Chapter 9 : Semakin Intim

1556 Kata
“Sebenarnya dia ada di hadapanku saat ini, hanya saja mungkin dia berpikir ini terlalu cepat. Ya, aku sadar proses ini terlalu cepat. Tetapi, aku gak bisa membohongi perasaanku. Aku merasa nyaman berada di dekatnya.” ‘Whattt!!! Oh my God ... apa ini sebuah pernyataan perasaan?’ batin Jessica. Jessica terdiam, begitu juga dengan Jack. Keduanya merasa canggung dan tidak tahu harus berkata apa. Kemudian, dua orang pelayan wanita datang dan mengantarkan pesanan mereka berdua. Setelah kedua pelayan tersebut pergi, Jack mempersilahkan Jessica untuk menyantap makanannya. Gadis cantik berhidung mancung dan berkulit putih tersebut hanya menganggukkan kepalanya sembari menatap ke sudut lain resto, berusaha menghindari kontak mata dengan sang pria. Jack yang menyadari perkataannya mungkin terlalu mengejutkan bagi gadis yang duduk di hadapannya, lantas berkata, “Jess, sorry perkataanku tadi. Mungkin ini yang membedakan antara pria dengan wanita. Wanita membutuhkan proses untuk menerima perasaan dari lawan jenis. Maaf aku baru menyadari hal tersebut.” “Gak apa-apa kok, Jack. Sungguh aku gak apa-apa, aku bahagia mendengar seseorang merasa nyaman berada di dekatku, itu artinya kehadiranku berarti untuk mereka. Selama ini, aku merasa tidak percaya diri terutama setelah pacar terakhirku berselingkuh. Maka dari itu, aku selalu mencerna semua pernyataan dengan hati-hati, karena aku takut terluka kembali,” jawab Jessica, matanya mulai berkaca-kaca, ia pun segera mengalihkan pandangan matanya ke arah lain.   Jack menyadari bahwa Jessica merasa sedih dan ia telah mengalami suatu hubungan yang tidak berhasil di masa lalu, maka dia pun berpikir wajar bagi Jessica membentengi dirinya sendiri agar ia tidak kembali terluka. “Maaf jadi menguak kembali kisah masa lalumu. Aku pun pernah dikhianati, ternyata kita sama,” ucap Jack sambil mengiris steak salmon dan menyuap masuk ke dalam mulutnya. “Gak apa-apa, aku pribadi yang terbuka. Tidak masalah bagiku berbagi cerita dan pengalaman. Jadi kamu pernah dikhianati juga rupanya, apa itu yang membuat kamu menyendiri sampai sekarang?” Jessica mencoba menatap wajah Jack yang sedang makan tanpa ekspresi. Jack terdiam cukup lama, suasana dinner malam itu mendadak hening seketika. Jessica mengutuki dirinya yang merasa cukup konyol untuk mengajukan pertanyaan semacam itu kepada Jack. Tetapi kemudian, Jack berhenti mengunyah makanannya dan menatap wajah Jessica cukup lama, lalu berkata, “Iya, kami berpacaran cukup lama, sejak dari semester akhir perkuliahan. Lalu, suatu hari dia meminta bertemu di restoran tempat kami biasa makan, kemudian dia berkata kalau selama ini dia telah menjalin hubungan kembali dengan mantan pacarnya.” “Lalu?” tanya Jessica penasaran. “Hmm, dia mengaku jika sedari awal aku hanya sebagai pelampiasan saja. Hatinya hanya untuk mantannya, jadi dia setuju berpacaran denganku waktu itu hanya untuk menemani kesendiriannya saja. Setelah mantannya meminta dia kembali menjalin kasih, dia setuju karena pada dasarnya dia masih mencintai mantannya,” jawab Jack dengan raut wajah sedih dan kepala yang tertunduk menatap piring makanannya. “Maaf, Jack. Apa kamu sudah bisa move on?” “Sekarang sudah, semua hanya masalah waktu. Hubungan percintaan hampir mirip dengan hubungan bisnis. Semua hanya butuh waktu. Bukankah begitu?” “Berbeda, Jack. Hubungan bisnis tidak melibatkan perasaan.” “Oke, oke aku salah. Kalau kamu bagaimana?” “Hmm ... entahlah, memang mantanku saja yang tidak setia. Sebenarnya diantara kami tidak ada masalah, hanya saja mungkin dia sudah bosan menjalin hubungan denganku. Lebih baik kita lupakan masa lalu, bagaimana?” “Oke ha ... ha ... ha ... kamu belum menyentuh makananmu, makanlah cepat sebelum dingin.” Setelah saling mengungkapkan cerita masa lalu, keduanya lantas menghabiskan makanannya dengan tergesa sebab makanan di atas piring mereka mulai mendingin. Selesai menyantap habis makanannya, Jack mengajak Jessica pulang. Keduanya berjalan keluar dari resto, Jessica menggandeng tangan Jack sama seperti di awal ketika mereka masuk ke dalam resto. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, sang pria segera melajukan mobilnya ke luar dari area resto. Malam itu, waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, tanpa terasa keduanya telah berbincang cukup lama. Sepanjang perjalanan keduanya kembali terdiam, Jack menoleh ke arah Jessica dan tersenyum melihat sang gadis yang hanya melamun terdiam menatap kegelapan malam. “Jess, weekend minggu depan temani aku lagi yah? Kamu mau khan?” “Ya, o ... oke, wa aku aja kalau sudah sampai di Bandung.” Jack hanya menganggukkan kepala sementara pandangan matanya tetap fokus ke jalan. Jantung Jessica berdegup kencang, hatinya bersorak kegirangan. Sebenarnya di mata gadis cantik berkulit  putih tersebut, sang pria sangatlah menawan dengan segala kelebihan yang dimilikinya, hanya saja entah kenapa hati sang gadis belum tersentuh seluruhnya. Bagaikan kepingan puzzle yang telah hilang satu bagian, tapi sang pria belum dapat mengisi kepingan puzzle yang hilang tersebut. Kemudian, mereka sampai di depan pintu gerbang rumah Jessica. Jack mematikan mesin mobilnya dan menoleh ke arah Jessica yang sedang memeriksa barang bawaannya. “Jess,” panggil Jack mesra. “Ya, Jack.” Jessica menatap wajah Jack. Jantungnya kembali berdegup kencang. Batinnya bertanya apa yang hendak dikatakan oleh Jack? “Jess, terima kasih untuk malam ini. Aku bahagia,” ucap Jack seraya tangannya meraih belakang kepala Jessica, mendekatkan wajahnya ke wajah sang gadis, lalu mengecup mesra kening gadis cantik berhidung mancung tersebut. Jessica terperanjat dan wajahnya langsung merona merah. Lima tahun lamanya ia telah menjomblo dan saat ini ia kembali merasakan belaian dan sikap manis dari seorang laki-laki. Ekspresi takjub, bahagia dan istilah kerennya “baper” memenuhi perasaannya saat itu. “Ah ... sama-sama,  Jack. Aku yang harusnya berterima kasih.” Jessica menarik mundur kepalanya dan meraih tangan Jack yang masih berada di belakang kepalanya, menggenggamnya dan meletakkan tangan sang pria di sisi kursi penumpang. “Mari kita turun,” ajak Jessica gugup. Lalu keduanya turun dari mobil dan Jack mengantarnya sampai ke depan pintu rumahnya. Setelah Samuel sang adik membukakan pintu, pria tampan berbadan tegap tersebut pun akhirnya berpamitan. Setelah memastikan Jack masuk ke dalam mobilnya, Samuel lantas menutup pintu gerbangnya. Jessica pun melambaikan tangan kepada pria tersebut dari teras depan rumahnya. Kemudian, Jessica melangkah masuk ke dalam rumahnya, naik ke lantai dua dan langsung masuk ke dalam kamar tidurnya. Sementara Papa dan Mama Jessica telah tidur lebih awal malam itu. Selesai berganti pakaian dan menghapus riasan wajahnya, Jessica lantas berbaring di atas tempat tidur, mengambil handphonenya yang sebelumnya ia letakkan di atas nakas. Sambil menarik selimut hingga menutupi tubuhnya, ia memeriksa pesan masuk ke dalam whatsappnya. Ternyata terdapat dua pesan masuk ke dalam whatsappnya yaitu pesan dari Jack dan pesan dari Gavin. (Isi percakapan antara Jack dan Jessica) Jack : Jess, aku sudah sampi di hotel. Kamu masih online gak? Jessica : Hi, Jack. Aku masih online kok, baru saja buka w******p. Kamu sudah mau tidur? Jack : Lagi berbaring di atas tempat tidur sambil mikirin kamu. Jessica : Oh ... Jack : Hanya oh? Oke dech, kurasa kamu pasti sudah lelah, aku gak akan ganggu lagi. Selamat beristirahat Jessica. Mimpi indah dan satu lagi mimpiin aku yah kalau kamu gak keberatan. Jessica : Ah ha ... ha ... ha ... sorry Jack, aku bingung harus jawab apa. Oke, good night and sweet dreams. Nanti kita ketemu di alam mimpi lagi berpetualang di negeri dongeng wkwkwkwk. Jack : Kamu ini ada-ada saja. Aku tidur sekarang yah. Good nite girl. Jessica : Good nite, bye. (Dan percakapan pun berakhir). Setelah percakapannya dengan Jack berakhir, Jessica pun membuka pesan w******p dari Gavin. (Isi percakapan antara Gavin dan Jessica) Gavin : Jess, lagi sibukkah? Jessica : Hi, Vin. Gak sibuk kok, hanya baru saja sampai di rumah. Kamu lagi apa? Gavin : Hah? Jam segini baru sampai rumah? Lama sekali dinnernya. Jessica : Sudah sampai dari lama, hanya saja aku baru buka w******p. Memangnya aneh kalau pulang rumah malam seperti ini? Gavin : Anehlah, kamu kan cewe. Anak cewe gak baik pulang malam-malam, di luar sana itu berbahaya. Jessica : Aku hanya pergi bareng teman, hanya dinner lalu pulang ke rumah. Dia tidak membahayakan kok menurutku. Gavin : Teman baru kenal? Cowokah? Dari mana kamu tahu dia tidak berbahaya? Jessica : Iya kenal sejak beberapa hari lalu, iya dia cowo. Dia gak melakukan hal yang aneh-aneh kok. Memangnya kenapa? Gavin : Hah? Baru kenal beberapa hari sudah pergi dinner, kamu polos banget sech. Jessica : Kamu kenapa sech, Vin? Kok malam ini kamu terdengar aneh. Gavin : Gak apa-apa. Aneh apanya? Aku cuma heran sama sikap kamu, kamu mudah percaya dengan orang lain secara kamu itu cewe, harusnya kamu bisa lebih hati-hati. Jessica : Papa mamaku sudah tahu dia, maksudku dia rekan bisnis atasanku. Dan kupikir hanya sebatas hubungan professional saja, tidak lebih. Oke, Vin lain kali aku akan lebih hati-hati. Aku paham yang kamu maksud. Gavin : Entahlah, Jess. Kurasa kamu harus lebih banyak belajar untuk lebih waspada dan berhati-hati. Kamu tahu istilah serigala berbulu domba? Kupikir aku gak perlu menjelaskan istilah itu pada kamu, kamu cewe yang pintar, kamu pasti tahu arti dari istilah itu. Jessica : Iya, Vin. Maaf. Gavin : Kenapa kamu minta maaf padaku? Tidak ada hal yang perlu untuk kamu minta maaf. Aku pikir kamu pergi dengan teman wanita, ternyata kamu pergi dengan teman laki-laki. Dan dia baru kamu kenal selama beberapa hari. Jessica : Vin, kamu kok hari ini sedikit berbeda. Gavin : Aku istirahat dulu. Kamu tidurlah sekarang, jangan begadang. Kita lanjutkan pembicaraan kita besok. Jessica : Iya, Vin. Bye, good night. (Dan pembicaraan mereka pun berakhir) Malam itu, Jessica langsung mematikan hadphonenya, menaruhnya ke atas nakas dan berbaring telentang menatap langit-langit kamar tidurnya seraya mengingat semua kejadian yang terjadi hari ini yang membuatnya sedih, senang dan bertanya-tanya. Tetapi yang ia tidak habis pikir adalah Gavin. Jessica merasa pria tersebut menjadi sedikit berbeda dari biasanya. Ia tidak ingin hubungan pertemanannya dengan Gavin menjadi renggang. Semuanya menjadi serba memusingkan bagi dirinya, rasanya ia ingin pagi cepat datang dan segera mengirim pesan kepada Gavin. Andaikan Gavin berada dekat dengannya, ia ingin segera menghampirinya dan memperbaiki ini semua. Tetapi satu pertanyaan yang paling mengusik hatinya adalah mengapa Gavin menjadi sedikit berbeda hari ini? Apa gerangan yang terjadi kepada Gavin? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN