Wanita itu menjadi gila, setelah mendapati kedua mertua, kakak dan adik ipar, serta suami, bahkan anak-anaknya meninggal. Mereka meninggal karena menjadi korban sebuah ilmu sakti. Ilmu yang mengerahkan seribu jin untuk menuntun maut pada liang kematian sang manusia. Perjanjian ini dapat terjadi jika sang pengamal atau peminta ilmu ini, menumbalkan orang yang sangat dicintainya.
Awal malapetaka ini hadir hanya karena terjadinya perebutan sebuah warisan. Manusia yang terjebak dalam pandangan dan nafsu keduniawian, terkadang menjadikan mereka gelap mata dan hati, sehingga nafsu duniawinya itu menjadi pemicu keinginan untuk memiliki yang bukan menjadi hak miliknya.Untuk mencapai tujuan dan ambisi itu, terkadang memicu mereka merambah dalam dunia klenik santet, yaitu dengan cara menghabisi seluruh keluarga. Dari beberapa akar permasalahan yang muncul, ketajaman lisan pun menjadi salah satu pemicu semakin peliknya prahara sedarah ini.
Setelah kedua orang tua Bu Laras meninggal, dia mendapatkan warisan yang lebih banyak ketimbang dengan Pak Miko abangnya, dan Pak Eri sang adik. Hal ini terjadi karena Ia merupakan anak perempuan satu-satunya yang sangat dicintai oleh mendiang almarhum, maka dari itu, ayahandanya mewariskan rumah mewah dan megah itu untuk Larasati. Pewarisan rumah mewah ke Larasati dilakukan secara sah di hukum negara dan dituangkan dalam surat wasiat. Sementara itu, harta gono-gini yang lain, berupa uang, tanah, pabrik pengolahan minyak mentah, dibagi adil dan rata untuk semua anak-anaknya.
Surat wasiat itu dibacakan oleh kuasa hukum tepat dihari keempat puluh setelah meninggalnya Pak Haji Darmadi. Namun imbas dari pembacaan surat wasiat dan pembagian warisan tersebut menjadi asal mula terjadinya peristiwa ini.
Isi surat wasiat yang menjadi mandat amanah alhmarhum itu dianggap memiliki ketimpangan dan tidak berasas keadilan hanya karena sebuah rumah yang menjadi bahan rebutan antara kakak beradik ini.