Cindy kembali teringat jika dia belum memberitahu Chris tentang ketertarikannya pada beasiswa yang pria itu tawarkan. Dengan ragu Cindy mengambil ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Chris. Tiga kali dia menghubungi pria itu tapi masih tidak ada jawaban. Mungkin ini masih terlalu pagi untuk menghubungi Chris. Akhirnya Cindy memutuskan untuk mengirim pesan pada pria itu untuk bertemu di taman jam 8 nanti.   ***   TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN