Aira pulang diantarkan dua sahabatnya dalam keadaan basah kuyup. Rico terkejut melihat putri kesayangannya pulang dalam keadaan berantakan. Ia tidak habis pikir mengapa ada orang yang membenci Aira.
"Siapa mereka berdua?" tanya Rico menatap Aira sedih.
Aira menggelengkan kepala, "tidak tahu yah"
"Ya sudah..kau ganti pakaianmu. Nanti kau sakit," ucap Rico mengusap lembut rambut Aira.
Aira menganggukkan kepala, lalu ia melangkahkan kaki menuju kamarnya. "Apakah kalian tahu siapa pria yang memberikan jaket pada Aira?" tanya Rico penasaran.
Jasmine dan Aditya menggeleng tidak tahu, "kami tidak tahu, Om..tapi ciri ciri pria itu beranbut pirang dan bermata besar hampir mirip dengan Aira kalau di lihat dari raut wajahnya," jelas Aditya.
Rico mengerutkan dahi, ia berpikir keras untuk mengenali gambaran yang di berikan Aditya, "apakah pria itu, Kei?" gumam Rico.
"Siapa Om?" tanya Jasmine.
"Ah tidak," jawab Rico.
"Tapi pria itu mengenali Rei juga Aira," Aditya menambahkan.
"Oya?" Rico semakin yakin kalau pria paruh baya itu adalah Kei.
"Dan kalau tidak salah, Gery dan Rei itu putri dari Bu Bertha," Jasmine berusaha mengingat. "Dulu Mamanya Gery pernah betobat sewaktu Gery sakit."
"Bertha?! Rico tersentak saat mendengar nama Bertha. " kau yakin Jasmine? Rico mengulang pernyataannya untuk meyakinkan pendengerannya.
"Benar om," jawab Jasmine tak mengerti melihat sikap Rico yang terkejut.
"Hem, dunia ternyata sempit juga. .tapi Rej dan Gery putra siapa? bukankah-?"
"Ada apa yah?" potong Aira.
Rico menoleh ke arah Aira, "tidak nak," jawab Rico. "Ayah buatkan kau s**u hangat ya?" Rico berjalan, tapi ia menghentikan langkahnya.
"Adit! Jasmine!" panggil Rico.
"Iya om! " sahut mereka berdua.
"Kalian mau di buatkan apa?" tanya Rico.
"Coklat hangat saja om?" jawab mereka berdua. Rico tersenyum pada mereka lalu kembali melangkahkan kakinya ke dapur.
Jasmine dan Aditya duduk di kursi, "sebernanya pria itu siapa ya?" tanya Aira menyenderkan tubuhnya di kursi dengan kedua kaki di angkat ke atas
"Aku tidak tahu Aira," jawab Jasmine santai. Aditya hanya menganggukkan kepala menatap kedua sahabatnya.
"Jangan kau pikirkan Aira," timpal Aditya.
Sementara Rico terus memikirkan masalah yang tengah di hadapi oleh Aira. "Siapa senenarnya mereka? Sebaiknya aku bicarakan semua ini dengan Raiden. Aku tidak mau terjadi apa apa dengan putriku," gumam Rico. "Oh ya ampun..aku lupa buatkan s**u hangat," ucapnya sembarj menepuk keningnya sendiri. Semenjak kematian Layla, ia memilih hidup sendiri untuk merawat Aira. Tak ada keinginan Rico untuk mengisi hatinya dengan wanita lain.
"Coklat hangat sudah siap!"
Aditya dan yang lain menoleh ke arah Rico, dengan nampan di tangannya.
"Makasih om," ucap Jasmine dan Aditya.
"Terima kasih ayah," ucap Aira menatap Rico meletakkan nampan di atas meja. Tanpa banyak bicara Aditya langsung mengambil cemilan di atas meja, sementara tangan kirinya memegang coklat hangat.
Jasmine, Aira dan Rico tertawa melihat tingkah Aditya sambil mengusap perutnya sendiri.
"Hahahahaha!"
Aditya berhenti mengunyah, ia baru sadar kalau tiga orang di hadapannya tengah mentertawakannya. Aditya tertawa kecil sembari mengusap tengkuknya yang tak gatal.
"Maaf..lagi laper," ucap Aditya dengan mulut penuh makanan.
"Itu bukan laper namanya, tapi kebiasaan!" seru Jasmine menatap horor Aditya.
"Eh, sudah biarkan..ayah senang kalian habiskan semuanya," ucap Rico sembari mencium puncak kepala Aira.
Menit berlalu, akhirnya mereka berdua berpamitan pulang setelah kenyang dan berbincang bincang. Mereka tidak merasa kecewa meski tidak ikut pesta.
"Apa kau sudah mengantuk?" tanya Rico pada Aira.
Aira menganggukkan kepala, "ayah sendiri?" Rico mendekap erat Aira, lalu ia tempelkan wajahnya di kepala Aira.
"Ayah belum mengantuk sayang, kau duluan saja," jawab Rico tersenyum.
"Baik yah," ucap Aira berdiri.
"Jangan mainan ponsel, langsung tidur ya?"
"Iya yah," Aira tersenyum, lalu ia melangkahkan kakinya menuju kamar.
Aira langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur, "ayah pasti sedang merindukan ibu, buat apa ibu di pikirkan..dia saja mengkhianati ayah."
Apa yang di pikirkan Aira ternyata salah besar, Rico tengah memikirkan masalah yang di hadapi Aira. Ia sangat tidak ingin Aira celaka atau ada yang menyakitinya.
***
Sementara itu, Raiden yang baru saja pulang lembur bekerja, ia melihat seorang pria paruh baya tengah berdiri di depan pintu gerbang almarhim Layla.
"Siapa pria itu?" gumam Raiden mengerutkan dahi coba memperjelas pandangannya ke arah pria yang terpaku di depan gerbang rumah Layla.
Raiden menepikan mobilnya, ia langsung keluar dari pintu mobil menghampiri pria itu.
"Maaf, anda sedang apa di sini?" tanya Raiden.
Pria itu terkejut, dan langsung membalikkan badan, "aku bukan penjahat! seru pria itu mengangkat kedua tangannya.
" Kei?" ucap Raiden terhenyak saat tahu, kalau pria itu adalah Kei.
"Raiden?" ucap Kei menurunkan kedua tangannya lalu menundukkan kepala sesaat, "maaf."
"Kei..kau sedang apa di sini?" tanya Raiden tidak percaya dengan keteguhan yang di miliki Kei, meski Layla sudah tiada sejak dua pulub tahun yang lalu. Tapi sikap dan cinta Kei tidak berubah.
"Aku.." Kei tidak melanjutkan ucapannya, ia langsung menubruk Raiden dan memeluknya erat. Raiden sesaat terpaku dan perlahan menepuk punggung Kei.
"Aku sangat merindukan Layla, sangat merindukannya," ucap Kei bergetar. "Aku hanya bisa melihat rumahnya saja Rai."
Raiden menepuk punggung Kei, ia sangat mengerti keadaan Kei. "Aku tahu Kei, tapi Layla sudah tiada. Kau harus terima itu," ucap Raiden.
"Aku tahu Rai, tapi ada hal penting yang harus kau ketahui," jawab Kei.
"Tentang apa?" tanya Raiden
"Yudha.." Kei tidak melanjutkan ucapannya, ia langsung berlari saat pintu gerbang terbuka.
"Rai! Sedang apa kau di sana?!" seru Rico.
"Kei.." Raiden menatap punggung Kei yang berlari ke arah jalan raya, lalu ia beralig menatap Rico yang berjalan ke arahnya. Raiden bingung, apa ia harus mengejar Kei atau membiarkannya saja, senentara Kei belum selesai bicara.
"Rico," sapa Raiden.
"Kau sedang apa berdiri di sana?" tanya Rico.
"Anu..aku mau mampir tadinya, tapi tidak jadi takut mengganggumu." Raiden berbohong.
"Oh, ya sudah..kebetulan sekali ada yang mau kubicarakan..masuklah."
Raiden menganggukkan kepala, lalu ia berjalan mengikuti Rico dari belakang lalu duduk di kursi.
"Kau mau kopi?" tawar Rico.
"Tidak usah, oya..apa yang hendak kau bicarakan?" tanya Raiden.
"Begini Rai.." Rico mulai menceritakan peristiwa yang di alami Aira di pesta ulang tahun, dan semua informasi yang di dapatkan dari Jasmine dan Aditya.
"Soal pria paruh baya yang menolong Aira, aku belum tahu siapa dia?" Rico mengakhiri ceritanya
Raiden menganggukkan kepala, ia menduga jika pria paruh baya itu adalah Kei, dan Raiden menduga apa yang ingin di sampaikan Kei hampir sama dengan Rico. "Aku akan menyelidikinya Ric, kau tidak perlu khawatir."
"Tetima kasih Rai, aku tidak tahu lagi harus minta tolong siapa lagi," ucap Rico.
"Jangan sungkan, kita keluarga." Raiden termenung, ia berpikir jika Layla tiada, maka masalah akan selesai. Tapi dugaannya salah.
"Kau kenapa Rai?" tanya Rico menatap Raiden yang termenung.
"Tidak ada Ric, ya sudah..aku pamit pulang..besok aku akan mulai menyelidikinya "
"Baik Rai. " jawab Rico. Ia berdiri lalu mengantarkan Rai sampai pintu gerbang