Sesampainya kami di aula ternyata sudah penuh, beruntung mereka masih bisa menemukan bangku kosong. Agenda hari ini di lanjutkan dengan pengenalan organisasi yang ada di kampus itu beserta ketua dan anggotanya.
Sava yang supel dan lincah dengan cepat berbaur dan berbincang dengan orang yang ada di sekeliling mereka duduk. Aku cuma diam memperhatikan Sava dan sesekali menjawab pertanyaan yang di terlontar ketika di kenalkan oleh gadis bule itu.
Berkat Sava kami mendapat kenalan lagi, Rara dan Mona satu fakultas ekonomi walaupun beda jurusan. Juga Ario dan Bayu dari fakultas teknik yang ternyata 1 tingkat di atas mereka. Ario dan Bayu juga anggota HIMA (himpunan mahasiswa).
“Kalian dari fakultas ekonomi semua ya” tanya Ario.
“Iya, kita berempat ternyata satu fakultas cuma beda jurusan aja sih. Emang napa?” Jawab Sava.
Rara dan Mona kompak manggut-manggut mengiyakan Sava, sementara aku cuma diam menyimak percakapan mereka.
“Nanti kalian bisa ketemu ama pak Lingga, dia alumni disini dan dulu sempat menjadi ketua HIMA 2 periode. Dia jurusan bisnis management, baru aja di wisuda S2 di Inggris dan cumlaude pula. Gue denger sih dia bakal jadi dosen disini” jelas Bayu panjang lebar.
“Ntar jangan ngeces ya liat pak dosen muda” Ario mengerling nakal.
“Lingga Wijaya kan?” seru Mona sambil meremas tangan Rara.
“Eh..eh...Mon...yaelah....tangan gue ini lu bejek-bejek” semprot Rara menepis tangan Mona.
“Sorry Ra, tapi ini pak Lingga Ra.... duhhhh dulu kating idola di universitas ini. Seluruh mahasiswa dan dosen disini tau Lingga Wijaya. Udah pintar, ganteng, tajir pula, wah.... top pokoknya calon mantu idaman” seru Mona menggebu-gebu.
Ario dan Bayu hanya menggelengkan kepala melihat Mona, sudah biasa mereka melihat ekspresi para fans kating mereka itu. Sava diam saja tak berkomentar, membuatku sedikit heran.
“Do you know him?” tanyaku kepo.
“Hmmm...well you can say so”
gumam cewek cantik itu.
“Oh... jadi penasaran nih gue” ucap ku..
“Siap-siap aja, naksir boleh. Tapi jangan sakit hati ntar” cetus Rara sambil menatap tajam Mona.
Mona hanya cengengesan saja, tak berani menjawab Rara. Aku memandang keduanya tak mengerti.
“Nanti masuk fans club aja, namanya barisan cewek patah hati Lingga” tawa Ario pecah mengundang kekepoan mahasiswa lain di dekat mereka.
“Gue cuma ngefans doang Ra, ga lebih. Gue cukup tahu diri kok” ucap Mona.
“Lingga emang menantu idaman tapi yang jadi calon belum ada. Dia dingin banget ke cewek, ga peduli secantik apapun tuh cewek” ucap Bayu.
“He has his reasons kenapa dingin ama cewek, tapi ama keluarga dia sosok yang hangat dan penyayang” celetuk Sava.
“Kamu kelihatanya kenal Lingga banget” selidik Rara.
Sava cuma mengedipkan matanya penuh rahasia.
“Eh tuh Kak Lingga udah di depan” seru Mona dengan semangat.
Kami pun mengalihkan pandangan ke depan, ada sekitar 10 orang memakai jas almamater universitas mereka. Masing-masing memperkenalkan diri ke pada adik-adik tingkat mereka. Tiba giliran Lingga suasana menjadi gaduh dengan jeritan-jeritan Kaum hawa.
Lingga pun dengan tegas dan penuh wibawa menenangkan kegaduhan tersebut dan melanjutkan perkenalan anggota yang lain.
Aku menoleh ke arah Lingga dan memperhatikan sosok cowok yang dulu bertitel kating idola itu. Perawakannya tinggi mungkin 185cm, badan tegap dengan d**a yang bidang, wajah tampan kulit putih bersih dengan rahang yang tegas. Pandangan mata hazel yang tajam dan dagu yang terbelah disertai lesung pipi menambah daya tarik pria itu kala tersenyum, sekilas mirip dengan aktor Hollywood Henry Cavill idolanya. Sepertinya titelnya bakal berubah menjadi dosen idola.
Sedang asik menatap si cowok idola tiba-tiba Lingga menatap ke arahku, sesaat netra kami bertemu. Aku menjadi gugup dan mengalihkan pandangan ke arah lain. Hatiku berdebar tak karuan. Dia pun menoleh ke arah Sava, gadis bule itu terlihat cengengesan menjulurkan lidahnya ke arah Lingga. Tampaknya dia ada hubungan yang sangat dekat dengan Lingga.
Sejam kemudian acara pun berakhir. Mereka masih asik duduk sambil mengobrol tak mau keluar berdesakan dengan ratusan mahasiswa yang lain.
“Besok pagi kita ada kelas financial management, kalian juga kan?” tanya Rara ke Sava dan aku.
“Iya jam 10:00” sahutku sambil melihat jadwal kuliah di smartphone punyaku .
“Asikkkk....bisa barengan lagi kita. Bagi nomor w******p dong” seru Mona.
Kami bertukar nomor telepon, sementara Ario dan Bayu sudah pamit dari tadi bergabung dengan anggota HIMA lainnya. Denting notifikasi pesan terdengar dari dawai Sava. Setelah membacanya dia tersenyum dan mengambil tasnya.
“Girls, I have to go. I’ll see you tomorrow”
“Okay, take care” balasku.
“Bye... “ sahut Rara dan Mona barengan.
Sava melenggang pergi keluar dari aula yang sudah nampak sepi. Aku memandang cewek bule itu dengan kagum, gerak gerik Sava sungguh anggun dan elegan.
“Yuk cabut.” Rara bergegas melangkah keluar di ikuti Mona dan aku pun menyusul mereka.
Sesampainya di parkiran kami berpisah. Rara ikut nebeng di mobil Mona, setelah dadah-dadah lebay mereka pun meluncur meninggalkan area parkir. Aku juga beranjak menuju tempat parkir motor yang terletak di sebelah. Hari ini lumayanlah pikirku, membuatku jadi bersemangat dan tak sabar untuk kuliah besok. Aku menghampiri si tamtam yang agak panas karena kena matahari, sambil mendinginkan jok aku mengenakan jaket dan helmku serta merapikan masker yang agak naik keatas.
Tiba-tiba ada sepasang pria dan wanita melintas di depanku menuju ke arah parkir mobil. Yang menarik perhatianku adalah si cewek bule yang cantik kaya Barbie itu sedang bergelayut manja di lengan si cowok yang jadi rebutan cewek-cewek di aula tadi. Dahiku mengernyit, Sava tampak dekat sekali dengan si kating. Apa mereka pacaran? Aku mengedikkan bahuku. Mau pacaran atau tidak itu bukan urusanku, aku pun menghentikan kejulidanku dan segera menyalakan motorku menuju rumah.
**********
Ting!!! Ting!!! Ting!!!
Terdengar notifikasi pesan masuk di ponselku, aku baru saja selesai mandi dan setelah berganti pakaian segera ku buka aplikasi hijau itu membuat mataku melotot karena sudah ada belasan pesan masuk.
Rara memasukkan anda ke group 4c
Rara
Yuhuuuuuuu … girlsssssss???
Mona
Pagiiiiii???
Sava
Wah apa nih grup 4c?
Rara
Ciwi-ciwi cute dan cantik?
Mona
iya dong (kibas rambut)
Sava
???
Rara
Ntar barengan kuy Ke kelas, tungguin di parkiran ya, Mona gue otw Ke rumah lo sekarang
Mona
Ok sip??
Sava
Kuylahh sabi mah itu
Aku membaca satu persatu pesan dari teman-teman baruku itu. Aku tertawa dengan nama yang di sematkan Rara di grup chat ini, tampaknya dia salah sudah memasukkan nomor ku di grup karena aku sama sekali tidak cute dan tidak cantik. Aku mendengus kasar haruskah aku menulis sesuatu juga di kolom chat itu?.
Sava
Lova … lo dimana? Lo masuk kan, jangan bilang lo bolos ya
Aku tersentak dari lamunanku karena bunyi pesan yang masuk di grup chat itu. Tampaknya aku harus membalas karena si bule sudah manggil nama ku.
Masuklah, gila apa hari pertama sudah bolos? sorry Sav, gue Abis mandi baru buka ponsel.
Sava
Yah siapa tahu??? ya udah see you girls later di parkiran ya around 09:30 maybe.
Mona
Okay
Rara
Sip
See you later girls
Aku melanjutkan memoles mukaku dengan moisturizer dan sunscreen serta lip balam dan sedikit mascara seperti biasa lalu menyisir rambutku. Setelah menyemprot parfume ku pandangi bayanganku pada cermin di meja rias ku. Kemeja oversize warna abu-abu dan kulot pliket berwarna hitam serta flat shoes berwarna senada menghiasi tubuhku. Kusentuh perut buncitku dan tersenyum miris. “Makin gede aja kamu nak” kataku lirih. “Pengen sedot lemak tapi jiwa misqueenku meronta, mau diet takut masuk rumah sakit. Sabar ya perut” kataku lagi sambil menepuk-nepuk perutku.
Setelah puas dengan kelakuan konyolku, aku pun melangkah keluar kamar dengan sebuah tas backpak berwarna hitam melekat di punggungku. Rumah sudah sepi, Kak Andre dari semalam belum pulang ke rumah, katanya ada pasien melahirkan dan masih belum bisa di tinggal. Ayah sudah pergi membuka toko setelah sarapan tadi dan Ibu sudah berada di sekolah pastinya sekarang. Setelah mengunci rumah akupun meluncur dengan si tamtam menuju kampus. Tepat jam 09:30 aku tiba di pelataran parkir motor yang tampak penuh, untungnya aku menemukan satu spot parkir di bawah pohon rindang. Akhirnya si tamtam tak perlu sunbathing hari ini.
Setelah menyimpan jaket dan helm di bagasi motor, aku menatap Ke arah parkir mobil mencari keberadaan Rara, Mona atau Sava. Pandanganku menyisir tiap inchi pelataran yang luas ini. Terdapat taman kecil di depan dan beberapa buah bangku panjang, taman itu cukup sejuk walaupun matahari mulai tinggi karena di tutupi pohon beringin yang tinggi dan rimbun. Pikiranku mengelana jika berada disana malam hari pasti menyeramkan, segera ku usir imajinasiku yang cukup kreatif di Pagi ini.
Beberapa mahasiswa bergerombol di salah satu sudut sambil menghisap rokok ataupun vape, beberapa tampak berlalu lalang bergegas menuju kelas mereka setelah memarkir kendaraan. Aku ambil ponsel dan mengetik pesan di kolom group chat.
Where are you girls? Gue udah dari tadi nungguin di parkiran
Hampir 10 menit aku menunggu, tidak ada balasan dan belum juga muncul penampakan mereka. Dengan kesal ku hentakkan kakiku berjalan mencari kelas yang terdapat di lantai 2 gedung ini.
Rara
Sorry banget Anya, gue sama Mona sudah di depan kelas, tadi Mona liat kating ganteng kita. Trus gue di seret nih padahal kan mau nungguin lo di parkiran?
Mona
Heh!!! Gue liat doi turun dari mobil sama Sava tadi. Sorry dipersori yeee Anya, ntar gue traktir di kantin deh
Sava
Lova tadi gue nungguin lo sumpah✌? tapi di seret ama 2 cecunguk Ario sama Bayu. Terus ponsel gue lowbat lupa bawa power bank. Sini Ke kelas, I saved a spot for you @Mona iyeee gue nebeng kak Lingga tadi?
Mona
Sava lo pacaran ya Sama pak Lingga
Sava
Bukan, tenang aja Mon, kalau lo mau ngegebet kak Lingga. Dia masih jomblo.
Rara
Sini cepet Anya, hari ini Kak Lingga yang akan ngajarin kita. dia udah di dalam kelas dari tadi.
Membaca rentetan pesan itu membuatku semakin kesal, mereka melupakan aku hanya karena Lingga. Okelah dia ganteng tapi sampe segitunya lupa ama gue yang nungguin di parkiran kaya orang bego. Aku pun mempercepat langkahku menuju ke lantai 2, entah karena masih emosi aku atau juga takut terlambat masuk kelas, aku membuka pintu dengan cukup keras dan sialnya pintu itu membentur kepalaku.
“Aduh …” teriakku.
Tiba-tiba kelas menjadi hening, semua mata memandang Ke arahku yang sedang mengusap dahiku. Mataku sedikit berkunang-kunang akibat benturan tadi.
“Duh benjol pasti nih” gumamku lirih.
Tiba-tiba sebuah tangan terulur dan menyibak rambutku, aku mendongak dan mataku langsung di hadapkan dengan 2 netra berwarna hazel dan sangat jelas terlihat titik-titik keemasan dan hijau di tengahnya membuatku terpukau sesaat. Pernah nggak kalian nonton film di mana ada adegan dunia seolah berhenti dan hanya ada si pemeran utama? Yah seperti itulah rasanya.
“Miss are you okay?”.
Suara bariton itu menyadarkanku kembali Ke dunia, dengan terkejut aku menjauhkan dahiku yang sedang di pegangnya dan beringsut menjauh.
“Y-yes I am okay” jawabku gugup dan menundukkan mukaku.
“Lain kali hati-hati, silakan duduk” ujar suara bariton itu lagi. “Saya keluar sebentar ya” ujarnya di depan kelas.
“Iya pak” sahut para mahasiswa bagaikan koor paduan suara.
Aku cuma mengangguk, terdengar suara bisik-bisik. Aku semakin menundukkan kepalaku, hari ini benar-benar memalukan. Aku beringsut menuju ke belakang mencari tempat duduk, ada beberapa cewek memandang ku sinis. Sementara para cowok terkesan tidak peduli.
“Nggak sabaran mau liat pak Lingga pasti”
“Iya makanya sampe kejedug pintu”
“Caper banget jadi cewek”
Aku mengacuhkan mereka dan terus berjalan sampai akhirnya aku dengar suara Sava memanggilku.
“Lova sini, duduk sini”.
Perlahan aku berjalan menuju meja Sava dan duduk di sebelahnya. Di sentuhnya daguku hingga aku mendongak memandangnya.
“Ya ampun, dahimu memar. Untung nggak benjol” ucap Sava prihatin.
“Anya lo nggak apa-apa” tanya Mona yang duduk dengan Rara di seberang Sava.
Aku cuma mengangguk dan tersenyum kecil kemudian mengeluarkan bukuku. Pintu terbuka dan Pak Lingga sudah masuk kedalam kelas, suasana kelas pun menjadi hening kembali. Di tangannya terdapat kresek putih, dia berjalan menuju Ke tengah kelas.
Sesampainya di depan mejaku dia membuka tas kresek dan mengambil sebuah handuk kecil berwarna coklat dan sebungkus es batu. Di bungkusnya es batu itu di dalam lipatan handuk lalu di tempelkan di dahiku.
“Biar memarnya hilang” ujar Lingga lembut.
Aku terdiam, lalu aku mengambil alih handuk kecil yang ada es batu di dalamnya itu. Rasa dingin dari es itu sungguh menenangkan, dahiku berangsur-angsur membaik tidak cenat cenut lagi.
“Terima kasih Pak”ucapku sambil tersenyum.
Lingga tersenyum tipis, matanya beralih menatap Sava di sampingku. “Take care of her” ucapnya.
Sava tersenyum dan mengacungkan 2 jempolnya. Bisik-bisik kembali terdengar, Lingga kemudian berdehem meredam bisik-bisik itu.
“Baiklah sudah jam 10:00, mari kita mulai kelas hari ini. Nama saya Lingga Wijaya, saya di tunjuk menjadi dosen pengganti untuk Ibu Retno yang sekarang sedang cuti hamil. Saya akan memulai absensi terlebih dulu” ucap Lingga di depan kelas dan memulai kelas hari itu.