bc

Perjalanan (Menemukan) Cinta

book_age18+
0
IKUTI
1K
BACA
student
drama
sweet
bisexual
gay
like
intro-logo
Uraian

Ketika sudah pasrah, namun ternyata Tuhan berbaik hati dengan mengirimkan seseorang yang tulus mencintaimu

.

Tapi apa aku sanggup menerima kenyataan ini?

Sudahlah aku hanya bisa pasrah dan menjalaninya

chap-preview
Pratinjau gratis
Chapter 1
"Aku gak mau urus anak ini" Ujar pemuda itu dengan penuh emosi. Sementara gadis yang berhasil melahirkan anak itu sudah dalam keadaan terbaring kaku karena pendarahan yang dialaminya. "Aku masih punya cita-cita, aku masih 17 tahun, aku gak mau punya anak" Lanjut pemuda itu, sementara kedua orang tuanya hanya diam, tak tau harus berbuat apa. "Ini juga salah kamu, kenapa kamu melakukannya dan tak memikirkan kedepannya, kalau sudah begini jadi kacau kan? " Bentak sang ibu kepada putranya. "Pokoknya aku gak mau urus anak itu, lagian ibunya juga gak bakal urusin dia, dia udah mati, lebih baik mama simpan aja dia di panti asuhan" Pemuda itu tetap dengan keputusannya "Kalau begitu biar keluarga pacarmu saja yang urus" Akhirnya sang ayah membuka suaranya, setelah berpikir keras ats kelakuan anak semata wayangnya. "Aku gak tau dimana orang tuanya, dia disini sendirian dia juga tinggal disini sendirian dan orang tuanya ada di kampung" Jelas si pemuda itu. "Ya udah kalau begitu kita harus pergi sekarang dan tinggalkan anak ini dan jasad pacar kamu, biar mereka diurus sama pihak rumah sakit" Mereka akhirnya meninggalkan rumah sakit dan meninggalkan seorang bayi dengan jasad ibunya. Tanpa mereka sadari ada seseorang yang memang hendak masuk namun dia melihat ada sebuah ketidak beresan didalam sana. . . . . . . "AWASSS!!!!" brakkk!!!! Sepedaku meluncur dengan tajam sementara aku berhasil lompat dari sepeda yang remnya tiba-tiba blong. Aku meringis sakit dibagian p****t, karena pendaratan yang sangat tidak menguntungkan. Tapi sejenak rasa sakit itu hilang dan berganti rasa malu yang gak bisa di gambarin, kalau saja aku punya kekuatan buat ngilang, aku mending ngilang sekarang. Sementara itu, sepeda sialan (yang tiba-tiba remnya blong) tadi meluncur entah kemana. Jadi kebetulan sekolahan aku itu setelah masuk gerbang sekolah sekitar jarak 50 M langsung ada turunan menuju tempat parkir kendaraan siswa dan guru. Nah aku kebetulan loncat dari sepeda sebelum turunan itu, jadi sekarang aku gak tau tuh sepeda ada dimana. Aku bergegas bangkit, dan mencoba menyembunyikan wajah malu ini dari tatapan mata yang tampaknya sedang menertawakan keadaanku sekarang. Sial banget hari ini. Setelah dicari, ternyata sepeda sialan itu ada di parkiran, untunglah. Tapi, sepeda itu sedang dipegang oleh seseorang. "terima kasih sudah megangin sepedanya, aku ambil ya, sekali lagi terima kasih" segera aku rebut sepeda itu dan berbalik untuk pergi ke parliran khusus sepeda. Namun saat hendak jalan, serasa berat, kayak ada yang nahan. Pas di liat kebelakang, ternyata orang tadi lagi megangin tas aku. Aku cuma bisa nyengir polos-polos biadab gitu, bisa dibilang watados (wajah tanpa dosa). "mau kemana lu? "tanya dia dengan suara beratnya. Mampuss, denger suaranya aja bikin lututku gemeteran. "a-aanu, eu--uum aku mau markirin sepeda, iya markirin sepeda" kenapa aku jadi gugup (lebih tepatnya ketakutan) gini sih. Orang itu masih megangin tasku, bahkan aku ngerasain cengkramannya semakin kuat. Ketika dia narik aku, refleks saja aku pun berbalik badan dan sepeda yang aku pegang jatoh. OMG, tatapannya sangat mengintimidasi jiwa yang lemah ini, kelar dah hidup ini. "lu kagak liat motor gw nyampe lecet gini" ucapnya sambil menunjuk bagian motor yang lecet, namun matanya tak lepas dari mataku. Aku hanya bila liat goresan itu. Aku bisa ganti gimana? uang jajan pas-pasan, minta ke orang tua pasti gak dikasih. "i... Iya ma.. Maaf, aku janji bakal benerin, tapi gak sekarang, soalnya aku gak punya duit" entah terlalu polos atau memang bego, aku ngerengek kayak anak kecil didepan cowok itu. "gw gak peduli, pokoknya lu har... " tiba-tiba ada suara orang yang manggil namaku dan membuat cowok itu menghentikan ucapannya. "Arga.. " aku noleh kesumber suara itu. Terima kasih tuhan kau kirimkan Naura disaat yang tepat, jadi ada alasan buat kabur. "eh ra, kamu mau ke kelas ya, bareng ya" mumpung cengkramannya gak kuat, aku pun berhasil lepas dari cowok itu, aku ambil sepeda itu dan nyamperin Naura, dan bergegas ke kelas. "duluan ya kak" ucap Naura sambil senyum-senyum gak jelas. . . . Waktu istirahat telah tiba, kini giliran aku, Naura dan Jico berkumpul seperti biasa. Mereka adalah sahabat gesrek aku, dan aku kenal mereka pas baru masuk kelas X, kami satu kelas di kelas X IPA 1, kita sering nongki bareng. Oh iya aku juga lupa ngenalin nama aku, namaku Sultan Narega Prambadi, panggil aja Arga. Kenapa gak sultan? Inget aku bukan dari keluarga crazy rich, dan nama sultan itu terlalu berat bagiku. Dan aku selalu menyembunyikan nama Prambadi di semua data pribadiku, entah apa alasannya tapi kata nenek itu masih jadi rahasia. Aku masih kelas X, tubuhku gak tinggi-tinggi amat hanya 167 cm. Badanku juga gak gemuk gak ceking, ya masih standar. Aku tinggal bersama nenekku, nenek Ipah. Untuk orang tuaku, kata nenek ibuku sudah meninggal, sedang ayahku dia kerja diluar negeri tapi sudah lama tak ada kabar, dulu aku sering menanyai kabar ayahku,tapi semakin sini aku juga ngerti dan sudah jarang menanyai kabar ayahku, walau dalam hatiku masih ada keinginan untuk bertemu. Aku sih percaya sama-sama nenek kalau ayahku pasti akan pulang. Dah ya, entar lebih kenalnya baca aja cerita ini, entar juga kenal sendiri. Lanjut, aku dan kedua sobat gesrekku pergi ke kantin. "ga, tadi pagi lu kenapa? Bisa-bisanya lu deket-deket sama my prince" tanya Naura disela perbincangan kita "siapa? " tanya aku balik, emang nih anak agak gaje "itu loh yang tadi pagi" jawab Naura sambil terus mengingatkan gw pada kejadian tadi pagi "emang tadi pagi lu kenapa ga? Jangan bilang lu buntingin anak orang" tanya Jico. Dia tuh kalo ngomong gak pernah liat situasi, bahkan ketika di koridor sekolah pun yang sedang ramai dia gak ada malunya buat bilang seperti itu. "gila aja, aku nyobain aja kagak pernah apalagi sampe buntingin anak orang, lagian yang ditanya sama si Naura itu tuh cowok" timpal aku sambil mukul lengan Jico. "tapi lu doyan kan nonton gituan? " makin lama ni anak makin sengklek "ya aku nonton juga gara-gara kamu jebak aku, ya tuhan mata suci aku sudah ternodai" memang dari kami bertiga yang masih sadar aturan rasanya cuma aku saja, bukan sombong tapi memang itu kenyataannya. "sudah, sudah. Pokoknya lu hutang jelasin kejadian tadi pagi sama gw, TITIK GAK ADA PENOLAKAN DAN KARANGAN CERITA ALIAS NO TIPU-TIPU" cecar Naura. Aku hanya bisa mengangguk setuju, toh gak ada ruginya ceritain kejadian aslinya juga. . . Setelah makanan kita habis, aku pun menceritakan semua kejadian tadi pagi, sesuai permintaan tak ada rekayasa. "tunggu. Gw dari tadi gak paham, siapa sih yang sedang kalian bicarain?" Jico mang tidak tau siapa yang sedang aku dan Naura bahas. "jangankan kamu ko, aku aja gak tau siapa itu orang. Lagian si Naura tuh yang tiba-tiba bilang kalau dia itu 'Prince' nya dia" jawab aku sekenanya. "siapa sih ra, kok gw serasa jadi bego sendiri" ujar Jico seraya mengalihkan pandanganya kepada Naura. "emang udah dasarnya lu itu bego" sejenak aku dan Naura tertawa bersama, sedangkan Jico cuma masang wajah kesalnya. "gw serius ra" paksa Jico pada Naura. "iya, iya. Dia itu pangeran gw, ko. Dari awal gw masuk sekolah ini langsung bisa jatuh cinta sama dia, dan gw sering bermimpi berharap dia jadi milik gw seutuhnya, tinggal satu atap bersama, punya an..." "ya kamu tinggal satu atap, tapi dia majikan dan kamu ART nya" sela aku saat Naura bercerita, dan itu membuatnya sedikit kesal. Lagian siang bolong begini bermimpi ketinggian. "diem lu ga, gw belum selesai nih" "lagian lu berbelit-belit amat ceritanya. Gw cuma nanya siapa dia yang kalian maksud, gitu aja repot" ujar Jico, yang tak kalah kesal. Jangan salah walaupun Jico itu cowok barbar, tapi tingkat kekepoannya bisa melebihi kita berdua. "iya, sabar dong, gw kan bel.. Nah itu dia orangnya" tunjuk Naura kepada orang yang sedang berjalan memasuki kawasan kantin. Aku dan Jico hanya mengikuti arah telunjuk Naura untuk melihat siapa yang datang. Ternyata itu orang yang tadi debat sama aku, tapi dia gak sendirian, dia bareng temannya yang hampir sepantaran dengannya, namun kulitnya agak gelap dari dia. "ya udah kali, jangan di tunjuk juga. Entar kalo orangnya liat, bisa salah paham lagi, aku udah males bermasalah dengan dia" ucap aku sembari mengalihkan pandanganku dengan malas. "ohh.. Jadi yang kalian bicarakan itu kak Malvin, Malvin Navendra Prakasa anak kelas XI IPA 1. Gila lu ga, bisa-bisanya lu berurusan sama bintang sekolah gitu" tunggu, 'bintang sekolah?' "bintang sekolah? Ohh, pasti dia bintang sekolah yang gak terkenal ya, pantas saja aku gak kenal dia. Lagian kok bisa-bisanya dia dijuluki bintang sekolah, padahal kelakuannya udah kayak beruang kutub gitu, so-cool padahal B aja" ucapku sembari mengaduk-ngaduk es batu yang tersisa digelasku. "sst" desis Naura sambil sesekali nendang kaki aku. "apaan sih, gabut amat kamu, sampe kaki aku ditendang segala" emang si Naura ini cewek ter-gaje yang aku kenal. Tapi Naura tak menjawabnya, dan cuma menaik turunkan alisnya. "apaan? Aku gak ngerti. Lagian juga kamu Jico, ngapain sih pengen tau urusan gak penting gini, bikin badmood aja. Pagi-pagi udah ketemu sama orang macem kek beruang kutub gitu, ditambah sekarang kamu nendang kaki aku, sakit tau" kini bukan cuma Naura yang nendang kaki aku, tapi jico juga ikut-ikutan dan kali ini tendangannya terasa semakin keras, hingga aku mengaduh kesakitan. "aaawww... Kalian itu kenapa sih, ini tuh kaki bukan bola yang bisa kalian ten..." "oh, jadi lu anggap gw beruang kutub?" suara itu berhasil membungkam mulut aku. Ya ampun, suara itu. Perlahan aku memutar badanku kearah pemilik suara itu yang sepertinya tepat dibelakang aku. Setelah 180 derajat berbalik, benar saja ada sosok cowok yang hampir sempurna dengan ketampanannya, andai saja sikapnya yang so cool itu hilang. Lah kok aku mikir gitu. Aku cuma bisa nyengir kepaksa. Aku segera membuang muka dan memandangi Jico dan Naura secara bergantian. Aku memasang wajah melas dengan harapan bantuan dari mereka, tapi mereka seolah gak tau apa-apa. Emang temen gada akhlak, temennya lagi terancam gini malah so sibuk sendiri. "ko, ra. Sepertinya bentar lagi masuk, kita ke kelas aja yuk dan aku belum ngerjain tugas kimia" ajak aku "Bukannya kita gak ada pelajaran kimia ya ga? Atau jadwalnya dirubah ya? Lu kok gak ngasih tau gw sih?" Sumpah, aku pengennya ngucapin sumpah serapah ke Naura,dia gak bisa diajak kompromi. "Euu.. Itu, aku ada perbaikan nilai, iya" Gapapa sesekali ngeles. "Bukannya nilai lu selalu paling tinggi dikelas, mau diperbaiki jadi berapa? " Ini satu makhluk lagi gak bisa ngerti suasana. Aku hanya memberi tatapan tajam ke arah jico dan Naura. Gak peduli aku langsung berdiri dan diikuti Jico dan Naura. Namun saat hendak melangkah, kerah bajuku serasa ada yang narik. "kalian pergi dulu, gw mau ngomong sama ni anak empat mata" ucapnya dengan nada dingin khas cowok ini. "tapi kak.." ucap Naura, namun langsung disambut dengan nada yang lebih keras "PERGI!!" mereka cuma kaget, termasuk aku. "ga, kita duluan ya, oh iya untuk makanannya biar gw yang bayar, bye" ucap Jico yang kini melenggang menuju kelas. Sementara aku, harus berhadapan dengan, ahh malas sekali berurusan dengannya. Setelah kedua teman gada akhlak itu menghilang dari pandangan, terasa ada dorongan dari belakang yang membuat aku terduduk kembali, kemudian dia kini berada dihadapan aku dengan tatapan yang gak bisa digambarkan, saking ngerinya aku. "ma... Maaf kak" ucapku masih tertunduk. "akhirnya sadar juga" tumoalnya dengan tatapan sakin tajam. Ya tuhan, bantu hamba mu. Lagian kenapa bel maauk gak bunyi sih. "a..a..aku g..gak sengaja. Aku janji akan ganti. D..dan untuk ucapanku tadi, a..aku cuma bercanda" rasanya aku ingun menghilang saja. "oke, gw akan maafin lu, tapi dengan satu syarat" ucapnya, dan aku dengan sedikit keberanian untuk mencoba menatap dia yang kini sedang ternenyum jahat 'sepertinya' "lu harus jadi asisten pribadi gw selama sebulan penuh" ujarnya enteng. "gak bisa gitu dong kak" ucapku dengan nada penolakan. "ya udah, lu harus ganti kerusakan motor gw, dan ganti rugi atas pencemaran nama baik gw, gimana?" "kasih aku waktu satu minggu untuk ganti semuanya" Akhirnya dia setuju, namun jika dalam waktu seminggu aku gak bisa ganti ya mau gak mau aku harus jadi asistennya. tidak ada yang spesial di hari ini seperti hari-hari biasa malahan bebanku semakin berat karena harus mengganti rugi atas kecerobohan Ku, bukan ,bukan, itu kecerobohan sepedaku yang tiba-tiba remnya blong. Jangankan untuk ganti rugi untuk uang jajan saja sangat sulit untuk dicari. . . Pagi ini aku berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya. Tidak ada alasan lain selain karena sepedaku yang rusak. Maka dari itu aku harus pergi ke sekolah lebih awal karena harus jalan kaki. Setibanya di kelas keadaan sudah mulai ramai, semua pada sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Ada pula yang berkumpul hanya untuk bergosip, dan sempat terdengar apa yang sedang mereka bahas, dan aku sempat terkejut ketika nama "Malvin" disebut oleh gerombolan cewek yang suka gosip itu. Segitu populerkah dia sampai mereka membahas cowok kek beruang kutub itu. Whatever.... "ga tumben lu datengnya siangan gini?" sapa Naura yang kini tengah duduk dibangkunya, oh iya aku dan Naura sebangku, ya walaupun ada teman lelaki dikelasku yang duduk sendiri, tapi aku lebih memilih duduk dengan Naura, walaupun dia orangnya sangat cerewet, tapi kalau soal akademik dia bisa diajak kerja sama, makanya aku gak nyesel sebangku dengan cewek barbar ini. "iya ra, sepeda aku rusak jadi terpaksa harus jalan kaki" jawabku sambil duduk dibangkuku "WHAT?? LU JALAN KAKI? GILA" Ucapnya seraya berteriak, sontak membuat semua pengisi kelas menoleh. "gak usah terik juga kali" ucapku sambil menutup mulut Naura "ya kan, rumah lu cukup jauh, terus jalan kaki, kalo gw sih gak sanggup mending bolos aja. Oh iya lu pasti haus kan, nih minum aja punya gw" Naura menyodorkan botol minumnya. Ya walaupun dia barbar, tapi kalau soal pertemanan dia sangat pengertian, dan itu yang membuat aku suka berteman dengannya. "makasih ya, kamu memang teman yang sangat pengertian" jawabku sambil mengambil botol minum itu dan meminumnya. "so manis lu. oh iya, kenapa lu gak naik angkutan umum aja?" tanya naura sambil memainkan handphonenya "kamu tau kan gimana kondisi aku, jangankan untuk naik angkutan umum, ada buat jajan istirahat saja sudah bersyukur" memang sejak SMP aku selalu hidup hemat, aku sadar kini aku tidak bisa mengandalkan orang lain. Sejak aku tinggal dengan Nenek ku, aku berjanji untuk tidak merepotkannya, maka dari itu aku selalu mencari pekerjaan part time supaya aku dapat penghasilan, walaupun tidak besar tapi setidaknya bisa membantu Nenek untuk biaya aku sehari-hari. "ups, maaf ga, gw gak bermaksud menyinggung lu, maaf ya" aku hanya terkekeh melihat sikap Naura yang seolah merasa bersalah. Aku mana mungkin bisa tersinggung hanya karena membahas kondisiku, aku sidah kuat kok. "santai aja ra, gak usah minta maaf gitu, geli aku liatnya" ucapku sambil mengembalikan botol minumnya. "ya udah kalau begitu, sebagai permintaan maaf gw, nanti istirahat biar gw traktir lu gimana?" aku tau pasti Naura melakukan ini karena kasihan melihat aku, sebenarnya aku ingin menolak tapi aku juga gak mau mengecewakannya kalau aku tolak, dan juga hitung-hitung menghemat aja. Akhirnya aku balas dengan anggukan kecil. . . . Suasana kantin kini sangat ramai. Seperti janji Naura aku sekarang ditraktirmya. "ra, lu kok gitu sih sama gw, giliran si Arga aja lu traktir, lah kok gw kagak?" ya sebenarnya aku juga gak enak doposisi seperti ini, dan ketakutan aku adalah adanya kecemburuan sosial, dan ternyata benar. Jico cemburu (bukqn karena cinta ya) karena aku dotraktor sedangkan doa engga. "ya suka-suka gw lah, duit-duit gw kenapa situ yang repot" jawab Naura sambil terus mengaduk minuman yang ada dihadapannya. Karena takut adanya kerusuhan antara pertemanan kita, akhirnya aku angkat bicara "aku gak ditraktir kok, aku cuma minjem duitnya Naura, soalnya duit aku ketinggalan dirumah" ucapku berbohong. "lah kok lu gak bilang sih, ya udah lu pake duit gw aja, lagian lu kan gak tau itu duit si naura didapatnya hasil nipu bonyok nya pasti" ucap Jico sambil menyodorkan uang selembar uang limapuluh ribu. "enak aja lu kalo ngomong, minta di kepang tuh mulut, bacotan lu kagak bisa dirapihin sedikit apa" ucap Naura sambil melotot memandang Jico. "gak usah Jico, aku masih ada kok lagian aku juga gak akan beli apa-apa lagi" "oh iya tadi diparkiran gw gak liat sepeda lu, lu kesini naik angkot? Tumben?" tanya jico. "ohhh, itu sepedaku rusak dan belom bisa dipake" jawabku apa adanya. "ya udah kalo gitu nanti pulang lu bareng aja sama gw naik motor" ajak Jico, aku hanya mbalasnya dengan angkukkan dan senyuman tanda setuju. . . petang ini telah menggambar langit dengan warna jingga yang memerah merona menyilapkan mata. Hari ini, pokokntmya aku harus mencari pemasukan tambahan, selain untuk membantu nenek dan membetulkan sepedaku ada hal penting lainnya yang harus aku penuhi, yaitu adalah tentang ganti rugi yang harus aku bayar kepada kak Malvin. Sekecil apapun kesalahannya, aku telah dididik oleh nenekku agar tetap bertanggung jawab dan itulah yang sedang aku lakukan sekarang. Sore ini aku berencana untuk mencari kerjaan part time. Biasanya didekat taman kota ada resto ataupun kafe yang selalu menyediakan kerjaan part time. Semoga saja keberuntungan hari ini berpihak padaku. Ternyata mencari kerja sulit juga, ditambah aku masih berstatus pelajar mana ada yang mau menerima aku. Aku terus berkeliling pusat kota untuk menemukan lowongan pekerjaan. Pandanganku kini tertuju pada sebuah kafe yang sepertinya baru buka, soalnya selama aku tinggal disini aku baru menemukan tempat ini. Aku bergegas menghampiri tempat itu, siapa tau mereka membutuhkan tenaga tambahan. Usaha dulu, di coba dulu siapa tau itu rezeki kamu yang Tuhan telah tuliskan. "Permisi kak" Sapa ku pada seorang wanita yang sedang membersihkan meja-meja "Iya dek, maaf kafenya belum buka, untuk openingnya nanti malam" Jawabnya dengan ramah "Maaf kak, sebenarnya saya bukan mau memesan makanan atau minuman disini" Ucapku "Lantas kenapa kamu kesini? " Tanya wanita itu dan menghentikan sejenak pekerjaannya "Emm.. Anu.. Kak, apa disini masih ada lowongan kerja buat saya? " Ucapku dengan keraguan. Sejenak wanita itu menatapku dengan lekat, seolah sedang membaca raut muka saya. Tak lama dia mengulurkan tangannya, aku yang bingung tak juga membalas uluran tangan itu "Kenapa kak, tidak ada ya? " Tanya ku "Nama kamu siapa? Aku rasa kamu masih terlalu kecil untuk bekerja" Ucapnya masih dengan posisi mengulurkan tangannya, aku yang tau maksudnya segera membalasnya "Nama aku Sultan Na... " Hampir saja aku keceplosan, aku masih memasang wajah bingung "Hmm?? " Selidik wanita itu "Panggil saja aku Arga" Jawabku yang masih kikuk "Santai saja, nama aku Nilam Putri. Ya udah kita duduk dulu" Ucapnya sambil menuju meja yang tersedia dan aku membuntutinya dari belakang "Sepertinya kamu masih sekolah ya? Kalau dilihat dari postur tubuh kamu" Apakah dia seorang peramal bisa membaca semua yang ada pada diri aku? Oh jangan sampai, bisa-bisa semua privasi aku diketahuinya. "I... Iya kak, aku baru masuk kelas X" Jawabku dengan wajah tertunduk "Kamu masih sekolah, tapi kenapa kamu mau kerja? " Tanya kak Nilam. Akhirnya dengan panjang lebar aku ceritakan tujuanku mencari pekerjaan, dan juga sedikit keadaan hidupku sekarang ini. "Kalau begitu kamu diterima di kafe ini" Ucapnya. Aku yang tak mengerti hanya bisa melongo dengan bibir terbuka dan mata yang tak mampu berkedip "Hah? " Hanya kata itu yang mampu terucap dari mulutmu "Kamu itu sangat lucu, iya kamu saya Terima di kafe ini" Lanjut kak Nilam "Maksudnya? Aku kerja disini? Ta.. Tapi aku kan belum bertemu dengan pemilik kafe ini? Terus nanti kalau dia tau ada orang baru disini tanpa sepengetahuannya aku nanti diusir, terus kalau nant.. " Ucapanku tak terselesaikan karena telunjuk kak Nilam berhasil menghentikan ocehanku "Saya kira kamu itu pendiam, ternyata kamu cerewet juga. Kafe ini milik suami saya, dan tadi aku hanya menyamar saja untuk menguji kepribadian kamu. Dan saya Terima kamu kerja disini, tapi kamu juga harus fokus sama pendidikan kamu" Ucapnya, dan aku masih tak percaya "Maaf Bu, saya kira ibu bukan pemilik kafe ini saya tidak tau" Aku segera mengambil tangan bu Nilam (aku ganti panggilan kak jadi ibu setelah tau dia pemilik kafe ini untuk menghormatinya) untuk meminta maaf "Sudah tidak apa-apa" Jawabnya dengan senyuman yang melengkung dibibir merahnya. "Tapi saya hanya bisa bekerja dari sore sampai malam saja, dan sebagai gantinya tak apa saya setiap weekend masuk dari pagi sampai malam" "Tenang saja, kamu bisa bekerja disini kalau kamu sudah selesai dengan tugas sekolah kamu, dan untuk weekend kamu bekerja dari pagi sampai siang saja, kamu kan juga ada nenek kamu di rumah tak baik terus ditinggal sendirian. Dan kamu sudah bisa bekerja nanti malam, kamu datang kesini jam 7 ya, soalnya kita akan brifing dulu mengenai job desc dan doa bersama untuk persiapan grand opening kafe ini" Ucap bu Nilam "Siap bu, saya akan datang ke sini tepat waktu" Jawabku antusias Setelah berpamitan dengan bu Nilam aku segera keluar dari kafe dan bergegas pulang, tapi ketika di pintu masuk aku berpapasan dengan seorang lelaki yang diperkirakan berumur 30 tahunan yang baru turun dari mobilnya. Aku pikir dia suaminya bu Nilam, cocok sih bu Nilam baik, cantik dan suaminya tampan, gagah dan masih muda juga. Aku hanya memberinya senyuman padanya yang dibalas dengan anggukan kepala sebelum benar-benar keluar dari kafe itu. . . "Tadi siapa? Pelanggan? Kita kan belum buka? " Tanya lelaki itu kepada istrinya "Dia pegawai kita juga, oh iya, dia itu sangat baik dan sopan makanya aku Terima dia" "Kamu jangan menerima sembarangan orang, kita tidak tau dia bawa keuntungan atau kerugian buat usaha kita" Ucap lelaki itu pada istrinya "Aku yakin kok dia anak yang baik, tapi aku lihat wajah dia kok mirip sama Kamu ya" Ucap sang istri dengan senyumannya "Kamu ini ada-ada saja, emang dia anak aku sampai mukanya mirip" Tiba-tiba lelaki itu terdiam dan seperti mengingat sebuah memori yang sudah lama dia lupakan. Pasangan ini memang belum dikarunia keturunan karena sang istri didiagnosa mengalami kemandulan. Menyadari ucapannya lelaki itu langsung melihat kearah istrinya dan benar saja sang istri tampak bersedih "Maaf aku tidak bermaksud" Ucap lelaki itu sambil memeluk istrinya "Iya tidak apa-apa, maaf ya aku tidak bisa memberi kamu keturunan" Ucap sang istri masih dalam dekapan sang suami "Tidak apa-apa, hidup bersama kamu saja aku sudah bahagia" Ucap lelaki itu "Dasar gombal" Ujar sang istri sambil mencubit perut suaminya dan disambut dengan rintihan kecil dari suaminya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Marriage Aggreement

read
86.9K
bc

Patah Hati Terindah

read
82.9K
bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

Scandal Para Ipar

read
707.9K
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
639.9K
bc

JANUARI

read
48.8K
bc

Life of Mi (Completed)

read
1.0M

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook