Bab 7

1702 Kata
Arsen menunggu dengan gelisah, dia bahkan ijin kepada orang tuanya untuk menginap di rumah Lily karena sampai sekarang Lily belum bangun setelah diberikan obat penenang, Arsen hanya takut jika nanti Lily bangun dia akan histeris dan kembali takut dengan trauma masa lalunya. "Kau benar mau menginap?" tanya Evans pada Arsen. "Iya Bang, Lily belum bangun." Arsen masih terus memperhatikan Lily. "Makan dulu, sedari tadi siang kau belum makan, ini udah malam." Evans meminta Arsen untuk makan malam. "Tapi Lily," Ucap Arsen yang tidak tega meninggalkan Lily sendiri. "Aku akan menjaga Lily," ujar Evans pada Arsen. Arsen mengangguk, dia mengikuti apa yang Evans perintah walaupun kepalanya kini pusing di penuhi segala hal tentang Lily. Dia berpikir apakah Lily harus cuti dulu sampai situasi membaik? Arsen tidak ingin kondisi Lily semakin buruk ketika dia mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari orang lain yang berusaha membuat kekasihnya semakin down. "Arsen, makan dulu." ujar Vivian, ibu dari Lily. "Makasih Tante," ucap Arsen yang kini menarik kursi dan mulai duduk di sana. Walaupun nafsu makan Arsen tidak ada tapi dia menghargai keluarga Lily yang sudah menyiapkan makanan untuk dirinya. Arsen tidak mau membuat masalah semakin runyam jika dia sakit di sini. "Sen, biarkan Lily cuti beberapa hari." Owen kini mulai berbicara serius. "Iya Om, aku juga berpikir seperti itu, Lily lebih baik istirahat dulu di rumah dari pada dia harus ketakutan setiap hari karena masalah ini belum terpecahkan." ujar Arsen. "Lily, tetap saja keras kepala dia diperlakukan tidak baik tapi kamu tetap saja di larang untuk memberikan hukuman pada mereka, Aku tau semuanya tanpa Lily memberitahu pun aku sudah tau," jelas Owen pada Arsen. "Aku sudah berusaha Om, tapi Lily selalu mencegah tiap kali aku akan memberikan peringatan kepada mereka, Lily terus diam dan tidak membalas mereka semua," ucap Arsen yang kini menghentikan makannya. Jujur saja, Arsen sangat malu ketika orang tua Lily mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, dia bahkan tidak bisa melindungi Lily dan selalu mengikuti permintaan Lily padahal dia sendiri tau apa akibat jika dia terus nurut, hal buruk akan terus didapatkan oleh Lily. "Maafkan aku Om," ucap Arsen. "Om juga minta maaf, semua tidak serta-merta salah kamu Sen," ujar Owen pada Arsen. "Udah, lanjutkan makan mu, nanti bicarakan kembali setelah Arsen selesai makan," ucap Vivian mengingatkan. "Nanti kita berbincang, ada suatu hal yang harus saya katakan." Owen berkata dengan serius pada Arsen. Arsen mengangguk, apapun itu jika Arsen mampu dia akan mengusahakan yang terbaik, terlebih semua hal ini adalah yang terbaik bagi kekasihnya. Arsen akan melawan arus jika diperlukan karena dia tidak ingin melihat Lily tersiksa terus menerus, antara rasa bersalah dan ketakutan sepanjang hidupnya. *** Sekar kini tubuhnya demam, rasanya dia diantara hidup dan mati. Tiap kali laki-laki itu memberikannya hukuman dia selalu merasakan hal ini. "Cepat bangun, bibi bantu makan. Tuan tidak ada di rumah saat ini," ucap Bibi yang selama ini membantu mengobati luka Sekar. Sekar diam, membuka matanya saja dia tidak sanggup apalagi bangun? hukuman yang terakhir kalinya bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang dia rasakan sekarang. Terasa logam dingin kini mendekati bibirnya, Bibi mulai menyuapi Sekar dan di terima Sekar dengan baik, setidaknya Sekar harus bisa bertahan hidup jika ingin keluar dari sini. Sekar tidak ingin rencananya gagal, dia juga ingin memperbaiki kehidupannya dan tidak ingin terus berada di neraka buatan laki-laki yang menghabisi seluruh keluarganya. "Kau, seharusnya mengikuti apa yang Tuan katakan, jangan membantah karena sudah berkali-kali kau merasakan hal seperti ini." Bibi mulai berbicara pada Sekar yang tidak bisa melakukan apapun. Sekar terharu, hanya Bibi ini yang selalu membantunya, dia bahkan selalu mengkhawatirkan kondisi Sekar tiap kali Tuannya memberikan hukuman, Bibi tau Sekar masih muda apapun yang dia lakukan belum dia pikirkan secara matang, banyak hal yang harus di perbaiki agar Sekar tidak terus membangkang dan membuat tubuhnya terus menerima hukuman seperti ini. "Kau dengar apa yang bibi katakan?" tanya Bibi dan dibalas Sekar dengan anggukan. Bibi sudah selesai menyuapi Sekar, dia langsung pamit pergi dari kamar Sekar agar tuannya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh bibi, Sejak pertama kali Sekar dibawa ke rumah ini Bibi lah yang merawat Sekar, dia menganggap Sekar sebagai anaknya sendiri karena itulah dia ikut sedih jika ada suatu hal terjadi pada anak malang ini. "Kasihan sekali dia," ujar Bibi setelah keluar dari kamar Sekar. Bibi tidak tau kenapa tuannya bisa menyelamatkan gadis itu jika hanya untuk membuatnya merasakan sakit seperti ini, Bibi tau tuannya kejam tapi tuannya selalu memperlakukan pekerja nya dengan baik dia bahkan sejak dulu selalu betah ketika bekerja di sini. "Kenapa lagi?" tanya Sesama pekerja di sini. "Enggak tau, Sekar berbuat salah mungkin." Bibi juga tidak tau apa masalahnya tapi dia paham tidak akan ada hukuman jika orang tersebut tidak bersalah. "Ya Tuhan, anak itu sudah diperingatkan berkali-kali tetap saja ngeyel, sudah tau jika kondisinya akan buruk tapi dia tetap saja melakukan hal yang membuat tuan marah." pelayan satu ikut ngomel sembari mencuci piring. "Biarlah, kita bantu sebisanya. Tidak mungkin juga kita membiarkan ada orang mati di rumah ini," ucap Bibi menutup pembicaraan malam ini. Bibi tidak mau berbicara panjang lebar, dia tidak ingin salah berbicara hingga membuat dirinya mendapat peringatan dari tuannya, selama tuan memperlakukan dirinya dengan baik maka bukan tugas Bibi untuk menjelekkan tuannya, bagaimanapun tuannya sudah membantu dirinya sejauh ini, tanpa tuan dia tidak akan bisa bertahan hidup menghadapi rentenir yang seolah-olah ingin membunuhnya karena dia tidak bisa melunasi pinjaman dari suaminya yang kabur dengan wanita lain. Bibi mengabdi ketika umurnya tiga puluh lima tahun, sudah lebih dari tiga puluh tahun dia di sini dan kondisinya masih sangat sehat dan mampu melakukan pekerjaan dengan baik. tuannya bahkan memberikan jaminan kesehatan kepada para pekerja yang sudah setia bersamanya sampai saat ini. "Ya Tuhan, jika tuan khilaf tolong maafkan hidupnya sudah kesepian tanpa pendamping di sisinya, tolong jangan buat Tuan semakin menderita dengan segala dendam dihatinya," hanya itu yang terus Bibi panjatkan agar tuannya bisa hidup tenang tanpa dendam. *** Owen berbicara empat mata kepada Arsen, entah kenapa dia memiliki firasat buruk entah tentang apa itu tapi dia merasa ada suatu hal yang tidak baik. "Arsen, aku merasakan ada hal buruk yang akan terjadi pada Lily." Owen mengatakan hal ini dengan berkaca-kaca. "Om, jangan bilang seperti itu." Arsen takut jika apa yang Owen katakan akan menjadi kenyataan. "Apakah kau akan tetap menerima Lily bagaimanapun kondisinya?," tanya Owen yang kini memegang tangan Arsen. "Arsen siap Om, sudah sejak lama Arsen ingin menikahi Lily, tapi sepertinya Lily masih ragu," ucap Arsen pada Owen. "Arsen, apakah kau bisa diam-diam menikah dengan Lily tanpa seorang pun tahu? hanya aku, kau, dan papamu, Aku takut sesuatu terjadi pada Lily, kehadiran orang masa lalu sepertinya akan membuat hidup Lily terganggu." ucap Owen pada Arsen. "Om, tapi Tante dan Bang Evans? apakah Lily Mau? aku takut Lily menolak," ujar Arsen pada Owen. Owen sedih, hatinya sakit dia memiliki firasat buruk dan hatinya semakin terasa sakit ketika bayangan-bayangan buruk itu terus menghantui pikiran Owen. Bahkan istrinya tidak tau tentang rencananya ini, bisa di bilang Owen Gila tapi dia tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi ke depannya. Owen seolah-olah bisa melihat masa depan dan dia tidak sanggup melihat kondisi anaknya yang akan terus dipenuhi cobaan. "Arsen, tolong kabulkan permintaan ku. Aku benar-benar tidak sanggup melihatnya," ucap Owen memohon pada Arsen. "Om bisa melihat masa depan?" tanya Arsen tiba-tiba. Owen menceritakan bagaimana bayangan ini terus muncul sebelum penculikan yang terjadi pada Lily, dia diberikan petunjuk tapi saat itu dia terus mengabaikannya, dia beranggapan anaknya aman dan tidak akan di culik karena pengamanan di rumah sangat ketat, tapi apa? dia mengabaikan intuisi dan segalanya hingga hal itu terjadi, dia menyesal saat itu dan sekarang dia tidak ingin mengulangi hal itu lagi. "Aku tidak ingin kembali menyesal, aku tidak ingin membuat Lily seperti dulu lagi." Owen mulai menangis di hadapan Arsen. "Om, aku akan menikahi Lily besok. Aku atur semua dengan rapi, tanpa Lily tau aku dan dia menikah saat itu, besok ajak Lily ke tempat beribadah biasa kita datangi, aku akan membawa papa dan orang yang meresmikan pernikahan diam-diam ini," ucap Arsen dengan yakin. "Jangan pernah katakan hal ini selain papa kamu, jangan katakan pula pada Lily." Owen benar-benar berpesan akan hal itu pada Arsen. "Om, tolong siapkan surat-surat Lily, aku harus pulang sekarang untuk menyiapkan segalanya. Aku harus ke rumah saudara Papa karena dia orang yang aku percaya dan bisa membantu menikahkan aku dengan Lily esok hari," ujar Arsen. Owen mengangguk, dia berterima kasih pada Arsen, entah apa yang ada di bayangannya terjadi atau tidak yang pasti hubungan anaknya terjaga dengan baik, jika suatu saat nanti ada hal yang menimpa dirinya dan Keluarga yang lain, setidaknya ada orang yang menjaga Lily. "Tuhan, apakah segala hal yang kau tunjukkan padaku adalah suatu kenyataan? jika iya tolong jangan buat anakku semakin menderita," Owen hanya bisa berdoa dalam hatinya. Owen masuk ke kamar, mengambil berkas yang di butuhkan, setelah itu dia akan memberikan semuanya pada Arsen, selagi Vivian dan Evans berada di kamar Lily dia akan mencarinya dan akan memberikannya pada Arsen ketika dia pamit pulang nanti. "Tante, ada suatu hal yang tidak bisa aku tinggalkan, Papa meminta aku pulang sekarang." Arsen mengatakan hal itu pada Vivian. "Apakah ada suatu hal yang buruk?" tanya Vivian ikut panik. "Aku harap tidak ada yang buruk, tapi aku pulang dulu saja Tan, aku tidak ingin meninggalkan Lily tapi aku harus pergi sekarang." Arsen berkata dengan lemas. "Sudah, kau pulang selesaikan apa yang harus kau selesai kan, setelah semuanya lancar kau datang kesini lagi," ujar Evans. Ada hal yang buruk, Vivian juga curiga dengan hal ini. setelah berbicara pada Owen kenapa Arsen tiba-tiba meminta pulang? apakah ada hal yang tidak bisa diselesaikan dengan baik? banyak hal yang ingin Vivian tanyakan tapi dia tidak bisa bertanya-tanya dalam waktu ini. "Arsen pamit dulu, sekalian pamit sama Om," ujar Arsen pada mereka. Arsen mencium kening Lily dan mengucapkan doa di telinganya, dia harap Lily bisa segera membaik dan esok akan dilancarkan seperti apa yang dia harapkan. "Hati-hati," ucap Vivian. "Aku antar," ujar Evans. "Tidak perlu Bang, tolong jaga Lily." Arsen lalu keluar kamar dan menghampiri Owen. Dia sudah membawa berkas yang di butuhkan dan kini dia harus segera pulang untuk menyelesaikan apa perkataan dari Owen, mungkin papanya akan terkejut tapi dia harus segera menyelesaikannya sebelum semuanya terlambat. "Ya Tuhan, jangan biarkan cobaan berlarut-larut dalam hidup Lily,"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN