Batam 2012
Malam ini, aku Alzikra, merebahkan diri di dalam kamar, tubuhku terasa lelah sekali, karena aku baru tiba dari perjalanan pulau seberang yaitu, Tanjung Pinang. Rumahku ini telah beberapa hari kosong karena aku tinggalkan, ada beberapa pekerjaan yang mengharuskanku pergi beberapa saat. Namun, keinginanku untuk beristirahat tidak bisa maksimal bisa kurasakan, hal ini disebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, yaitu terciumnya aroma yang muncul akibat pengapnya udara tanpa adanya sirkulasi yang baik. Ditambah lagi rumah milik ibuku ini memang tergolong angker di lingkungan perumahan. Beberapa kali orang menyewa, tetapi tidak ada yang betah. Sosok bocah kecil dan nenek tua selalu usil mengganggu mereka.
Tiiinnn ... Tiiinnnn !
Suara klakson mobil tiba-tiba terdengar memanggil dari luar rumah, ibu datang diantar oleh kakak perempuanku, Mbak Ita. Malam-malam begini mereka berdua tiba-tiba datang kerumah ini pasti ada hal yang sangat penting, karena biasanya walaupun tengah malam, ibu hanya memberitahu jika ada yang mau dibicarakan.
"Le..., kamu siap-siap! Sekarang kamu tidur di rumahnya mbak, besok pagi-pagi ikut penerbangan ke Jawa!" kata Mbak Ita, memberitahuku
"Loh kok dadakan! Memangnya ada apa Mbak?" tanyaku sambil memperhatikan ibu yang masih mengobrol lewat telfon dengan seseorang.
"Kamu jagain Ibu selama di Jawa, ada saudara yang meminta pertolongan!"
Dari pembicaraan sekilas itu, aku sudah menangkap bahwa ada sebuah masalah yang sedang terjadi. Namun, permasalahan itu belum gamblang terlihat jelas, masih menjadi misteri yang samar-samar. Akan tetapi, jikalau ibuku sudah turun tangan langsung, sudah jelas jika permasalahan itu bukan hal yang main-main, karena beliau sangat jarang mau membantu orang yang berkaitan dengan keilmuan jika menurutnya tidak sangat tidak penting dan berbahaya.
Setelah mendengar instruksi mbakku, aku mengambil beberapa baju, memasukannya ke dalam tas ransel, karena mendadak dan tidak tau sampai kapan menemani ibu ke Jawa, aku mengabari rekan kerjaku, memberitahunya jadwal pekerjaan yang harus dia urus yang berkaitan dengan pekerjaanku. Kemudian kami bergegas meninggalkan rumahku menuju ke rumah mbak Ita.
"Bu Laras sedang ada masalah Le, kamu temani Ibu dulu ya. Pekerjaanmu bisa di tunda sementara waktu kan?"
"Njih, Bu. Memang masalah apa?"
tanyaku ingin menuntaskan rasa penasaranku.
"Keluarga teman ibu lagi dikepung klenik, banyak santet yang berbahaya dikirim ke keluarganya!"
"Lah mung santet kok sampai ibu dateng ke sana segala, kan bisa seperti biasanya, dikasih tau cara penangkalan juga pemagaran rumahnya, Bu!"
"Kamu tuh kalau belum lihat situasi dan kondisi yang sesungguhnya jangan ngomong begitu Le... Hal ini sebenarnya sudah lama ibu tangani dari sini, tetapi klenik yang dikirim ini bukan sembarangan," ujar Beliau menjelaskan lebih rinci.
"Njih Bu, ngapunten." aku meminta maaf atas kelancanganku.
Sudah dapat kuprediksi, bahwa sihir dan tenung yang akan kami hadapi pasti sangat dahsyat, karena sudah ditangani dari jarak jauh pun, tetap tidak terselesaikan dan harus membuat beliau tetap turun tangan secara langsung. Bukan andahan kasekten lagi, jika sudah mencapai keranah sejauh ini. Peristiwa kali ini sama persis saat dahulu beliau menangani sebuah kasus, yaitu perang santet yang membuat beliau melakukan pemagaran dibeberapa rumah yang beliau kenal.
"Iki cumepak pati, kudu ngowo lambaran, ibu siapke tameng ghoib, pean amalke digawe wirid tekan'e kono!" (Ini sangat dekat dengan kematian, harus membawa penangkal, ibu siapkan pagar ghaib, kamu amalkan dibuat wirid sepanjang perjalanan sampai ditempat sana) kata beliau seraya memberiku sebuah amalan untuk pemagaran diri.
Setibanya di rumah mbakku, kami langsung istirahat. Setelah sholat subuh kami berdua diantar ke bandara untuk cek-in penerbangan. Akhirnya, setelah menunggu kurang lebih dua jam, tepat pukul tujuh pagi perjalanan dimulai, penerbangan dari Batam menuju pulau Jawa.