Bab 12: Kecelakaan

2358 Kata
"Hahahahq! May dan dua temannya tertawa sambil menunjuk ke aeah Aditya. " Bagaimana mungkin cowok gendut kayak lo bisa melindungi Aira," ejek Vina. "Memangnya kenapa kalau gue gendut!" bentak Aditya menatap tajam mereka. "Coba kau pikir otak, siapa yang mau sama lo! May kembali mentertawakan Aditya. Aditya mendengus kesal, " tidak masalah gue gendut, gue juga ogah sama lo!" seru Aditya. May membulatkan matanya menatap kedua temannya lalu beralih menatap Aditya dan tertawa keras. "Eh dut, gue kasih tau ya, gue akui Aira cantik tapi asal lo tahu, Aira juga gak bakal suka sama lo!" Aditya terdiam sesaat, "Aira boleh tidak suka gue, tapi dia gak bakal ninggalin gue juga kali," ucap Aditya yakin. "Lu yakin?" tanya May. "Aira tentu akan memilih pria yang ganteng dari pada elo!" "Tidak!!" Aditya terbangun dan langsung mengusap wajahnya, "ya ampun, ini cuma mimpi," gumamnya pelan. "Aku harus diet, aku harus bisa," ucap Aditya. Lalu ia turun dari atas tempat tidur langsung ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama, Aditya telah selesai dan melangkahkan kakinya menuju meja makan. "Pagi Ma..Pa.." sapa Aditya. "Pagi sayang .." Aditya terdiam menatap makanan yang tersaji di meja makan, ia menelan air liurnya sndiri, "tidak, aku harus diet." "Kok bengong?" tanya Sila menuangkan coklat hangat di gslas. "Tidak apa apa ma," jawab Aditya "Kau kenapa?" tanya Raiden merasa aneh dengan sikap Aditya, biasanya ia langsung makan sepuasnya. Tapi beda dengan pagi ini, dia hanya menatap makanannya saja. "Aku mau diet pa," jawabnya. "Kenapa? Biar Aira suka?" ucap Raiden tertawa kecil. "Kenapa tertawa pa?" tanya Aditya. "Dit..sahabat itu akan menerima apapun kondisi sahabatnya..jika kau berubah demi Aira..papa tidak setuju," jelas Raiden panjang lebar. Aditya terdiam mendengar nasehat Raiden, ia anggukkan kepala sesaat. Lalu ia mengambil makanan dan makan sepuasnya. Raiden tersenyum menatap putranya itu. "Berubah itu harus dari dalam diri, bukan karena orang lain," ucap Raiden mengusap puncak kepala Aditya. "Hari ini papa tidak bisa mengantarkanmu sekolah, kau pergi dengan Aira saja." "Aira tidak sekolah pa, dia di hukum kepala sekolah." "Di hukum?" tanya Sila dan Raiden bersamaan. Jadi begini pa." Aditya menceritakan semua kejadian di pesta dan di sekolahnya kemarin. Raiden termangu mendengar cerita Aditya. "Aneh, kenapa Rei begitu?" Raiden mengerutkan dahi, ia semakin penasaran untuk mencari tahu. Aditya hanya mengangkat kedua bahunha, "tidak tahu pa.." "Pa..Ma..aku berangkat sekolah dulu ya." Aditya berdiri dan menyalami tangan kedua tangan orangtuanya. "Hati hati sayang," ucap Sila. Kemudian Aditya beranjak pergi menuju rumah Aira. Sesampainya di rumah Aira, Aditya langsung menghampiri Rico, "om Aira kemana?" tanyanya. "Aira ada dit, sebentar om panggilkan." Rico melangkahkan kakinga, namun ia merasakan ponselnya bergetar di saku celana. Ia berhenti melangkah lalu merogoh saku celananya mengambil ponsel. "Kepala sekolah?" gumam Rico. Lalu ia menggeser icon berwarna hijau, ponsel ia dekatkan di telinga. adirya terdiam memperhatikan Rico yang tengah berbicara dengan kepala sekolah. Tak lama kemudian, Rico selesai bicara di telpon. "Ada apa om?" tanya Aditya yang melihat raut wajah Rico yang kebingungan. "Aira di perbolehkan kesekolah lagi." "Nah itu baru benar, lagipula Aira tidak salah..itu video editan om." "Jadi, itu semua bohong?" tanya Rico. "Betul om," jawab Aditya. Rico terdiam sesaat, "Aditya, kau berangkat duluan..biar om yang antarkan Aira ke sekolah." ucap Rico "Siapa om!" seru Aditya, lalu ia memutar tubuhnya meninggalkan rumah Aira. Sementara Rico berjalan menuju kamar Aira. Rico berdiri di depan pintu kamar dan mengetuknya. "Masuk!" jawab Aira dari dalam kamar. Rico membuka pintu kamar perlahan, ia melihat Aira tengah duduk di tepi tempat tidur. Ia langsung mendekat dan duduk di sebelah Aira. "Aira, tadi pak kepala sekolah menelpon..kau di izinkan kembali sekolah mulai hari ini." "Tidak, aku tidak mau sekolah lagi," jawab Aira. "Aku mau pindah yah..aku tidak betah di sana." "Tapi kenapa?" tanya Rico bingung. "May, sering membuly dan mempermalukanku yah." Rico menghela napas dalam dalam, Ayah minta maaf karena tidak mempercayaimu Aira, ayah percaya kau gadis yang kuat seperti ibumu." "Jangan ceritakan tentang ibu dihadapanku lagi yah, aku tidak mau memiliki seorang ibu pengkhianat," ucap Aira langsung berdiri. "Aira! Jaga mulutmu!" bentak Rico, ia berdiri menatap tajam Aira. "Cukup yah! Jangan sembunyikan apa apa lagi dariku, aku sudah tahu semuanya!" "Aira!" seru Rico. Aira balik badan menatap Rico, "memang begitj faktanya bukan?" "Siapa yang mengatakan kebohongan ini?" "Kalau memang ibu bukan pengkhianat, mengapa di lukisan itu ada nama pria lain yang bernama Kei!" "Dari mana kau tahu?" tanya Rico. Aira langsung berjalan dan mengambil lukisan tang ia sembunyikan di balim lemari lalu ia tunjukkan pada Rico. "Ini buktinya." "Aira, ibumu tidak seperti itu..ayah bisa jelaskan." Rico memegang lengan Aira. "Bohong! Aira hendak merusak lukisan itu, namun Rico menghalanginay dan merebut lukisan itu dari tangan Aira. " Aira jangan!" "Kenapa yah? Kenapa ayah masih belain wanita pengkhianat?! Aku malu yah!" pekik Aira. "Plakk! Rico melayangkan tangannya di wajah Aira. Aira memgang pipinya, " ayah jahat!" "Aira maafkan ayah.." ucap Rico menatap sedih Aira. "Ayah jahat! seru Aira lalu ia balik badan dan berlari keluar rumah. " Aira tunggu! Ayah bisa jelaskan!" Rico meletakkan lukisan itu dan berlari menyusul Aira. "Aira!" seru Rico terus berlari ke arah jalan raya mengikuti Aira. Karena kurang waspada Rico tidak melihat ada mobil dari arah berlawanan melaju dengan kencang. "Bukkkk!!! Rico terpental dan terseret jauh hingga menabrak trotoar. Aira yang mendengar suara keras, ia menoleh menatap tubuh Rico yang tergeletak di jalan. " Ayah!!" pekik Aira langsung berlari ke arah Rico. "Ayaaahh!" jerit Aira mengangkat tubuh Rico yang bersimbah darah. "Ayah bangun!" jeritan Aira menyayat hati. Warga sekitar yang melihat kejadian langsung membantu. "Cepat bawa ke rumah sakit!" seru salah satu warga. "Pak tolongin ayah saya pak.." ucap Aira dengan nada suara bergetar. Ayah..bertahanlah ayah.." Tak lama kemudian suara ambulance dan sirine dari mobil polisi terdengar, merdka semua membantu Rico untuk di bawa ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Aira tidak berhenti menangis dan menyesali perbuatannya. "Ayah bertahanlah.." "hahahaha! May dan dua temannya tertawa sambil menunjuk ke arah wajah Aditya. " Bagaimana mungkin cowok gendut kayak lo bisa melindungi Aira," ejek salah satu teman May. "Memangnya kenapa kalau gue gendut!" bentak Aditya menatap May dan dua temannya. "Coba kau pikir pake otak," ucap May. "Siapa yang mau sama lo!" May kembali tertawa melihat raut wajah Aditya yang merah padam. "Tidak masalah, gue juga ogah sama lo!" Aditya tersenyum sinis. "Bagi gue, Aira sudah cukup." May membulatkan matanya menatap dua temannya lalu beralih menatap Aditya dan tertawa sambil mendekap mulutnya. "Eh ndut, gue kasih tahu lo," ucap May. "Gue akui Aira itu cantik tapi asal lo tahu, Aira juga gak bakalan suka sama cowok gendut kayak lo! hahahaha!" Aditya mendengus kesal menatap May dan dua temannya, "Aira tidak mungkin ninggalin gue, gak kaya lo, lo pada!" "Lu yakin?" tanya May. "Aira tentu akan memilih cowok yang lumayan tampan dari pada kayak lo! " Tidaak!!" Aditya terbangun dan langsung mengusap wajahnya, "ya ampun, ini cuma mimpi," gumamnya pelan. Aditya menatap ke perutnya yang buncit dan mengusapnya perlahan. "Aku harus diet, aku harus bisa," ucapnya pelan. Lalu ia turun dari atas tempat tidur langsung ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama, Aditya telah selesai dan melangkahkan kakinya menuju meja makan. "Pagi Ma, pagi Pa," ucap Aditya. "Pagi sayang..." Aditya diam menatap makanan yang tersaji di atas meja, Aditya menelan air liurnya, "tidak, aku harus diet." "Kok bengong?" tanya Sila menuangkan coklat hangat di gelas. "Tidak apa apa Ma," jawab Aditya dengan tatapan terus ke arah makanan. "Kau kenapa?" tanya Raiden merasa aneh dengan sikap putranya. "Tidak apa apa Pa," jawabnya. Aditya menutup mata sesaat, lalu ia membuka matanya kembali dan pada akhirnya ia tidak tahan dengan godaan makanan yang Sila sajikan untuknya. Detik berikutnya Aditya mengambil satu persatu makanan itu dan melahapnya. Raiden menggelengkan kepala menatap Aditya, ia ulurkan tangannya mengusap puncak kepala Aditya, "anakku memang jago makan," gumamnya sambil tertawa kecil. "Hari ini Papa tidak bisa antarkan kau ke kampus, kau bisa pergi dengan Aira." "Aira di skors Pa," jawab Aditya dengan mulut penuh makanan. "Di skors?" tanya Sila dan Raiden bersamaan, "kenapa?" tanya Raiden. "Jadi begini Pa," Aditya mulai menceritakan kejadian di pesta ulang tahun hingga kejadian penyebaran video yang sudah di edit seseorang. Raiden termangu mendengarkan penjelasan Aditya, "aneh, kenapa Rei begitu berambisi untuk mengganggu Aira?" Raiden mengerutkan dahi, ia semakin penasaran untuk mencari tahu tentang siapa Rei. Aditya hanya mengangkat bahunya tidak mengerti, "aku juga tidak tahu Pa," jawab Aditya. "Kenapa sayang?" tanya Sila memperhatikan Raiden. "Tidak apa apa," jawab Raiden. "Pa, Ma, aku berangkat dulu ya, tapi aku mau ke rumah Aira dulu," Aditya berdiri dan mencium tangan kedua orang tuanya. "Hati hati sayang," ucap Sila mencium kening Aditya. Kemudian Aditya pergi ke rumah Aira, sementara Raiden berangkat ke kantor dan memutuskan untuk mencari tahu tentang Rei. Sesampainya di halaman rumah Aira, Aditya bertemu dengan Rico. "Om, Aira kemana?" tanya Aditya. "Aira ada Dit, sebentar Om panggilkan Aira." Namun saat Rico hendak melangkahkan kakinya, tiba tiba ponselnya berdering, Rico menghentikan langkahnya dan merogoh saku celananya dan mengambil ponsel miliknya. Ia menatap layar ponsel dan mengerutkan dahi, "Pak Rei?" ucap Rico pelan namun terdengar jelas oleh Aditya. Kemudian Rico menggeser icon berwarna hijau, ia dekatkan ponsel di telinganya. "Halo selamat pagi Pak Rei?" sapa Rico. "Pagi Pak Rico, maaf saya mengganggu," ucap Rei diam sesaat. "Saya memutuskan tidak menskors Aira, jadi Aira di perbolehkan ke sekolah lagi." Rico mengerutkan dahi mendengar pernyataan Rei, "oh baik Pak, terima kasih sebelumnya Pak," jawab Rico. "Tuuuut" Panggilan terputus dari Rei, Rico menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap ponsel miliknya sesaat, "aneh.." "Iya Om, Pak Rei itu aneh," sela Aditya. "Jelas semua di pesta itu tahu, kalau Aira lah yang di dorong bukan Aira yang memeluk pria itu seperti yang ada di video," sungut Aditya. "Jadi? makasudmu video itu sudah di edit?" tanya Rico. "Kalian tidak bohongi Om?" tanya Rico lagi untuk memastikan. "Tidak Om, apa yang kami katakan itu benar." Rico menghela napas dalam dalam, ada penyesalan di hatinya tidak mempercayai Aira, " baiklah Dit, kau berangkat saja duluan nanti Aira biar Om yang antar." Aditya menganggukkan kepala, "siap Om!" Rico tertawa kecil setiap kali Aditya mengangkat tangannya hormat. Aditya berpamitan pada Rico, lalu ia melangkahkan kakinya keluar, sementara Rico berjalan menuju kamar Aira dan berdiri di depan pintu kamar, lalu ia mengetuk pintu kamar Aira. "Tok tok tok! " Masuk!" jawab Aira dari dalam kamar. Rico membuka pintu kamar, ia melihat Aira tengah duduk di tepi tempat tidur, lalu ia berjalan mendekati Aira dan duduk di sebelahnya. "Aira," ucap Rico pelan. "Tadi Pak Rei telepon Papa, katanya kau tidak jadi di skor." "Tidak, Aku tidak mau kuliah lagi Yah," jawab Aira menundukkan kepala. "Kenapa sayang." Rico memiringkan wajahnya menatap wajah Aira yang tertunduk. Aira mengangkat wajahnya menatap Rico, "aku mau pindah saja Yah, aku tidak betah di sana." "Tapi kenapa?" Rico mengerutkan dahi menatap Aira. "Ck" Aira berdecak kesal. "May, Rei, mereka sering membuli aku Yah." Rico menghela napas dalam, "Ayah minta maaf karena sudah tidak mempercayaimu sayang," ucap Rico tersenyum. "Ayah percaya kau gadis yang kuat seperti Ibumu." Aira menatap tajam Rico, "jangan sebut sebut dia di hadapanku Yah, aku tidak punya Ibu pengkhianat!" ucap Aira menaikan nada suaranya, langsung berdiri. "Jaga mulutmu Aira!" Rico tidak suka Aira menuduh yang tidak baik terhadap almarhum Ibunya. Aira maju selangkah kedepan dan balik badan menatap Rico, "cukup Ayah, aku sudah tahu semuanya," ucap Aira. "Ayah tidak perlu menyembunyikan lagi kebusukan Ibu." "Aira!" bentak Rico. "Apalagi Yah?!" ucap Aira. "Faktanya memang begitu bukan?" "Siapa yang mengatakan itu semua, Aira?!" "Tidak ada," jawab Aira. "Kalau memang Ibu bukan pengkhianat seperti yang orang tuduhkan, lalu kenapa di lukisan itu bukan Ayah yang bersama Ibu! kenapa pria lain yang bernama Kei!" seru Aira. Rico terhenyak saat Aira menyebut nama 'Kei', "dari mana kau tahu?" tanya Rico. Aira berjalan ke arah lemari, lalu ia menggeser lemari pakaiannya dan mengambil sebuah lukisan yang ia sembunyikan. "Ini, bukankah ini Ibu dengan pria yang bernama Kei, Ayah?" Aira menunjukkan lukisan itu ke hadapan Rico. Sesaat Rico membuang muka lalu ia kembali menatap Aira, "Aira, kau sudah salah paham, Ibumu tidak seperti itu," Rico berusaha menjelaskan. "Bohong! jerit Aira. " Jelas Ibu telah mengkhianati Ayah!" Aira membalikkan lukisan itu dan menarik dan merobeknya. "Aira!" Rico merebut lukisan itu dari tangan Aira, "cukup Aira!" "Kenapa Ayah?!" tanya Aira. "Ayah malu punya istri pengkhianat bukan!" "Plakk!!" Rico melayangkan tangannya menamparvAira, Rico melebarkan matanya menatap wajah Aira. "Aira..." Aira memegang pipi kirinya, "Ayah jahat." Mata Aira berkaca kaca. Aira mundur beberapa langkah ke belakang sambil memegang pipinya, bulir air mata jatuh dari sudut mata Aira. "Aira...maafkan Ayah." "Ayah jahat..." Aira balik badan dan langsung berlari keluar. "Aira!" pekik Rico, ia meletakkan lukisan di atas tempat tidur, lalu ia berlari menyusul Aira ke luar. Namun Rico terlambat, Aira sudah tidak ada di rumah. Rico langsung berlari ke halaman rumah dan melihat Aira berlari ke arah jalan raya. "Aira! panggil Rico, namun Aira terus berlari ke arah jalan raya. " Aira!!" Rico terus mengejar Aira, ia sangat menyesal telah menamparnya. "Airaa!!" Rico terus mengejar Aira hingga di tepi jalan raya, Rico melihat kiri dan kanan lalu ia hendak menyebrang jalan. Namun ketidak fokusan Rico, membuat ia kurang waspada. Dari arah kiri sebuah mobil melaju dengan sangat kencang dan tak sempat mengerem mobilnya. "Bukkkkk!!" Rico terpental ke tengah jalan raya, dan di hantam mobil lain dari arah kanan. Lalu masuk ke dalam kolong mobil. Jalan raya yang lengang berubah macet, suara bunyi klakson terdengar bising hingga Aira yang tengah berlari menghentikan langkahnya, ia balik badan melihat jalan raya yang macet dan suara orang berteriak. "Tolong pria itu!" seru seseorang dari seberang jalan. "Ayah..." ucap Aira pelan. Perlahan ia kembali berjalan ke tengah jalan raya untuk memastikan siapa yang tertabrak mobil. Aira menerobos kerumunan orang dan menatap seseorang yang bersimbah darah, Aira membelalakan matanya, Ayah!!" jerit Aira. Aira langsung menghampiri dan berjongkok di hadapan tubuh Ayahnya yang bersimbah darah, "Ayaah!" Aira mengangkat kepala Rico dan memeluknya. "Ayaaah! bangun!" Aira menangis sejadi jadinya. "Ayah! Maafkan Aira!" jerit Aira. "Bangun Ayah!" Tak lama kemudian Aira mendengar suara sirine dari jauh. Nampak mobil polisi dan ambulan mendekat. Dengan bantuan Polisi, Aira membawa Rico ke rumah sakit terdekat. Sepanjang perjalanan Aira tidak berhenti menangis dan berusaha membangunkan Rico. Sesampainya di rumah sakit, Rico langsung di bawa ke UGD untuk mendapatkan perawatan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN