1 jam sudah berlalu sejak Juan dan Anna bertemu.
Saat ini, keduanya masih berada di restoran. Juan dan Anna baru saja selesai menikmati makan siang.
Semua menu makan siang yang tersaji di meja adalah makanan kesukaan Anna. Ternyata Juan masih mengingat makanan apa saja yang Anna sukai dan tidak Anna sukai.
Anna tak bisa menutupi rasa senangnya ketika tahu kalau Juan masihlah mengingat apa saja makanan kesukaannya.
Juan dan Anna duduk dengan posisi saling berdampingan, bukan saling berhadapan.
Juan menatap Anna yang baru saja selesai minum jus. Juan meraih tangan kanan Anna, mengusapnya dengan penuhkasihsayan. "Sudah kenyang?"
"Sudah, Kak."
"Mau makan yang lain?"
Anna menggeleng, menolak halus tawaran Juan. "Enggak, Kak. Aku udah kenyang."
Anna sama sekali tidak berbohong, ia memang sudah kenyang, tidak ingin makan apapun lagi.
"Mau ke mana lagi?"
"Pulang." Anna menjawab singkat.
"Pulang sama Kakak ya." Juan menautkan jemarinya dengan jemari Anna. Tanpa sadar, Juan menatap lekat tangan Anna yang ada dalam genggamnya.
"Kamu kurusan," lirih Juan dengan raut wajah sedih.
Anna hanya menanggapi ucapan Juan dengan seulas senyum tipis. Anna akui, berat badannya memang turun. Dalam kurun waktu 2 tahun ini, ia kehilangan hampir 10 kg berat badannya.
Saat ini, Sein sedang membantu Anna agar berat badan Anna bisa kembali ideal seperti sedia kala.
"Pasti Kakak ikut andil dalam hilangnya berat badan kamu, iya kan?"
Anna menggeleng. "Tidak, Kakak sama sekali tidak ikut andil dalam turunnya berat badan aku. Berat badan aku turun karena aku stres dengan pekerjaan di kantor."
Anna jelas berbohong, karena sebenarnya, berat badanya turun drastis memang karena Juan.
Juan tahu jika Anna sedang berbohong, oleh karena itulah, Juan memilih untuk tidak lagi bertanya. Juan tidak mau memancing keributan dengan Anna di hari pertama mereka bersama.
"Mau kan pulang sama Kakak?" Juan kembali mengajak Anna agar mau pulang bersama.
"Kak, aku kan bawa mobil sendiri."
"Mobil kamu nanti di bawa sama supir Kakak aja, jadi kamu bisa pulang sama Kakak."
"Kakak bawa supir?"
"Enggak, tapi nanti Kakak bisa telepon supir Kakak buat bawa mobil kamu, mau kan?"
Awalnya Anna ingin menolak tawaran Juan untuk pulang bersama, tapi begitu melihat raut wajah Juan yang memelas, Anna jadi tidak tega untuk menolaknya, terlebih Anna juga masih ingin bersama dengan Juan. Anna akhirnya mengangguk, setuju untuk pulang bersama Juan. "Ok, aku mau pulang sama Kakak."
Juan tak bisa menutupi rasa senangnya sesaat setelah mendengar jawaban Anna.
"Ya sudah, ayo kita pulang sekarang." Juan merapikan penampilannya, begitu juga dengan Anna.
***
Saat ini, Juan dan Anna sudah berada di dalam mobil yang Juan kemudikan. Mobil Anna masih di restoran, dan supir yang Juan perintahkan untuk mengambil mobil Anna sudah dalam perjalanan menuju lokasi.
"Kak, kita mau ke mana? Ini bukan jalan ke arah rumah aku loh."
"Kita mau ke apartemen Kakak."
"Kak!" seru Anna sambil berbalik menghadap Juan. "Kan aku bilang maunya pulang, bukan ke apartemen Kakak."
"Iya, pulangnya ke apartemen Kakak."
"Aku gak mau pulang ke apartemen Kakak!" Anna kembali mengajukan protes.
"Hm." Juan menanggapi dengan santai.
"Kak, aku maunya pulang ke rumah, bukan apartemen Kakak."
Juan melirik Anna, sebelum akhirnya kembali fokus mengemudi. "Masih ada banyak hal yang harus kita bicarakan, Anna."
"Apalagi yang harus kita bicarakan? Tadi kita sudah membicarakannya, Kak." Anna menahan diri agar tidak berteriak.
Juan diam, tidak menanggapi ucapan Anna.
Anna mendengus, lalu berbalik memunggungi Juan. Anna tahu jika Juan tidak akan menanggapi ucapannya, jadi lebih baik diam dari pada terus mengoceh.
Seandainya saja mobil melaju dalam keadaan lamban atau diam karen terkena macet, pasti Anna akan memilih keluar dari mobil, tapi sayangnya, saat ini mobil sedang melaju dalam kecepatan tinggi, dan posisi mereka saat ini ada di dalam jalan tol.
Tak sampai 15 menit kemudian, mobil yang Juan dan Anna tumpangi sampai di kawasan apartemen Juan.
Juan baru saja selesai memarkirkan mobilnya. Juan terlebih dahulu keluar dari mobil, lalu menghampiri Anna yang masih merujuk pada Juan.
"Turun, Anna," ucap Juan sesaat setelah membuka pintu.
Anna menggeleng, menolak tegas permintaan Juan. "Enggak mau!"
"Mau turun sendiri atau Kakak gendong?"
Tatapan mengintimidasi yang Juan berikan membuat Anna takut.
"Tu-turun sendiri." Anna menjawab dengan gugup.
Juan bergeser, memberi Anna ruang.
Anna segera keluar dari mobil sesaat setelah merapikan penampilannya.
Setelah menutup pintu mobil, Juan menghampiri Anna. Juan kembali menautkan jemarinya tangan dengan jemari tangan kanan Anna.
Keduanya berjalan menuju lift yang berada tak jauh dari lokasi mobil Juan terparkir.
"Unit apartemen Kakak di lantai berapa?" tanya Anna sesaat setelah memasuki lift.
"Lantai 10."
Anna menekan tombol 10. Setelah itu, Anna menunduk, menatap tangannya yang ada dalam genggam Juan. Anna mencoba melepaskannya, tapi Juan malah semakin mengeratkannya.
"Kak, aku enggak akan kabur ya," ucap Anna ketus.
"Kakak tahu, tapi Kakak enggak mau melepaskan kamu." Juan malah menarik Anna agar semakin mendekat.
"Kak, ada cctv loh." Anna menunjuk cctv yang berada tepat di samping kanan Juan.
Juan tersenyum, senyum yang mampu membuat Anna salah tingkah.
"Kakak tahu kalau di dalam lift ini ada cctvnya, tapi Kakak sama tidak peduli."
Anna sudah menduga jawaban Juan. Anna memilih diam, tidak lagi mencoba lepas dari pelukan Juan. Anna takut jika Juan malah akan semakin nekat jika ia terus mencoba lepas.
Sekarang Anna hanya bisa berdoa, semoga saja lift segera sampai di lantai 10.
Doa Anna terkabul, karena tak lama kemudian, lift sampai di lantai yang dituju.
Unit apartemen milik Juan terletak tak jauh dari lift, jadi tak butuh waktu lama bagi Juan dan Anna untuk sampai di unit apartemen Juan.
Juan dan Anna baru saja memasuki apartemen ketika ponsel milik Anna yang ada dalam tas berdering.
Anna menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Juan. Anna segera meraih ponselnya yang terus berdering.
"Siapa?"
"Kak Sean." Anna menunjukkan layar ponselnya pada Juan agar Juan bisa melihatnya sendiri.
"Angkat aja." Juan menjawab santai, lain halnya dengan Anna yang kini memasang raut wajah horor.
"Enggak mau!" Tanpa banyak berpikir, Anna menolak untuk mengangkat panggilan dari Sean.
Jawaban Anna membuat Juan bingung. "Loh, kenapa?"
"Enggak mau aja." Anna takut jika Sean tahu dirinya pergi bersama Juan. Sean pasti akan marah, Anna yakin itu. Bukan hanya Sean yang akan marah, tapi Anton dan Sein juga pasti akan marah jika tahu kalau saat ini dirinya ada di apartemen milik Juan.
"Ya sudah, sekarang ayo kita istirahat dulu." Belum juga Anna menanggapi ucapan Juan, Juan sudah terlebih dulu mendorong Anna memasuki kamarnya.
Juan menuntun Anna agar Anna duduk di pinggir tempat tidurnya yang luas, sementara Juan langsung berjongkok di hadapan Anna sambil menggenggam erat kedua telapak tangan Anna.
"Kak, aku mau pu-"
"Pulangnya nanti sore aja, nanti Kakak yang anterin kamu pulang." Juan menyela ucapan Anna, tahu betul apa yang akan Anna katakan.
Jawaban yang Juan berikan sama sekali tidak membuat Anna tenang, Anna malah terlihat semakin resah juga gelisah.
"Kamu tenang aja, Kakak tidak akan macam-macam jika memang itu yang kamu takutkan."
"Anna tahu kalau Kakak tidak akan macam-macam, tapi bukan itu yang membuat perasaan Anna tak tenang," ucap Anna merajuk.
"Kenapa? Kamu takut kalau Daddy Anton marah karena kamu pergi sama Kakak?"
Anna mengangguk. Ya, Anna takut jika Anton akan marah.
Anton memang tahu jika Anna pergi menemui Juan, tapi tadi sebelum pergi, Anna berjanji akan segera pulang setelah selesai makan siang dengan Juan.
"Kamu tidak usah takut, Kakak sudah meminta izin sama Daddy Anton juga Kak Sean untuk membawa kamu pergi."
Anna menatap Juan dengan mata melotot, reaksi yang sudah Juan duga.
"Kakak sudah minta izin sama Daddy dan Kak Sean?"
"Iya. Kemarin, sebelum Kakak menghubungi kamu, Kakak sudah meminta izin sama Daddy Anton dan Kak Sean. Jadi, sekarang kamu tidak perlu takut."
"Kakak tidak bohong, kan?" Anna menatap Juan dengan mata memicing.
"Kalau kamu tidak percaya dengan ucapan Kakak, kamu telepon Daddy atau Kak Sean aja." Juan menyahut santai.
Anna baru saja akan menanggapi ucapan Juan ketika ponselnya kembali berdering. Kali ini berdering bukan karena ada yang menghubungi Anna, tapi karena ada pesan masuk.
Anna meraih ponselnya, segera membaca pesan yang baru saja Sean kirimkan.
"Pesan dari siapa?"
"Kak Sean."
"Apa katanya?"
"Kakak harus antar aku pulang sebelum jam 8 malam." Setelah membaca pesan yang Sean kirimkan, Anna akhirnya percaya dengan ucapan Juan sebelumnya.
"Nah, sekarang kamu percaya kan sama Kakak."
Anna hanya mengangguk. Anna kembali meletakkan ponselnya ke dalam tas.
"Naiklah, terus tidur."
Anna menuruti ucapan Juan, berbaring ditengah-tengah tempat tidur.
"Kakak tidur di mana?"
"Di sini, sama kamu."
"Ki-kita tidur 1 ranjang berdua?"
"Iya, memangnya kenapa? Masalah?"
"Tentu saja masalah!" Anna menyahut ketus, bahkan matanya menatap Juan dengan tajam.
Juan malah terkekeh. "Kamu enggak mau tidur sama Kakak?"
"Iya!"
"Kenapa? Kamu takut kalau Kakak akan berbuat m***m?"
Dengan ragu, Anna mengangguk. Sebenarnya Anna yakin jika Juan tidak akan berani melakukan hal yang macam-macam padanya, tapi kan, Anna takut Juan khilaf, namanya juga manusia.
"Anna kita hanya tidur, tidak akan melakukan apapun." Juan menaiki tempat tidur, berbaring di samping kanan Anna dengan posisi menghadap Anna. "Kakak janji kalau Kakak tidak akan melakukan apapun sama kamu, kecuali memeluk kamu."
Juan sudah mendapatkan peringatan dari Anton dan Sean agar tidak berbuat macam-macam pada Anna. Juan sendiri memang tidak berniat untuk melakukan hal yang lebih dari memeluk atau mencium Anna.
"Apa ucapan Kakak bisa Anna percaya?" Anna menatap intens Juan.
"Tentu saja bisa, sekarang sebaiknya kita tidur."
Anna memejamkan matanya, tak lama kemudian, Anna merasakan bibir Juan menempel di keningnya, sebelum akhirnya bibir Juan berlabuh di bibirnya.
Kelopak mata Anna yang sebelumnya terpejam kembali terbuka.
Juan menjauhkan wajahnya, terkekeh ketika melihat mimik wajah Anna yang menurutnya sangat menggemaskan.
Anna menatap Juan dengan mata melotot, tatapan yang sama sekali tidak membuat Juan takut.
"I miss you," bisik Juan tepat di depan wajah Anna.
Senyum yang menghiasi wajah Juan menular pada Anna. Anna ikut tersenyum meskipun tidak selebar senyum Juan. "I miss you too, Kak."
Ya, bukan hanya Juan yang merindukan Anna, tapi Anna juga sangat merindukan Juan.
Anna tidak mau membohongi perasaannya sendiri. Dirinya teramat sangat merindukan Juan, pria yang sangat ia cintai setelah Anton dan Sean.
Ucapan Anna semakin membuat Juan senang bukan kepalang. Juan sama sekali tidak berpikir jika Anna akan membalas ucapannya.
"Tidurlah, Kakak tahu kalau semalam kamu tidak bisa tidur dengan pulas." Juan memeluk Anna, dan Anna sama sekali tidak menolak pelukan Juan.
"Itu karena Kakak juga merasakan hal yang sama, iya kan?"
"Iya, semalam Kakak memang tidak bisa tidur, sama seperti kamu." Juan membelai kepala Anna, sentuhan yang membuat Anna merasa sangat nyaman.
1 jam sudah berlalu sejak Juan dan Anna berbaring di tempat tidur. Anna sudah tertidur pulas, berbanding terbalik dengan Juan yang masih terjaga.
Juan tidak bisa tidur, lebih tepatnya tidak mau tidur. Juan takut, jika nanti ia terbangun dari tidurnya, maka ia tidak akan menemukan Anna.
"Sabar ya, Kakak pasti akan segera menyelesaikan masalah Kakak agar kita bisa segera bersama." Juan kembali mengecup kening Anna, kali ini jauh lebih lama dari sebelumnya.
Sekarang Juan hanya bisa berdoa, semoga semua rencana yang sudah tersusun rapi di otaknya bisa berjalan dengan lancar.
Juan dikejutkan oleh ponselnya yang tiba-tiba berdering. Juan tidak mau getaran dan juga nada dering dari ponselnya menganggu tidur pulas Anna jadi Juan segera meraih ponselnya.
Secara perlahan, Juan menuruni tempat tidur, memilih untuk menerima panggilan dari Pricilia di balkon.
Juan takut jika obrolannya dengan Pricilia menganggu Anna, dan lebih takut lagi jika didengar oleh Anna.
"Hai, Mom," sapa Juan sesaat setelah menggeser ikon hijau di layar ponselnya.
"Sayang, kamu di mana?"
"Juan di apartemen, Mom." Juan menjawab jujur pertanyaan Pricilia.
"Apartemen? Apartemen yang mana?" Juan memiliki banyak sekali apartemen, jadi Pricilia tidak tahu apartemen mana yang Juan maksud.
"Apartemen yang baru Juan beli, Mom."
"Oh di sana," gumam Pricilia. "Kamu tidak kembali ke hotel, Sayang?"
"Tidak, Mom." Juan memang tidak berniat untuk kembali ke hotel. Lebih baik menghabiskan waktunya bersama Anna ketimbang harus kembali ke hotel.
"Baiklah."
"Mommy kapan pulang ke rumah?"
"Nanti sore, Daddy, Mommy, dan semua keluarga kita, juga keluarga Bella akan pulang ke rumah masing-masing."
"Malam ini Juan akan menginap di apartemen, Juan tidak akan pulang."
"Sama sekali tidak masalah." Pricilia tidak akan memaksa Juan untuk pulang. "Sayang, kamu di apartemen sendiri?"
Juan menolehkan kepalanya ke belakang, menatap Anna yang masih tertidur pulas.
"Iya, Mom, Juan sendiri." Juan terpaksa berbohong. Juan tidak mungkin memberi tahu Pricilia jika saat ini dirinya bersama dengan Anna.
Pricilia jelas akan marah, dan yang Juan takutkan adalah, Pricilia menilai buruk Anna.
"Juan, kamu tidak sedang sakit, kan?" Sejak kemarin, tepatnya ketika Juan pergi meninggalkan acara pertunangannya sendiri dengan Bella, Pricilia merasa ada yang Juan sembunyikan darinya. Sejak itulah Pricilia khawatir, takut terjadi sesuatu yang buruk pada Juan.
"Juan baik-baik saja, Mom."
"Syukurlah kalau kamu baik-baik saja, Sayang."
Pembicaraan antara Juan dan Pricilia hanya berlangsung sebentar. Setelah memastikan jika Juan baik-baik saja, obrolan antara keduanya pun berakhir.
Juan berdiri diambang pintu penghubung antara kamar dan balkon dengan kedua tangan bersedekap. Tatapan tajam Juan tertuju pada Anna yang tidur dengan posisi menghadap ke arahnya sambil memeluk bantal gulingnya. "Ini semua nyata, kan? Bukan mimpi?" gumamnya dengan raut wajah bahagia.
Juan menampar wajahnya sendiri guna meyakinkan bahwa semua ini nyata, bukan mimpi semata.
"Sakit, itu artinya ini semua nyata," lirih Juan sambil tersenyum lebar.
Juan menutup pintu balkon, lalu bergabung dengan Anna di tempat tidur.
Juan ingin sekali memeluk Anna, tapi Juan takut Anna merasa tidak nyaman atau bahkan terbangun, jadi Juan memilih untuk tidak memeluk Anna.
"Selamat tidur, Sayang," bisik Juan sesaat sebelum memejamkan matanya, menyusul Anna ke dunia mimpi.